Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ramai-Ramai Sekitar Ilusi

Wawancara tempo dengan e.z. muttaqien mengenai masalah kecurigaan akan masih adanya niat atau gagasan untuk mendirikan negara islam di indonesia. (nas)

2 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

E.Z. Muttaqien, Ketua Majelis Ulama Indonesia Istilah negara Islam sebenarnya bukan istilah akidah, tapi politik. Bagi umat Islam sendiri, negara Islam secara politis ini tidaklah penting. Yang penting adalah bagaimana bisa sebanyak mungkin melaksanakan ajaran Islam dalam hidupnya, baik secara pribadi maupun dalam masyarakat. Sekarang ini saya merasakan ajaran Islam ini sudah mulai dilaksanakan secara berangsur-angsur. Umpamanya gubernur mengeluarkan peraturan pelaksanaan mengenai zakat fitrah dan pemerintah pusat melarang segala bentuk perjudian. ltu kan artinya pelaksanaan ajaran Islam. Bahkan menurut saya, seluruh pembangunan yang berazaskan ridho Allah itu pembangunan Islam namanya. Jadi menurut saya, kita jangan terus-terusan melibatkan diri pada istilah negara Islam itu. Dan saya pikir demikian juga yang dikehendaki oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Kecurigaan akan masih adanya niat untuk mendirikan negara Islam itu tetap ada karena secara sosiologis yang memimpin negara kita sekarang adalah mereka yang dulunya pernah terlibat dalam pertempuran dengan DI/TII. Jadi pantas kalau sekarang dalam hati mereka masih ada hal yang tersisa dari pengalaman lama itu. Tapi kecurigaan itu mungkin juga muncul karena upaya kaum komunis untuk memisahkan dua kekuatan terpokok di Indonesia ini: ABRI dan Islam. Caranya dengan menumbuhkan rasa saling mencurigai, dan yang paling mudah adalah dengan menghembuskan "isu" negara Islam itu. Padahal bagi republik ini, ABRI dan Islam bagaikan hutan dan harimaunya. Kalau saja harimaunya keluar dari hutan, keduanya akan mati harimaunya ditembak dan hutannya dibabat orang. Begitu juga kalau umat Islam berpisah dengan ABRI, saya kira republik ini akan kehilangan tulang punggung. Saya ingin menghimbau agar kecurigaan itu dihilangkan saja. Sebab kalau tidak, saya khawatir nantinya seperti seorang istri yang terus menerus mencurigai suaminya kawin lagi. Padahal tidak. Karena tidak tahan dicurigai terus, sang suami akhirnya ya kawin lagi saja. Saya khawatir, munculnya berbagai kelompok kecil yang ekstrim itu karena tidak tahan terhadap kecurigaan yang dilontarkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus