Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rumah kredit yang kena patok

28 rumah kredit BTN Cimindi III di desa pasir kaliki, kab. Bandung, akan digusur untuk pembangunan jalan lintas pasteuh-cimindi yang dikelola PT Jasa Marga. (nas)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA tegang kini menyelubungi kompleks perumahan kredit BTN Cimindi III di Desa Pasir Kaliki, Kabupaten Bandung. Patok-patok merah yang siangnya dipasang petugas Bina Marga, dicabuti penduduk pada malam harinya. Akhirnya, petugas memberi tanda dengan cat merah di dinding 28 rumah di Situ. Rumah itu tak lama lagi bakal digusur untuk pembangunan jalan lintas Pasteur-Cimindi sepanjang 12 km -- yang akan menjadi pintu masuk dari Bandung Utara ke jalan tol Padalarang-Cileunyi yang panjangnya 38,5 km. Jalan tol yang kelak dikelola PT Jasa Marga itu, sudah mulai dikerjakan awal bulan ini diharapkan akan bisa mengatasi arus lalu lintas Bandung-Cimahi yang "nauzubillah" padatnya. Mengapa rumah BTN yang belum setahun selesai dibangun bisa kena gusur? Salah perencanaannya? Ir. Michael Ginting, Dirut PT Eka Bhakti yang membangun perumahan itu membantah. "Kami tak membangun dengan sembrono. Semua surat izinnya lengkap," katanya. Ketika mulai membangun, April 1981, Michael sudah mengantungi sertifikat tanah dari Agraria, izin bangunan dari PU, setelah ada rekomendasi dari Badan Perencana Pembangunan Kabupaten (Bapemka) Bandung. Malah karena daerah itu terhitung kawasan Kota Administratif (Kotatif) Cimahi, izin prinsip dari Walikotatif pun sudah lebih dulu dipegangnya. Karena itu ketika pertengahan tahun lalu ada kabar proyeknya akan terpotong oleh pembangunan jalan lintas itu, Mlchael menganggapnya hanya cerita burung. "Kalau betul tentu izin saya tak keluar," katanya. Cerita Michael didukung Bupati Bandung, Letkol Sani Lupias Abdulrachman, "PU kami mengeluarkan izin karena daerah itu tak terkena rencana pembangunan jalan," katanya. Rencana semula, menurut Sani, perumahan itu persis di tepi jalan, tak jauh dari lapangan terbang Husein Sastranegara. Tak heran, kalau lokasi ini cukup menggiurkan banyak peminat. Kebanyakan penghuni rumah tipe T 70 dengan luas tanah 250 m2 itu dosen, staf PT Nurtanio, dan anggota AIRI. "Kami ingin tenang di sini," ujar Ir. Tjoetjak Moelyadi, dosen ITB yang rumahnya di situ bakal tergusur. Impiannya itu kini buyar karena letak rumahnya bakal ditubruk jalan. "Saya pun tak tahu kok jadinya begitu? " keluh Bupati Sani. Ternyata pihak Bina Marga menyalahkan Bupati Bandung dan Walikotatif Cimahi. "Sejak tahun 1976 rencana pembangunan jalan itu sudah diberitahukan pada mereka," kata Ir. Soelaiman Soepardi. Menurut Kepala Proyek Peningkatan Jalan Wilayah III, Ditjen Bina Marga itu, ketika itu memang belum diberikan posisi yang pasti. Cuma dibikin tiga alternatif. Salah satunya: lokasi yang dipilih sekarang merupakan pilihan yang ternyata disetujui Pusat karena biayanya lebih murah: rumah penduduk yang harus dibebaskan lebih sedikit cuma rumah-rumah BTN itu dan belasan rumah penduduk kampung sekitarnya. Kemudian awal 1981, sebelum rumah BTN itu berdiri, Bina Marga sudah memberitahukan posisi persis lokasi jalan itu kepada Pemda Bandung dan Kotatif Cimahi dalam suatu pertemuan yang juga dihadiri Menmud Cosmas Batubara. Ketika itu Bina Marga baru diberitahu rencana membangun 21 rumah BTN di lokasi jalan itu. "Anehnya yang 21 itu sekarang beranak menjadi 28 rumah," kata Soelaiman sambil tertawa. Tapi apa pun alasannya, 28 rumah itu harus digusur. "Semuanya sudah kami laporkan ke Pusat," katanya. Pihak kontraktor tentu saja tak mau rugi. Mereka lepas tangan -- dengan dalih semua rumah itu tahun lalu sudah diserahkan ke BTN. "Sekarang semuanya urusan BTN," ujar Ginting. BTN ternyata juga berkelit. Kredit Rp 7,2 juta per persil dengan masa cicil 15 tahun itu, setiap bulan dipotong dari gaji para dosen atau pemilik rumah lainnya dengan jaminan: rumah, tanah, berikut sertifikatnya. Kalau semua jaminan itu nanti ditubruk jalan Bina Marga "tetap saja debitur wajib membayar utangnya," kata Soekarno, Kepala Bagian Kredit BTN (Bank Tabungan Negara) Cabang Bandung kepada TEMPO. Yang bingung tentu saja para pemilik rumah. "Surat-surat kami lengkap. Mestinya rumah BTN kan aman. kok sekarang jadinya begini?" keluh Tjoetjak seperti putus asa. Pagar rumahnya itu baru selesai 2 minggu lalu, malah catnya pun belum begitu kering, seperti banyak rumah-rumah lainnya di kompleks itu. Kegiatan menembok pagar atau mengecat rumah yang sebelumnya begitu sibuk di sana, kini terhenti. Suasana begitu muram. Yang bisa dibikin 28 penghuninya cuma mengirim surat protes ke berbagai instansi tingkat Pusat dan Daerah. Hasilnya belum tampak. Bagaimanapun juga, menurut Soelalman Soepardi, pertengahan tahun ini daerah itu sudah harus bersih. Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat Cosmas Batubara menjanjikan akan meneliti masalah ini. Menurut Cosmas, masalah ini hanya masalah kekurangcermatan saja. "Perlu dicek dulu di mana ketidaksinkronannya, " ujarnya Senin lalu. Antara lain: apakah waktu itu ada sesuatu yang tidak beres dalam pemberian izin-izin itu. Keputusan apa yang akan diambil? "Akan dilihat mana yang lebih meringankan pada keseluruhan bangsa," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus