Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sederet Pendapat Soal Tingginya Angka Golput pada Pilkada Jakarta 2024

Sejumlah pihak berpendapat tingginya angka golput pada Pilkada Jakarta 2024 mengisyaratkan adanya kejenuhan masyarakat terhadap kontestasi politik.

11 Desember 2024 | 12.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi golput. Rnib.org.uk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISI Pemilihan Umum DKI Jakarta mencatat jumlah partisipasi pemilih Pilkada Jakarta 2024 hanya sekitar 4,3 juta suara, sementara jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 8,2 juta. Artinya, partisipasi pemilih berada di angka 53,05 persen, sementara sisanya tidak memilih alias golput.

Persentase warga yang memilih pada Pilkada Jakarta tahun ini merosot dibandingkan dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Berdasarkan catatan KPU Jakarta, pada Pilkada 2007 dan 2012, partisipasi pemilih mencapai sekitar 65 persen. Sedangkan Pilkada 2017 jumlahnya meningkat lebih dari 70 persen.

Sejumlah pihak berpendapat tingginya angka golput pada Pilkada Jakarta 2024 mengisyaratkan adanya kejenuhan masyarakat terhadap kontestasi politik. Apalagi, pilkada digelar dalam tahun yang sama dengan penyelenggaraan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif.

Wamendagri Bima Arya Sugiarto: Hasil Pilgub Jakarta Tetap Sah Meski Angka Golput Tinggi

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan hasil Pilgub Jakarta 2024 tetap sah meskipun tingkat partisipasi pemilih jeblok. Berdasarkan catatan KPU Jakarta, tingkat golput dalam Pilgub Jakarta sekitar 42 persen.

“Ya, tetap saja itu valid, legitimasi berikutnya adalah legitimasi dalam hal kinerja pemerintahan,” kata Bima setelah rapat kerja bersama Komite I DPD RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2024.

Bima mengatakan banyak pemimpin yang tetap bisa membangun legitimasi di pemerintahannya meskipun terpilih dengan suara yang tipis. Asalkan, harus memiliki kinerja yang baik. Bagaimanapun, kata dia, pemungutan suara pilkada sudah berlalu. “Babak ini sudah dilewati, walaupun tingkat partisipasi politiknya di beberapa titik rendah,” ujarnya.

Menurut Bima, saat ini publik menunggu para kepala daerah terpilih untuk menunjukkan legitimasi melalui kinerjanya. Hal inilah yang disebut Bima akan diawasi bersama. “Itu akan kita awasi bersama-sama dengan pemerintah,” kata dia.

Peneliti TII Felia Primaresti: Ada Masalah Lebih Mendasar yang Perlu Diatasi Politikus

Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Felia Primaresti, menuturkan fenomena tingginya angka golput pada Pilkada Jakarta 2024 perlu evaluasi dan introspeksi dari para pihak berkepentingan.

Alih-alih saling tuduh, kata dia, seharusnya masing-masing pihak mengevaluasi dan introspeksi diri apa saja yang menyebabkan angka partisipasi pada Pilkada Jakarta turun.

“Jika evaluasi dan introspeksi tidak dilakukan dengan tindak lanjut yang nyata, hal ini berpotensi membuat kepercayaan masyarakat terhadap proses politik semakin menurun,” kata Felia dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 9 Desember 2024.

Felia mengatakan tingginya angka golput pada Pilkada Jakarta 2024 mengisyaratkan adanya kejenuhan masyarakat terhadap kontestasi politik. Apalagi, pilkada digelar dalam tahun yang sama dengan penyelenggaraan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif.

“Angka golput kita tinggi sekali dan dalam konteks Jakarta, saya rasa hal ini lebih dari sekadar malas pergi ke TPS. Ada masalah yang lebih mendasar yang perlu diatasi oleh para politisi,” tuturnya.

Dia juga menyoroti narasi saling tuduh kecurangan yang dilontarkan antarkubu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, serta mempertanyakan bentuk konkret klaim kecurangan dimaksud. Menurut dia, klaim kecurangan harus dibuktikan para pasangan calon lewat jalur hukum dengan melibatkan pihak penyelenggara pilkada, penegak hukum, serta saksi.

“Pasangan calon mana pun harus siap melakukan pembuktian jika menghadapi tuduhan kecurangan, jadi bukan hanya menggugat. Semua ini pada akhirnya justru memperlihatkan kembali bahwa evaluasi mendalam sangat dibutuhkan untuk mengatasi polemik dalam tahapan penyelenggaraan pilkada,” kata Felia.

Dia menekankan pentingnya semua pihak menempatkan kepentingan masyarakat, membangun kembali kepercayaan publik terhadap proses politik, dan memperbaiki partisipasi masyarakat lebih penting daripada terjebak dalam konflik berlarut.

Peneliti Perludem Asep Hasan Sadikin: Calonnya Tak Sesuai Aspirasi Masyarakat

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Asep Hasan Sadikin, menilai tingginya angka golput pada Pilkada Jakarta disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara aspirasi masyarakat dengan calon yang diusung partai politik. 

Menurut Asep, beberapa lembaga survei sebelumnya telah merilis hasil survei tokoh-tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi di Jakarta. Dua nama yang mendapat angka elektabilitas tinggi, kata Asep, adalah Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dalam survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada 25 Juli 2024, misalnya, Anies menempati posisi pertama dengan elektabilitas sebesar 39,7 persen. Kemudian Ahok menempati posisi kedua dengan 23,8 persen dan Ridwan Kamil sebesar 13,1 persen. 

Namun, kata Asep, tidak ada partai politik yang mengusung Anies maupun Ahok. “Jadi calon-calon yang ada sekarang itu lebih kepada keinginannya elit (partai),” ucap Asep ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 29 November 2024. 

Faktor lain, Asep menilai jadwal pilkada yang berdekatan dengan pemilu nasional membuat warga jenuh. Namun, dia mengatakan fenomena ini berlaku di semua daerah sehingga tidak terbatas di Jakarta saja.

Ketua Divisi Teknis KPU DKI Doddy Wijaya: Kami akan Melakukan Evaluasi Lebih Lanjut

Adapun KPU DKI Jakarta akan menggandeng berbagai pihak untuk mengevaluasi rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Jakarta 2024. Ketua Divisi Teknis KPU Jakarta Doddy Wijaya mengatakan, untuk mengetahui penyebab partisipasi rendah di Pilkada Jakarta, perlu adanya kajian lebih dalam. Untuk itu, perlu dilakukan kolaborasi dengan berbagai pihak.

“Kami akan melakukan evaluasi lebih lanjut ya. Kami akan melakukan riset, melakukan kajian. Mungkin kami bisa mengundang lembaga yang kredibel atau kampus untuk meneliti voting behavior atau perilaku memilih,” kata Doddy di Jakarta pada Ahad, 8 Desember 2024.

Doddy mengatakan masih menunggu hasil kajian untuk menjawab pertanyaan terkait hal tersebut. Tujuannya, agar hasil yang didapat objektif dan tidak berandai-andai.

Anastasya Lavenia Y, Annisa Febiola, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Prabowo Ingatkan Setiap Rupiah Uang Rakyat Harus Digunakan untuk Kepentingan Rakyat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus