Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJUMLAH kalangan mengkritik Mahkamah Konstitusi menjelang pembacaan putusan terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Mahkamah disebut-sebut telah menyetujui penggunaan sistem proporsional tertutup dan membatalkan sistem proporsional terbuka.
Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, menuding enam hakim konstitusi telah menyetujui sistem proporsional tertutup. Adapun tiga hakim menyatakan perbedaan pendapat alias dissenting opinion. “Sistem pemilu legislatif kembali ke tertutup, memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny pada Ahad, 28 Mei lalu.
Delapan partai di Senayan, minus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menolak sistem proporsional tertutup. DPR mengancam akan memotong anggaran MK yang tahun ini pagunya Rp 1,2 triliun. "Kami akan mengingatkan bahwa kami di legislatif juga punya kewenangan apabila memang MK berkeras," kata Habiburokhman dari Partai Gerindra, Selasa, 30 Mei lalu.
Baca: Mudarat Mengganti Sistem Pemilu di Tengah Jalan
Sepekan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi juga menuai kritik karena memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Sejumlah kalangan menilai putusan MK itu berbau politis dan menguntungkan pihak tertentu dalam Pemilu 2024.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat menyebutkan, jika MK mengabulkan sistem proporsional tertutup, potensi politik transaksional dalam partai politik akan membesar. Kualitas demokrasi juga akan menurun dengan pergantian di tengah tahapan pemilu yang telah berjalan.
Tahapan uji materi Undang-Undang Pemilu telah mencapai penyerahan kesimpulan dari pihak terkait pada Kamis, 1 Juni lalu. Ketua MK Anwar Usman membantah jika lembaganya disebut akan mengeluarkan putusan mengenai sistem proporsional tertutup untuk pemilu. Adik ipar Presiden Joko Widodo itu menyebutkan para hakim akan mempertimbangkan semua hal sebelum membuat putusan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polri Pecat Teddy Minahasa
Terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu Irjen Pol Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, 9 Mei 2023. Antara/Sigid Kurniawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISI Kode Etik Kepolisian RI memecat secara tidak hormat terpidana kasus narkotik, Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, pada Selasa, 30 Mei lalu. "Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan.
Keputusan diambil dalam sidang selama 13 jam yang dipimpin oleh Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada serta Wakil Inspektur Pengawasan Umum Inspektur Jenderal Tornagogo Sihombing. Teddy mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut.
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Teddy penjara seumur hidup pada Selasa, 9 Mei lalu. Ia terbukti terlibat dalam kasus sabu yang ditukar dengan tawas ketika menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat.
Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut
Ilustrasi penambangan pasir laut, dii Jakarta. Dok. Tempo/Tri Handiyatno
PRESIDEN Joko Widodo membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah kegiatan bisnis ini ditutup selama 20 tahun. Kebijakan itu disebut-sebut akan mendongkrak penerimaan negara. Indonesia, menurut Jokowi, mempunyai peluang besar mengirim pasir laut ke Singapura yang selama ini mengimpor pasir dari Vietnam. “Selama ini pun sudah diekspor, tapi ilegal. Jadi sekarang kita bikin menjadi legal,” ujar Jokowi di Istana Negara, Senin, 29 Mei lalu.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau Boy Jerry Even Sembiring mengatakan keputusan Jokowi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2023 bakal mengancam ekosistem laut, pesisir, dan pulau kecil. "Kebijakan Jokowi bertentangan dengan komitmen terhadap perlindungan lingkungan hidup,” ujar Boy.
KPK Mangkir Pemeriksaan Ombudsman
Ketua KPK, Firli Bahuri bersama dua wakil ketua KPK, Johanis Tanak (kiri) dan Aelxander Marwata, di KPK, Jakarta, 5 Mei 2023. Tempo/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi menolak mengikuti pemeriksaan Ombudsman RI. Pemeriksaan itu terkait dengan dugaan maladministrasi dalam pencopotan Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal Endar Priantoro. Endar melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan dua pejabat KPK lain.
Baca: Gejolak KPK Gara-gara Formula E
KPK berdalih Ombudsman tak berhak mengurusi masalah kepegawaian komisi antikorupsi. “Substansi yang hendak diklarifikasi tidak termasuk ranah pelayanan publik yang merupakan kewenangan Ombudsman," kata Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa, Selasa, 30 Mei lalu.
Ombudsman tiga kali mengirim surat pemeriksaan kepada pimpinan KPK. Berbeda dengan KPK, Polri telah memenuhi undangan pemeriksaan. “Kami bisa menghadirkan terlapor secara paksa dengan bantuan Polri,” kata komisioner Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng.
Vonis Ringan Hakim Agung Sudrajad
Sudrajad Dimyati, usai mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan dari gedung KPK, Jakarta, 30 Mei 2023. Tempo/Imam Sukamto
HAKIM Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati dijatuhi hukuman lebih ringan dalam persidangan kasus suap pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Sudrajad divonis delapan tahun bui dengan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.
Baca: Modus Hakim Agung Sudrajad Dimyati Menerima Suap
Sementara itu, tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi pun akan mengajukan pemohonan banding atas kasus ini. “Jaksa penuntut umum masih pikir-pikir selama tujuh hari,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri, Selasa, 30 Mei lalu.
Sudrajad adalah hakim agung nonaktif yang terjerat kasus perkara pailit koperasi Intidana. Sudrajad dan lima pegawai Mahkamah Agung lain menerima suap Sin$ 80 ribu. Sudrajad mengajukan permohonan banding atas putusan ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo