SUASANA tegang kini menyelubungi kompleks perumahan kredit BTN
Cimindi III di Desa Pasir Kaliki, Kabupaten Bandung. Patok-patok
merah yang siangnya dipasang petugas Bina Marga, dicabuti
penduduk pada malam harinya. Akhirnya, petugas memberi tanda
dengan cat merah di dinding 28 rumah di Situ.
Rumah itu tak lama lagi bakal digusur untuk pembangunan jalan
lintas Pasteur-Cimindi sepanjang 12 km -- yang akan menjadi
pintu masuk dari Bandung Utara ke jalan tol Padalarang-Cileunyi
yang panjangnya 38,5 km. Jalan tol yang kelak dikelola PT Jasa
Marga itu, sudah mulai dikerjakan awal bulan ini diharapkan akan
bisa mengatasi arus lalu lintas Bandung-Cimahi yang
"nauzubillah" padatnya.
Mengapa rumah BTN yang belum setahun selesai dibangun bisa kena
gusur? Salah perencanaannya? Ir. Michael Ginting, Dirut PT Eka
Bhakti yang membangun perumahan itu membantah. "Kami tak
membangun dengan sembrono. Semua surat izinnya lengkap,"
katanya. Ketika mulai membangun, April 1981, Michael sudah
mengantungi sertifikat tanah dari Agraria, izin bangunan dari
PU, setelah ada rekomendasi dari Badan Perencana Pembangunan
Kabupaten (Bapemka) Bandung. Malah karena daerah itu terhitung
kawasan Kota Administratif (Kotatif) Cimahi, izin prinsip dari
Walikotatif pun sudah lebih dulu dipegangnya.
Karena itu ketika pertengahan tahun lalu ada kabar proyeknya
akan terpotong oleh pembangunan jalan lintas itu, Mlchael
menganggapnya hanya cerita burung. "Kalau betul tentu izin saya
tak keluar," katanya.
Cerita Michael didukung Bupati Bandung, Letkol Sani Lupias
Abdulrachman, "PU kami mengeluarkan izin karena daerah itu tak
terkena rencana pembangunan jalan," katanya.
Rencana semula, menurut Sani, perumahan itu persis di tepi
jalan, tak jauh dari lapangan terbang Husein Sastranegara. Tak
heran, kalau lokasi ini cukup menggiurkan banyak peminat.
Kebanyakan penghuni rumah tipe T 70 dengan luas tanah 250 m2 itu
dosen, staf PT Nurtanio, dan anggota AIRI. "Kami ingin tenang
di sini," ujar Ir. Tjoetjak Moelyadi, dosen ITB yang rumahnya di
situ bakal tergusur. Impiannya itu kini buyar karena letak
rumahnya bakal ditubruk jalan. "Saya pun tak tahu kok jadinya
begitu? " keluh Bupati Sani.
Ternyata pihak Bina Marga menyalahkan Bupati Bandung dan
Walikotatif Cimahi. "Sejak tahun 1976 rencana pembangunan jalan
itu sudah diberitahukan pada mereka," kata Ir. Soelaiman
Soepardi. Menurut Kepala Proyek Peningkatan Jalan Wilayah III,
Ditjen Bina Marga itu, ketika itu memang belum diberikan posisi
yang pasti. Cuma dibikin tiga alternatif. Salah satunya: lokasi
yang dipilih sekarang merupakan pilihan yang ternyata disetujui
Pusat karena biayanya lebih murah: rumah penduduk yang harus
dibebaskan lebih sedikit cuma rumah-rumah BTN itu dan belasan
rumah penduduk kampung sekitarnya.
Kemudian awal 1981, sebelum rumah BTN itu berdiri, Bina Marga
sudah memberitahukan posisi persis lokasi jalan itu kepada Pemda
Bandung dan Kotatif Cimahi dalam suatu pertemuan yang juga
dihadiri Menmud Cosmas Batubara. Ketika itu Bina Marga baru
diberitahu rencana membangun 21 rumah BTN di lokasi jalan itu.
"Anehnya yang 21 itu sekarang beranak menjadi 28 rumah," kata
Soelaiman sambil tertawa. Tapi apa pun alasannya, 28 rumah itu
harus digusur. "Semuanya sudah kami laporkan ke Pusat," katanya.
Pihak kontraktor tentu saja tak mau rugi. Mereka lepas tangan --
dengan dalih semua rumah itu tahun lalu sudah diserahkan ke BTN.
"Sekarang semuanya urusan BTN," ujar Ginting.
BTN ternyata juga berkelit. Kredit Rp 7,2 juta per persil dengan
masa cicil 15 tahun itu, setiap bulan dipotong dari gaji para
dosen atau pemilik rumah lainnya dengan jaminan: rumah, tanah,
berikut sertifikatnya. Kalau semua jaminan itu nanti ditubruk
jalan Bina Marga "tetap saja debitur wajib membayar utangnya,"
kata Soekarno, Kepala Bagian Kredit BTN (Bank Tabungan Negara)
Cabang Bandung kepada TEMPO.
Yang bingung tentu saja para pemilik rumah. "Surat-surat kami
lengkap. Mestinya rumah BTN kan aman. kok sekarang jadinya
begini?" keluh Tjoetjak seperti putus asa. Pagar rumahnya itu
baru selesai 2 minggu lalu, malah catnya pun belum begitu
kering, seperti banyak rumah-rumah lainnya di kompleks itu.
Kegiatan menembok pagar atau mengecat rumah yang sebelumnya
begitu sibuk di sana, kini terhenti. Suasana begitu muram.
Yang bisa dibikin 28 penghuninya cuma mengirim surat protes ke
berbagai instansi tingkat Pusat dan Daerah. Hasilnya belum
tampak. Bagaimanapun juga, menurut Soelalman Soepardi,
pertengahan tahun ini daerah itu sudah harus bersih.
Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat Cosmas Batubara menjanjikan
akan meneliti masalah ini. Menurut Cosmas, masalah ini hanya
masalah kekurangcermatan saja. "Perlu dicek dulu di mana
ketidaksinkronannya, " ujarnya Senin lalu. Antara lain: apakah
waktu itu ada sesuatu yang tidak beres dalam pemberian izin-izin
itu. Keputusan apa yang akan diambil? "Akan dilihat mana yang
lebih meringankan pada keseluruhan bangsa," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini