SUDAH sejak tahun lalu, Mensesneg Sudharmono, 59, nyaris tak mengenal hari libur. Hampir bisa dipastikan, setiap akhir pekan -- Sabtu dan Minggu -- ia berkeliling ke daerah-daerah. Sebagai Ketua Umum Golkar (terpilih 1983), ia mengorbankan hari-hari istirahatnya untuk mengonsolidasikan organisasi politik terbesar itu. Seperti pekan ini, Pak Dhar dengan rombongan, antara lain istri dan Tantyo Sudharmono, putranya, sejumlah menteri -- Abdul Gafur, Nani Soedarsono Subroto, dan Hasjrul Harahap -- mengunjungi Wonogiri, Solo, dan Surabaya. Di Wonogiri, sesudah meresmikan listrik masuk desa dan menyerahkan bantuan Presiden -- dua mobil tangki air serta uang Rp 950 juta -- Ketua Umum Golkar itu sempat bertatap muka dengan warganya. "Pada pemilu mendatang, warga Golkar Kabupaten Wonogiri harus mencapai kemenangan yang lebih baik dari pemilu lalu," pesannya kepada anggota Golkar yang pada 1982 memberikan kemenangan 91 persen. Mencapai kemenangan yang lebih baik pada pemilu tahun depan, itu pesan yang selalu diucapkan pada setiap pertemuan, juga di Solo dan Surabaya. Sudharmono agaknya terus memacu warga beringin untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Sebab, partai pemerintah itu sudah menargetkan 70 persen suara di pemilu tahun depan harus masuk kotak Golkar. Itu berarti peningkatan sekitar 6 persen dari prestasi Pemilu 1982. Pada ketinggian 13.500 kaki waktu perjalanan Surabaya-Jakarta dalam pesawat DASH-7 milik Pelita Air Service, yang dicarter Golkar, dengan nada rendah Sudharmono menjawab pertanyaan A. Luqman dari TEMPO sekitar pemilu mendatang: Yakinkah target Golkar bisa dicapai pada pemilu mendatang? 70 persen itu keinginan organisasi. Terlaksana atau tidak, rakyat yang akan menentukan pada pemilu besok. Dan akan bergantung pada kerja keras. Mencari tujuh, dari sepuluh orang, itu susah, lho. Kalau tercapai syukur, tetapi kalau melampaui kami lebih senang. Tetapi tidak boleh takabur. Ada optimisme lebih dari target? Yang 70 persen itu harus diusahakan. Tetapi kalau kita ngajak tujuh orang dan yang mau ikut sepuluh orang, masa kita tolak. 'Kan, nggak bisa ditolak. Misalnya kita bilang: Jangan, jangan, kamu nggak usah. Itu 'kan nggak bisa. Mengurangi demokrasi, dong. Bila Golkar berhasil mendekati seratus persen, tambahan suara berasal dari mana? Ya . . . dari mana-mana saja. Kita mengharapkan suara dari pemilih baru, generasi muda yang lima tahun lalu belum berhak dan sekarang sudah berhak memilih. Jumlah itu besar. Target 70 persen itu dari sana. Jadi, kalau melebihi target, apakah limpahan suara dari NU yang konflik dengan PPP juga akan berpengaruh besar? Kami tidak mendasarkan perhitungan kepada kelemahan organisasi lain. Kami mendasarkan kepada kemampuan dan kekuatan kami sendiri. Baiklah. Tetapi kalau Golkar menang terlalu besar, tidakkah cukup berbahaya? Berbahaya? Apa sebabnya? Monolit? Monolit apanya? Sekarang hal seperti itu sudah ada. Di Sulawesi Tenggara itu seratus persen Golkar bersama ABRI. Kok pembangunan bisa berjalan baik. Kondisi seperti itu juga terjadi di NTT, NTB. Apakah kondisi Sulawesi Tenggara itu bisa dijadikan model nasional? Begini. Kalau rakyat menghendaki begitu itu, artinya 'kan baik. Artinya, itu yang diinginkan rakyat, tetapi demokrasinya jalan terus. PPP tetap ada, PDI juga tetap ada. Hanya mereka akan bekerja lebih baik tidak untuk lima tahun mendatang. Itu yang selalu saya bilang, mempertahankan itu berat. Sudharmono agaknya menyadari benar beratnya tantangan yang dihadapi. Pada setiap kesempatan tatap muka, ia tak begitu saja percaya akan laporan yang disampaikan. "Saya mengecek tak hanya laporan DPD semata-mata. Saya juga mengecek komisaris-komisaris kecamatan. Dia harus tahu berapa penduduk, berapa pemilih, dan berapa anggota Golkar. Bila itu dikuasai, laporannya bukan isapan jempol, tetapi ada realitanya," ujarnya. Safari yang dilakukan dengan melewatkan waktu santainya ternyata membuahkan hasil. Ketua umum itu kini sudah bisa membuat peta bumi kekuatan partainya. Ujarnya mengenai hal itu: Kalau melihat konfigurasi saat ini, daerah Indonesia Timur sudah seratus persen semua Golkar. Sulawesi Selatan ke timur, sudah hampir seratus, atau setidak-tidaknya sembilan puluh persenlah. Yang berat itu Jawa dan Aceh, misalnya. Juga DKI Jakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan. Masih ada kemungkinan belum bisa dicapai target Golkar. Aceh, kali ini, sebuah uji coba bagi Golkar? Ya, memang. Mengharap berapa persen dari Aceh? Kami cuma menargetkan 50 persen, 20 persen lebih rendah dari target nasional. Itu pun kami sudah menaikkan 14 persen dari yang sekarang ini yang cuma 36 persen. Kata DPD Aceh, ini sesuatu yang berat. Karena itu kami harus kerja keras secara fair dan demokratis. Mengapa pohon beringin susah tumbuh di serambi Mekah? Barangkali, ya kurang jelas saja kader-kader Golkar menjelaskan tentang Golkar. Itu saja. Dengan adanya goodwill dari Daud Beureueh sekarang, akan lebih baik? Mungkin, saya tidak tahu. Tetapi itu tentu menguntungkan. Daerah mana lagi yang berat? DKI Jakarta. Sekarang ini kami 46 persen. Pemilu besok, kami minta menjadi 60 persen. Waduh . . . belum tentu bisa, mereka dari DPD DKI bilang. Siapa calon pertama DKI sebagai rival Naro? Nanti 'kan kelihatan, belum waktunya diumumkan ... ha ... ha ... Sampai saat ini nama-nama calon Golkar terpilih belum secara resmi diumumkan. Tetapi nama-nama yang tercoret sudah tersebar di media massa. Seperti tidak dicalonkannya kembali semua anggota F-KP asal Riau yang empat orang itu. "Memang, nama-nama itu tak direkomendasikan DPD Golkar Riau. Dan rekomendasi itu merupakan salah satu pertimbangan DPP, selain penilaian fraksi," ujar Sudharmono. Erat berhubungan dengan kasus Riau dulu? Ya, mungkin ada. Begini. Untuk pencalonan ini ada persyaratan, yaitu prestasi, dedikasi, dan loyalitas. Pada faktor apa mereka jatuh? Masalah loyalitas. Dengan alasan yang sama pulakah orang-orang seperti Rusli Desa dan Sawidago Wounde tercoret? Tidak mungkin mencalonkan kembali semua anggota F-KP yang 267 orang itu. Tidak mungkin. Meski bila kita nilai dan angkanya seratus semua, jelas tak akan kita calonkan semuanya kembali. Kita 'kan harus ada penyegaran, harus ada dinamika. Kita beri kesempatan kepada yang muda. Itu alasan bagi Rusli yang sudah cukup lama? Saya tak mau menyebut nama. Dalam organisasi itu 'kan tidak hanya bertujuan menjadi anggota DPR. Kesempatan yang lain 'kan luas dan banyak. Berkewajibankah Golkar menyalurkan anggota-anggotanya sesudah lepas dari DPR ? Secara moril, ya. Misalnya kalau diperlakukan tidak adil kita akan bela. Umpamanya, Akil yang usahawan itu. Setelah tak lagi anggota parlemen lalu usahanya ditutup di sana-sini. Kami akan ikut membantu menyelesaikan. Pokoknya, kami tak akan habis manis sepah dibuang. Tetapi kalau bersalah, ya kami tegur. Berita yang tak kalah menarik pekan-pekan ini adalah munculnya nama-nama putra-putri pejabat sebagai calon anggota DPR. Nama Tantyo Sudharmono juga disebut-sebut. "Ah, ndak ... ndak .... Disuruh mengisi formulir nggak, kamu?" tanya Sudharmono kepada putranya yang duduk berhadapan dalam pesawat terbang. "Tidak, Pak," jawab Tantyo tegas. "Lho, enggak gitu, kok," ujar sang bapak lega. Menurut Bapak, pencalonan putra pejabat, seharusnya diperlakukan sama seperti yang lain? Iya, dong. 'Kan ada mekanisme, ada sistem. Itu tidak pandang siapa pun. Ia (Tantyo, maksudnya) memang masuk daftar yang dua setengah kali lipat (daftar pencalonan awal), karena dia Dirut Asuransi Timur Jauh. Seperti nama-nama dirut lain, fungsionaris Golkar, nama dia tercatat di DPP. Tidak lolos? Ya, tidak tahu, ha ... ha .... Lha wong nyatanya enggak, kok, gimana. Ya, karena banyak yang lain. Tetapi toh ada beberapa anggota F-ABRI yang akan diterima F-KP tanpa lewat mekanisme biasa? Mereka itu Golkar dan sekarang ini sudah Golkar. Kenapa tidak kita manfaatkan. Di F-ABRI, sebagai legislatif mereka bagus. Jadi, di samping kesinambungan yang muda, juga dari pensiunan ABRI. Mereka itu 'kan pendukung Golkar. Sejauh mana dukungan ABRI pada pemilu besok diharapkan? Selain fungsi keamanan, ABRI punya fungsi sosial politik. ABRI tak boleh memilih, tetapi mempunyai aspirasi. Jadi, ABRI memperjuangkan cita-citanya itu lewat demokrasi, lewat perjuangan politik. Untuk itu ABRI, tentu, harus mencari kawan. Mereka 'kan mempunyai kekuatan, seperti istri-istri prajurit, purnawirawan ABRI. Ini saluran ABRI, saluran politiknya. Maka, Pepabri, misalnya, menyatakan menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golkar. Juga Dharma Pertiwi, meski tidak tegas-tegas. Memang sebagai kekuatan politik terbesar, Golkar biasa menjadi tumpuan aspirasi berbagai pihak. Seperti yang terjadi pada apel AMPI di Surabaya itu. "Kami minta agar wakil-wakil Golkar di MPR nanti memilih kembali Bapak Soeharto menjadi Mandataris MPR," ujar Soekotjo Said, Ketua AMPI Ja-Tim, ketika membaca kebulatan tekad. Sudah banyak suara berbagai organisasi yang mendukung kembali Pak Harto sebagai presiden, tetapi justru dari Golkar belum. Mengapa? Kerja itu 'kan harus sistematis, programatis. Dan Golkar itu mengambil keputusan lewat rapat seluruh kepemimpinan. Ada rapat DPP, ada dewan pembina. Saya ini 'kan perorangan, hanya ketua umum. Tetapi pada saat yang tepat kami akan bersikap. Kapan? Pokoknya, sebelum pemilu. Kita ini 'kan mesti mempunyai konsep. Yang terutama adalah konsep yang ingin ditawarkan kepada MPR. MPR itu 'kan wakil rakyat. Jadi, supaya kita dipercaya rakyat, kita mesti mempunyai konsep program pembangunan. Dalam hal program pembangunan itu bukan hanya programnya. Tetapi juga siapa pelaksana yang paling baik. Itu juga mesti kita beri tahukan kepada rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini