Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sekali ini tanpa voting

Badan pekerja MPR menyelesaikan tugasnya tanpa voting, hasil kerja yang berupa 8 rantap dan sebuah rantus, diserahkan kepada ketua MPR. (nas)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK pertanda menunjukkan Sidang Umum MPR Maret nanti nampaknya akan berjalan lancar. Menteri Penerangan Ali Moertopo pekan lalu menilai suhu politik menjelang SU MPR, "baik, tenang dan aman." Salah satu ukuran yang dipakai Menpen adalah pembicaraan dalam Badan Pekerja MPR yang ia nilai berjalan baik. Badan Pekerja MPR memang telah merarnpungkan tugasnya. Dalam suatu upacara di lobby Grahakarana MPR/DPR Sabtu pagi lalu, Pimpinan BP MPR Soenandar Prijosoedarmo menyerahkan hasil kerja BP kepada Ketua MPR Amirmachmud. Hasil itu berupa 8 Rantap (Rancangan Ketetapan) dan sebuah Rantus (Rancangan Keputusan). Delapan Rantap yang akan dijadikan bahan utama pembahasan SU MPR 1-11 Maret 1983 nanti adalah mengenai Pengangkatan Presiden, Pengangkatan Wakil Presiden, Pertanggungjawaban Presiden RI Soeharto selaku Mandataris MPR, serta pengukuhan pemberian penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Indonesia, Peraturan Tata Tertib MPR dan Referendum. Selanjutnya Rantap mengenai pemilu dan mengenai pelimpahan tugas dan wewenang kepada Presiden/Mandataris MPR untuk berhasilnya dan pengamanan pembangunan nasional. Sedang satu-satunya Rantus adalah mengenai jadwal kegiatan MPR dalam SU MPR nanti. Semua Rantap dan Rantus ini akan dicetak, dan pada 10 Februari akan dikirimkan pada seluruh anggota MPR . "Dengan demikian diharapkan Rancangan Ketetapan dan Rancangan Keputusan tersebut dapat sampai di tangan para anggota majelis pada 14 Februari 1983, yaitu 14 hari sebelum sidang umum dimulai," ujar Amirmachmud pekan lalu. Semua pihak mengakui: BP MPR telah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan lancar, tanpa menggunakan voting seperti yang pernah terjadi di tahun 1973 dan SU MPR 1978. Menurut. Ketua BP Soenandar, ini berkat "kesadaran, rasa tanggung jawab, toleransi yang tinggi, saling pengertian, dan kcsediaan berkorban" dari semua fraksi, "tanpa tekanan dari mana pun." "Pembahasan sekarang lebih rasional dan proporsional. Dahulu, pada 1973 dan 1978, lebih merupakan pengajuan daftar keinginan masing-masing," kata David Napitupulu, Wakil Ketua F-KP. "Semua pihak berusaha menumpulkan potensi-potensi konflik," tambah Sekretaris F-KP Sarwono Kusumaatmadja. Menurut Sarwono, apa yang semula dibayangkan akan menjadi konflik, seperti masalah agama dan asas Pancasila, ternyata bisa diselesaikan secara lancar. H.M. Dharif Nasution, Wakil Ketua BP MPR dari F-PP, mengakui dalam sidang BP memang terjadi saling memberi dan menerima. "Tapi dibilang lancar, ya tak lancar benar. Itu relatif," ujarnya, "sebab ada juga masalah yang dibahas sampai berminggu-minggu. " Contohnya: Rantap tentang pemilu. Ada yang menganggap mulusnya pembicaraan dalam BP MPR karena sudah tidak adanya lagi toko-tokoh "keras" di MPR sekarang ini. Namun M.S. Situmorang, lietua Panitia Ad Hoc II BP MPR yang berasal dari F-ABRI berpendapat, "Bukan soal ada orang yang keras dan lunak, tapi karena kesadaran bernegara sekarang sudah lebih meningkat." Semua pihak nampaknya setuju untuk menghindari kemungkinan terjadinya voting kali ini. Karena itulah agaknya beberapa masalah yang dianggap gawat sengaja ditunda pembahasannya, dan yang disetujui hanyalah asas dasarnya saja. Misalnya masalah asas dasar Pancasila, pemilu, dan prinsip massa mengambang. Mengenai asas Pancasila, pihak PPP menerimanya. Tapi secara eksplisit dalam sidang BP MPR parpol tersebut menolak asas keterbukaan. Artinya bahwa parpol terbuka bagi seluruh warganegara tanpa memandang suku, ras dan agamanya. Kabarnya PPP menghendaki agar masalah asas ini kelak dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan perubahan UU Parpol dan Golkar. Dalam sidang BP MPR, PPP konon juga menghendaki agar agama juga dijadikan modal dasar dalam penyusunan GBHN. Di samping itu juga agar agama diajarkan sejak mulai Taman Kanak-kanak. Kehendak ini akhirnya ditarik kembali setelah F-KP menyetujui masalah asas Pancasila dibicarakan lebih jauh dalam perubahan UU Parpol dan Golkar. Masalah lain yang ditunda adalah permintaan parpol agar pegawai negeri bebas menjadi anggota parpol dan bahwa parpol bisa bergerak sampai ke desa. Soal ini pun akan dibahas lebih mendalam kelak dalam pembicaraan untuk mengubah UU Parpol dan Golkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus