Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA puluh "tamu" pada dinihari Selasa pekan lalu membuat Ratu Atut Chosiyah mengungsi ke rumah bibinya, Munirah. Mereka adalah investigator Komisi Pemberantasan Korupsi yang datang ke rumah Gubernur Banten itu di Jalan Bhayangkara Nomor 51, Cipocok, Serang. Berbekal surat penggeledahan, mereka mengubek-ubek seisi rumah selama empat jam dan pulang mengangkut dokumen dalam dua koper plus dua kardus.
Beberapa jam setelah penggeledahan, Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan Atut sebagai tersangka kasus penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Atut menyusul adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dan pengacara Susi Tur Andayani, yang lebih dulu dijadikan tersangka penyuapan Akil. Ketiganya diduga berusaha memenangkan calon mereka, Amir Hamzah, dalam sengketa pemilihan Bupati Lebak yang ditangani Mahkamah Konstitusi. Abraham juga mengatakan Atut dibidik dalam korupsi proyek alat kesehatan di Banten.
Sejak Selasa dinihari itu, Atut tak pulang lagi ke rumahnya. Di rumah bibinya, ia dikelilingi kerabatnya. Pada Rabu malam pekan lalu, seorang anggota keluarga besar itu melihat Ratu Tatu Chasanah, adik Atut, datang. Ada juga Lilis Karyawati Hasan, adik tiri Atut. Tapi ia tak melihat anak Atut, Andhika Hazrumy, dan istrinya, Ade Rossi Khoerunnisa. Jumat pekan lalu, setelah diperiksa penyidik sekitar tujuh jam, Atut ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Tugas Atut sebagai gubernur pun terbengkalai. Atut batal melantik Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang terpilih pada Rabu pekan lalu. Ia pun tak menghadiri rapat paripurna pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten 2014. "Kondisi fisik dan psikologisnya tidak memungkinkan," ujar juru bicara Pemerintah Provinsi Banten, Siti Ma'ani Nina, Kamis pekan lalu.
Tanda-tanda Atut bakal jadi tersangka sudah bisa ditebak sejak awal. Begitu Chaeri diringkus KPK pada 2 Oktober lalu, mata penyidik tertuju kepada Atut. Sebelum penangkapan, Chaeri dan Atut bertemu dengan Akil Mochtar di Hotel JW Marriott Singapura pada 21 September sembari makan malam. Dalam pertemuan itu, mereka diduga mengatur putusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa hasil pemilihan Bupati Lebak.
Pekan itu, sidang sengketa hasil pemilihan kepala daerah Lebak sudah bergulir di Mahkamah. Pasangan Amir Hamzah-Kasmin menggugat kemenangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi dalam pemilihan pada 31 Agustus. Hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum Lebak menyatakan Iti-Ade meraup 407.156 suara dan Amir-Kasmin 226.440.
Lebak merupakan daerah yang tak dikuasai klan Atut. Keluarga besar Chasan Sochib, ayah Atut, telah menguasai empat dari delapan kabupaten atau kota di provinsi itu. Di Lebak bercokol keluarga MulÂyadi Jayabaya, bupati periode sebelumnya. Bermaksud meluaskan pengaruhnya sampai ke Lebak, Atut mensponsori Amir Hamzah-Kasmin. Partai Golkar, yang diketuai suami Atut, Hikmat Tomet—kini almarhum—jadi kendaraan pasangan tersebut.
Demikianlah pada 1 Oktober lalu Mahkamah mengabulkan gugatan Amir Hamzah-Kasmin, yang diwakili pengacara Susi Tur Andayani. Mahkamah memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh Lebak. Radar KPK berkedip. Terdengar kabar, Tubagus Chaeri Wardhana dan Susi Tur Andayani hendak mengirimkan "bingkisan" terima kasih untuk Akil.
Pada Rabu siang, sehari setelah Mahkamah membacakan putusan sela itu, Chaeri pulang dari Singapura. Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini pergi ke Negeri Singa sehari sebelumnya. Setiba di Jakarta, ia menemui Susi di Apartemen Aston Rasuna. Ia menyerahkan Rp 1 miliar kepada Susi. Hari itu juga uang bakal diserahkan lagi kepada Akil.
Rencana mendadak berubah. Sekitar pukul 15.00, Susi berangkat ke Lebak, bermaksud menemui Amir Hamzah-Kasmin. Tim KPK yang membuntuti segera menangkapnya. Malam itu, Chaeri dibekuk di rumahnya di Jalan Denpasar IV Nomor 35, Mega Kuningan, Jakarta Selatan. KPK menyita uang Rp 1 miliar yang disimpan Susi di rumah orang tuanya di kawasan Tebet, juga di Jakarta Selatan.
Di sinilah peran Atut kian kentara. Sebelum bertransaksi dengan Susi, Chaeri melapor kepada Atut. Ia diduga menyampaikan permintaan Akil. Atut setuju. Mendapat lampu hijau dari kakaknya, Chaeri kemudian menemui Susi menenteng Rp 1 miliar. Itulah sebabnya Atut bersama Chaeri dan Susi disangka menyogok Akil dalam penanganan sengketa pemilihan kepala daerah Lebak.
Dalam gelar perkara KPK pada Kamis dua pekan lalu, sesungguhnya bukan hanya kasus suap Mahkamah Konstitusi itu yang membuat Atut jadi tersangka. Semua pemimpin Komisi juga sepakat menetapkan Atut sebagai tersangka dalam kasus proyek pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten. KPK menengarai Atut ikut menikmati hasil korupsi tersebut dengan menerima fee proyek.
Menurut Wakil Ketua KPK Zulkarnain, Atut juga diduga mengetahui penggelembungan harga tapi melakukan pembiaran. Sebagai pengguna anggaran, Atut mendelegasikan kewenangan itu ke pejabat di bawahnya. "Ada sistem yang tak dilaksanakan," kata Zulkarnain.
Hanya, KPK tak lantas menerbitkan surat perintah penyidikan dalam kasus ini. "KPK masih perlu merekonstruksi perbuatan dan pasal-pasalnya," kata Abraham Samad. Abraham memastikan tak ada perpecahan di antara pemimpin KPK dan penyelidik untuk menaikkan kasus alat kesehatan ke tahap penyidikan. "KPK utuh dan solid."
Seorang pejabat KPK beralasan, penyebab kasus korupsi alat kesehatan tak sekaligus disidik hanya soal teknis: jumlah personel terbatas. "Penyidiknya sedang berkonsentrasi menuntaskan kasus lain," ia berkilah.
Proyek alat kesehatan di Provinsi Banten sebenarnya dilaksanakan hingga tahun ini. Namun KPK berfokus pada pengadaan tahun 2012. Pada tahun lalu, Pemerintah Provinsi Banten menganggarkan Rp 123 miliar untuk 13 paket proyek alat kesehatan. Dari total nilai proyek itu, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan, negara berpotensi rugi sekurang-kurangnya Rp 30,2 miliar.
Rinciannya, proyek yang tak lengkap Rp 5,7 miliar, alat kesehatan tak sesuai dengan spesifikasi sekitar Rp 6,3 miliar, dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik sekitar Rp 18,1 miliar. Hasil hitung-hitungan aktivis antikorupsi Indonesia Corruption Watch lebih besar: kerugian akibat proyek ini mencapai Rp 48,7 miliar. Menurut ICW, ditambah uang negara yang ditaksir amblas pada proyek alat kesehatan di Tangerang Selatan—yang juga diusut KPK—sebesar Rp 12,3 miliar, kerugian bisa bertambah menjadi Rp 61 miliar.
Sebagian pemenang tender diduga terafiliasi ke keluarga Atut. Perusahaan itu di antaranya PT Buana Wardana Utama, PT Adca Mandiri, PT Mikkindo Adiguna Pratama, PT Marbago Duta Persada, PT Dini Usaha Mandiri, dan PT Waliman Nugraha Jaya. Tak jelas alamat kantornya, perusahaan-perusahaan itu diatasnamakan kaki tangan Chaeri. PT Mikkindo, misalnya, dikendalikan oleh Dadang Supriatna, pegawai bagian keuangan PT Bali Pacific Pragama—perusahaan resmi Chaeri.
Kini, setelah jadi tersangka, Atut menyatakan tak akan menghindar dari perkara. "Akan kami hadapi," kata Tubagus Sukatma, pengacara Atut. Enggan membeberkan data bantahan, Sukatma mengklaim penetapan tersangka kliennya tak cukup bukti. Khusus soal kasus Lebak, Sukatma menyebutkan Atut memang bertemu dengan Akil di Singapura, tapi tak sengaja. Ia juga menyebut uang Rp 1 miliar yang direncanakan buat Akil bukan berasal dari Atut, melainkan milik Chaeri.
Abraham Samad mengatakan pengusutan korupsi di Banten tak berakhir dengan penetapan Atut sebagai tersangka.
Anton Septian, Muhammad Rizki (Jakarta), Wasi'ul Ulum (Serang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo