Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menyebutkan rencana pembentukan kawasan aglomerasi untuk menyinkronkan pembangunan dengan daerah sekitar. Pada bagian ketentuan umum RUU tersebut dijelaskan bahwa kawasan aglomerasi merupakan kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa kota dan kabupaten dengan kota induk, sekalipun berbeda dari sisi administrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota induk yang dimaksudkan adalah Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Sedangkan daerah yang masuk kawasan aglomerasi ini meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Pasal 55 RUU DKJ, disebutkan bahwa untuk mengoordinasikan tata ruang dan rencana Pembangunan kawasan aglomerasi akan dibentuk Dewan Kawasan Aglomerasi yang akan dipimpin oleh Wakil Presiden. Dengan demikian, Wakil Presiden akan memiliki fungsi strategis berupa mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang pada Kawasan Aglomerasi.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mempertanyakan ratio legis atau alasan lahirnya rancangan pasal dewan aglomerasi yang akan dipimpin wakil presiden. Dia menilai aturan itu rancu secara ketatanegaraan.
Status wakil presiden hanya pembantu presiden. Sedangkan kewenangan baru atas perencanaan Jakarta dan daerah sekitarnya akan memberikan kekuasaan kepada wakil presiden yang tak bisa dicampuri oleh presiden. "Itu sebabnya secara teori wakil presiden enggak punya kewenangan atributif yang diberikan oleh undang-undang. Ini akan merusak sistem presidensial," ujarnya seperti dikutip dari Koran Tempo.
Zainal menilai pasal tersebut sarat konflik kepentingan. Sebab, salah satu calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2024 adalah Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Merujuk pada Pasal 53 RUU DKJ, Dewan Kawasan Aglomerasi memiliki tugas menyusun rencana induk pembangunan kawasan aglomerasi yang mencakup beberapa program dan kegiatan. Beberapa di antaranya transportasi, pengelolaan sampah, penanggulangan banjir, infrastruktur wilayah, energi, dan kesehatan.
Pasal tentang kawasan aglomerasi ini menjadi salah satu poin penting RUU yang telah disetujui menjadi usulan inisiatif DPR RI pada Selasa, 5 Desember 2023. Ketentuan tentang kawasan aglomerasi itu termuat pada Bab IX dari Pasal 51 hingga Pasal 60.
“Sinkronisasi pembangunan dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan pembangunan kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan Kawasan Aglomerasi,” demikian bunyi Pasal 51 ayat (3).
Sinkronisasi dilakukan dengan menyusun dokumen rencana tata ruang yang menjamin keselarasan pembangunan dan pelayanan di kawasan aglomerasi. Dalam Pasal 53 dijelaskan dokumen itu dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi.
Penyusunan dokumen ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; serta kebijakan strategis pemerintah pusat dan Jakarta sebagai Kota Global.
Program dan kegiatan yang disinkronkan mencakup transportasi; pengelolaan sampah; pengelolaan lingkungan hidup; penanggulangan banjir; pengelolaan air minum; pengelolaan B-3 dan limbah B-3; infrastruktur wilayah; penataan ruang; energi; kesehatan; dan kependudukan.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen rencana induk diatur dengan Peraturan Presiden,” tulis Pasal 53 ayat (7) RUU DKJ.
HATTA MUARABAGJA I MUTIA YUANTISYA I KORAN TEMPO