Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sebuah bangsa lahir tanpa tanggal

Sebuah bangsa lahir bisa karena kebetulan. indonesia lahir atas dasar kemauan kebangsaan yang terarah dan tak sia-sia. kemerdekaan seakan-akan sebuah suratan nasib.

22 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH bangsa lahir tanpa tanggal. Sebuah bangsa lahir mengarungi sejarah yang majemuk dan panjang. Proses itu tak seluruhnya diatur oleh sebuah program. Orang bahkan bisa mengatakan bahwa sebuah bangsa lahir karena kebetulan. Tapi-tiap 17 Agustus kita mendengar anak-anak menyanyi, tentang tanah air ini, yang mereka cintai dan tak akan mereka lupakan, tentang bendera yang berkibar gagah perwira di atasnya, tentang sebidang bumi yang suci dan angkasa yang kudus dan laut yang tak putus-putusnya. Dari mana semua itu datang? Bukan dari rencana kita. Pada suatu saat, sebuah nusantara yang merangkum 17.000 pulau dikuasai oleh sebuah kekuasaan kolonial. Pada suatu saat yang lain, kekuasaan itu runtuh, dan sejumlah besar manusia yang berada di kepulauan itu memilih jadi satu. Dengan susah payah, memang, tapi mereka -- atau para pemimpin mereka -- memutuskan untuk tak berpisahpisah, seraya membatasi kesatuan itu dengan garis geografis tertentu. Bukan karena satu ras, bukan karena sama seagama, bukan karena satu logat. Kemauan untuk itu -- sebuah kemauan kebangsaan -- pada dasarnya adalah kehendak untuk memberi makna kepada sllatu koinsidensi sejumlah orang, dalam pelbagai corak, dipertemukan dalam wilayah dan sejarah yang sama, dan mereka ingin agar hal yang "kebetulan" itu merupakan sesuatu yang terarah, sesuatu yang tak sia-sia. Demikianlah, kita yang ketemu di jalan dalam proses sejarah ini kemudian menjadikan pertemuan itu seakan-akan sebuah suratan nasib. Lalu kita pun bercerita tentang Indonesia yang hadir satu berabad-abad yang lalu dan Indonesia yang akan hadir utuh sampai akhir zaman. Seorang penulis mengatakan, semua itu terjadi lantaran daya magis nasionalisme: sebuah bangsa lahir karena usaha kita memberi makna bagi buah sejarah yang jatuh ke dalam kebun pengalaman kita. Ada orang yang mengatakan -- dengan nada sedih dan kasihan -- bahwa seandainya Indonesia belum pernah ada, tak ada seorang pun yang akan berniat menciptakannya. Tapi Indonesia ada. Ia ada karena berjuta-juta orang -- selama puluhan tahun -- memberikan arti kepadanya. Ia ada karena ia telah memberikan arti tertentu kepada mereka. Sebuah tanah air, sebab itu, bukan lagi sekadar sebuah peta bumi. Sebuah tanah air adalah sebuah belahan diri -- sebuah bekas dari masa lalu dan sebuah harapan akan masa datang. Tak mengherankan bila anak-anak menyanyi, tentang sebuah negeri, sebuah tanah air, di mana mereka berdiri, menjaga, dan mencintai. Nafkah atau permainankah yang membawa mereka ke kedalaman ini? Barangkali pertanyaan itu tidak perlu. Dari air dan pasir dan tepian itu mereka diseret ke masa depan: ke sebuah Indonesia yang mungkin tak mereka bayangkan. Ada yang datang, ada yang terbuang -- tapi tiba-tiba ditemukan lagi arti dan fungsinya yang lain. Karena itu, di dalam kemiskinan itu sebenarnya tidak ada yang terbuang: mereka hanya disia-siakan. Setiap bangsa bisa lahir kembali: bukan karena yang usang dipoles sekali lagi, tetapi karena penciptaan yang sering berlangsung dengan langkah-langkah kecil dan perbuatan-perbuatan sederhana. Hampir setiap kerja menambahkan umur Republik, dan membikin besar sebuah konstruksi harapan. Hampir setiap hasil jerih payah menumbuhkan ikatan, yang tak selamanya disadari kepada tempat ini. Setinggi-tinggi terbang impian kita, akhirnya kembali ke sarangnya. Sarang itu tidak megah, tetapi sebuah sarang bukanlah sebuah sangkar. Ia hasil kita sendiri, dan ia tidak mengungkung kita. Ia membuat kita betah di dalamnya. Tanah air, kita tahu, tidak disiapkan hanya oleh satu generasi. Orang-orang tua bisa bercerita tentang cita-cita dan pergulatan mereka, tapi bagaimana mungkin sebuah generasi hidup hanya untuk cita-citanya sendiri?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus