DIAM-diam, suatu pertikaian perbatasan kini tengah berlangsung
antara provinsi Sumatera Barat dan Jambi. Yang diperebutkan:
Leter W. Jangan salah sangka. Sungguh, ini bukan huruf, tapi
nama sebuah desa di perbatasan kedua provinsi itu.
Konon, nama aneh ini berasal dari waterval (air terjun)
setinggi 25 meter yang terdapat di sana. Kabarnya, penduduk
setempat menyingkat istilah Belanda ini menjadi Leter W. Oleh
penduduk Solok (Sumatera Barat) sendiri, air terjun yang
mengembun ini disebut lembah mangirai, sedangkan warga Kerinci
(Jambi) menyebutnya telung berasap.
Desa berpenduduk sekitar 1.200 orang ini tergolong sepi. Namun,
ada empat warung di pinggir jalan yang menandakan bahwa di
kawasan itu ada desa. Rumah penduduk terpencar-pencar, di
ladang-ladang yang diliputi hutan belukar. Tidak ada pasar atau
sekolah di desa ini. Penduduk berbelanja di desa tetangga. Para
murid SD pun pergi ke desa tetangga, untuk belajar. Daerah
dingin berhutan lebat ini subur serta banyak menghasilkan kopi,
kentang, dan bawang.
Sudah menjadi tradisi penduduk sekeliling kawasan itu untuk
bertamasya di air terjun pada hari raya. Begitu pula pada hari
raya Idul Adha pertengahan Juli lalu itu. Pengunjung yang
berdarmawisata ke air terjun ramai sekali walau, untuk itu,
mereka diharuskan membeli karcis masuk.
Pertengkaran timbul tatkala Firdaus, penduduk asal desa
Palompek, Kerinci, yang membuka ladang di Leter W, diharuskan
juga membeli karcis. Merasa sebagai penduduk setempat, ia
menolak. Timbul perkelahian dengan Bustami, si penjual karcis.
Seorang polisi yang bertugas kemudian berhasil mendamaikan
mereka.
Namun, sorenya muncul Arifin alias Leong yang membawa serta
ratusan pemuda. Mereka mencari Bustami, yang tak ditemukan.
Sambil berteriak-teriak, mereka merusakkan kantor kepala desa
serta beberapa rumah dan bangunan di pinggir jalan. Mereka bubar
setelah hari mulai gelap.
Esoknya, anggota kepolisian Kores 634 Kerinci dari Sungaipenuh
(Jambi) datang. Para pelaku diciduk untuk diperiksa. Hasilnya:
54 terdakwa. Berkas perkara mereka kini sudah dilimpahkan ke
Kejaksaan Negeri Sungaipenuh.
Pemerintah Daerah Tingkat II Solok menuntut agar pelaku
perusakan di Leter W dipcriksa dan diadili di daerah hukum
Solok. Menurut bupati Solok, H. Hasan Basri, desa itu termasuk
wilayahnya. "Saya tidak sembarangan. Saya punya bukti otentik
bahwa Leter W adalah daerah Solok," kata Hasan Basri. Ia
menunjuk peta topografi tahun 1907 yang dituangkan dalam
Staatblad 1910 Nomor 214 yang menjelaskan bahwa perbatasan
Sumatera Barat dan Jambi terletak pada kilometer 200,65 dari
Padang. Ketika Departemen Dalam Negeri menerapkan PP No. 5/1975
tentang pemerintahan desa, Leter W termasuk dalam wilayah hukum
Kabupaten Solok. Karena itulah pemerintah daerah Solok telah
mengangkat seorang kepala desa buat Leter W.
Kepolisian Kerinci menolak tuntutan itu. "Saya polisi. Soal
perbatasan bukan urusan saya. Itu urusan pemda," kata Mayor M.
Lanin Admar, komandan Resort 634 Kerinci di Sungaipenuh.
Sengketa perbatasan makin sengit tatkala tiba-tiba 23 November
lalu bupati Kerinci, Awaluddin, melantik Arifin alias Leong,
pemimpin "penyerbuan" ke Leter W, menjadi kepala desa Telung
Berasap. Ajaibnya, yang disebut Desa Telung Berasap ini
ternyata, ya, Leter W. "Soal perbatasan itu urusan Mendagri.
Pokoknya, Desa Telung Berasap masuk wilayah Jambi," kata
Sekwilda Tingkat II Kerinci, Ruslan Bahaudin. Pelantikan ini,
katanya, telah berdasarkan persetujuan Mendagri.
Belum jelas mengapa satu desa bisa mendapat dua nama dan dua
kepala desa. Banyak yang mellduga, ini cuma kekeliruan
administrasi yang bermula dari pengusulan nama yang berbeda ke
Depdagri. Pemerintah daerah Solok mengusulkan dengan nama Leter
W, sedangkan pemerintah Kerinci dengm nama Telung Berasap.
Penduduk Leter W, tampaknya, tak tahu menahu tentang nama baru
Telung Berasap bagi desa mereka. Selama ini, untuk berbagai
urusan surat-menyurat, mereka selalu berurusan dengan kepala
desa Leter W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini