Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan rilis Organized Crime and Corruption Reporting Project atau OCCRP tentang tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 jadi momen uji nyali Presiden Prabowo Subianto untuk berantas korupsi. Pada rilis tersebut, Presiden RI ketujuh RI Joko Widodo atau Jokowi menjadi salah satu finalisnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rilis OCCRP ini merupakan batu uji sejauh apa pak Prabowo mengimplementasikan janji mengejar para koruptor sampai ke Antartika,” kata Ray dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 2 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo sudah berulang kali mengungkapkan komitmennya untuk memberantas korupsi dan memberikan efek jera kepada para koruptor. Ucapan tentang mengejar koruptor sampai ke Antartika pernah ia lontarkan sebelum resmi dilantik menjadi Presiden.
Dia menyatakan siap mengejar koruptor hingga ke wilayah paling terpencil di dunia demi menegakkan keadilan dan memastikan tidak ada tempat aman bagi para koruptor di Indonesia.
"Kalaupun dia (koruptor) lari ke Antartika, aku kirim pasukan khusus untuk nyari mereka di Antartika," kata Ketua Umum Partai Gerindra tersebut saat memberikan sambutan penutupan Rapat Pimpinan Nasional Partai Gerindra pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
Selain menyoroti Prabowo, Ray, juga berpendapat Jokowi seharusnya memiliki itikad untuk membuktikan ke publik bahwa survei OCCRP tidak tepat. Sebelumnya, Jokowi menanggapi rilis tersebut dengan meminta tuduhan korupsi dibuktikan. “Ya terkorup itu terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan saja," ujar Jokowi ketika ditemui awak media di kediamannya, Selasa lalu.
Mengenai respons Jokowi, Ray menilai perlu adanya pembuktikan terbalik. Hal itu, kata dia, senapas dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset, yang secara getol diperjuangkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang diketuai anak Jokowi yakni, Kaesang Pangarep.
“Lagi pula, Indonesia tidak memiliki kultur mendakwa mantan pejabat, lebih khusus mantan presiden, ke pengadilan karena dugaan tindak pidana yang ia lakukan semasa menjabat,” kata Ray.
Menurutnya, menyatakan agar dibuktikan saja, justru bisa jadi upaya keluar dari dugaan yang dilayangkan OCCRP. Sebab, Ray menilai rakyat Indonesia tidak memiliki tradisi dan kultur mengadili mantan presiden.