SURAT dari Sukarno, Dirjen Pers dan Grafika Departemen
Penerangan, itu diterima Warwick Beutler Jumat sore pekan lalu.
Isinya: jika wartawan Australian Broadcasting Commission (ABC)
di Jakarta itu mengingini, ia boleh tinggal di Jakarta sampai 15
Juli 1980.
"Pemberitahuan itu sudah jauh terlambat. Barang-barang saya
sudah dipak. Tiket pesawat terbang pun sudah dibeli. Besok saya
akan tetap pergi," ujar Beutler. Dan Sabtu siang lalu, Warwick
Beutler, 31 tahun, yang izin tinggalnya di Indonesia berakhir
hari itu, terbang ke Singapura bersama istrinya Sally dan
seorang anaknya. Sejak 28 Juni ini, tidak ada lagi wartawan ABC
yang bertugas di Jakarta.
Apakah itu berarti kantor perwakilan Radio Australia (RA) di
Jakarta ditutup? "Tidak," sahut Beutler. Kantor RA akan berjalan
terus, namun hanya akan menerima dan membalas surat para
pendengar Indonesia. Tidak lagi akan mengumpulkan berita. "Radio
Australia akan tetap menyiarkan berita tentang Indonesia, tapi
sumbernya dari kantor-kantor berita asing di Jakarta," lanjut
Beutler.
Dengan kepergian Beutler, untuk sementara berakhirlah salah satu
babak dari "pertarungan" pemerintah Indonesia dengan Radio
Australia, yang merupakan media siaran luar negeri dari ABC.
Beberapa tahun terakhir ini, banyak siaran RA yang
menjengkelkan pemerintah Indonesia, antara lain mengenai Timor
Timur.
"Pemerintah telah berkali-kali mengeluarkan teguran, tetapi
dianggap sepi. Untuk menjaga kepentingan kita, tindakan itu
harus diambil," kata Dirjen Sukarno pekan lalu. Dan tindakan itu
berupa: menolak perpanjangan izin tinggal Warwick Beutler. Untuk
memperpanjang izin tinggal, semua wartawan asing yang bertugas
di Jakarta memang harus memperoleh rekomendasi dari Deppen.
Tanpa surat rekomendasi itu, Imigrasi akan menolak
memberikannya.
Kejengkelan pemerintah Indonesia tampaknya memuncak akibat
pemberitaan RA beberapa pckan terakhir ini, yang juga dinilai
tidak benar. "Berita-berita itu selain mengacaukan bangsa
Indonesia, juga mendiskreditkan bangsa Indonesia dalam kehidupan
internasional," kata Menpen Ali Moertopo dalam rapat kerja
dengan Komisi I DPR pekan lalu.
Sikap pemerintah terhadap wartawan ABC itu, menurut Menpen,
sesuai dengan keinginan untuk menunjukkan bahwa sebagai bangsa
berdaulat, "kita tidak ingin didikte begitu saja." Juga untuk
menunjukkan pada dunia, bahwa "Indonesia punya peraturan yang
tidak hanya ditaati oleh bangsanya sendiri, tapi juga oleh
bangsa lain."
Dirjen Sukarno menambahkan, ABC kurang memperhatikan tata-krama
dalam melakukan kegiatan mereka. Ucapnya dengan nada tinggi:
"Kita tidak mau diperlakukan semena-mena karena mereka memiliki
modal dan teknologi." Menurutnya, dengan kekuatan pemancarnya
sekarang, RA yang menyiarkan berita tentang Indonesia, dalam
bahasa Indonesia dan untuk rakyat Indonesia, "pada prinsipnya
sama saja dengan mengumpulkan massa dalam suatu rapat umum di
Lapangan Banteng."
Namun RA agaknya mempunyai argumentasi lain. "Berita-berita
Radio Australia jujur serta tidak memihak dan melaporkan apa
yang terjadi di IndoneSia. Kami tidak pernah, dan tidak akan,
campur tangan dalam masalah dalam negeri suatu negara," kata
Beutler. Beutler yakin, ia "ditendang" keluar karena RA populer
di Indonesia. "Dari waktu ke waktu, kami melaporkan pada rakyat
Indonesia hal-hal yang tidak diingini pemerintah untuk diketahui
rakyat," ujarnya.
ABC mulai membuka kantornya di Jakarta sejak awal 1960-an. Di
samping mengumpulkan berita tentang Indonesia, mereka membina
hubungan dengan para pendengar siaran Indonesianya, kini 9 jam
sehari. Terletak di lantai 13 Wisma Metropolitan, Jakarta,
kantor ABC yang per tahun sewanya US$ 20.000 itu punya ruangan
khusus untuk merekam suara, yang lewat saluran telepon cepat
sampai ke Sydney atau Melbourne. Menurut Beutler, tiap bulan
kantornya menerima 20.000 surat dari pendengar Indonesia.
Penolakan perpanjangan izin tinggal Reutler ternyata menimbulkan
reaksi keras di Australia, terutama dari pihak pers yang sejak
lama telah bersikap tidak bersahabat dengan pemerintah
Indonesia. Menlu Australia Andrew Peacock sendiri dalam
pertemuan para Menlu ASEAN di Kualalumpur pekan lalu telah
menyampaikan pernyataan protes pribadi atas sikap pemerintah
Indonesia.
Mendongkol
Sampai kapan kantor ABC di Jakarta akan dibiarkan kosong? "Kalau
ABC akan mengajukan orang baru, pemerintah akan
mempertimbangkan," jawab Sukarno. Tapi nampaknya ABC masih
mendongkol. "Tanpa jaminan, bagaimana kami bisa melakukan itu?
Kami ingin jaminan, dengan syarat apa kami bisa bekerja di sini.
Jika orang yang mengganti itu bisa diusir pergi setelah beberapa
bulan saja, itu akan membuang duit saja," kata Peter
Hollinshead, manajer ABC untuk Asia kepada TEMPO.
Hollinshead pekan lalu muncul di Jakarta. Tak diperpanjangnya
visa anak buahnya di sini rupanya begitu serius baginya. Tapi
beberapa pejabat tak setuju dengan kata-kata "diusir". Sebab,
kata seorang pejabat Deppen, "Beutler itu kami biarkan tinggal
di Jakarta sampai visanya habis."
Diusir atau bukan, seorang perwira tinggi yang berurusan dengan
keamanan beranggapan siaran-siaran yang dilansir ABC belakangan
ini sudah merupakan "tindakan yang tidak bersahabat." Menurut
pejabat itu, ABC boleh saja menyiarkan ke mana pun, termasuk ke
Indonesia, sepanjang itu dalam bahasa Inggris. "Tapi kalau
siaran itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan
sengaja untuk disiarkan agar ditangkap para pendengarnya di
berbagai pelosok negeri ini, terus terang kami keberatan,"
katanya. "Itu sama saja dengan suara radio Beijing yang
menjelek-jelekan kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini