Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UPACARA pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Wakil Kepala Kepolisian RI pada Rabu siang pekan lalu menyisakan cerita "derita" bagi M. Nasser. Anggota Komisi Kepolisian Nasional ini mengaku tersiksa berdesakan di tempat pelantikan yang digelar di ruang rapat utama Markas Besar Polri itu.
Menurut Nasser, karena tempat sudah penuh, ia yang datang belakangan terpaksa disisipkan di sela-sela 17 tamu yang hadir. "Selain sempit, tidak ada jamuan makan," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. "Saya sampai kelaparan."
Pelantikan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri ini memang terkesan mendadak. Upacara pengangkatan berlangsung cepat, hanya sekitar setengah jam. Berbeda dengan acara pelantikan pejabat Polri sebelumnya, tidak ada pidato sambutan dari Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti.
Badrodin menyatakan tidak ada yang janggal dengan proses pelantikan wakilnya. Menurut dia, ruang pelantikan yang sempit tidak memungkinkan untuk mengundang banyak orang. "Pelantikan juga tidak ditutup-tutupi karena sudah banyak yang tahu," katanya.
Mantan Wakil Kepala Polri ini mengatakan, sebelum melantik, ia telah mengirim surat rekomendasi dari Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Kepolisian yang menyetujui Budi Gunawan sebagai Wakil Kepala Polri ke Sekretariat Negara. Hari itu Badrodin mengaku tidak berkomunikasi langsung dengan Presiden Joko Widodo.
Dia beralasan tidak ingin mengganggu kesibukan Presiden menyambut tamu negara peserta peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika. Badrodin mengaku menyampaikan surat rekomendasi kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno sekitar pukul 11.00.
Namun Pratikno menyangkal pada Rabu itu menerima surat pemberitahuan pemilihan Budi Gunawan sebagai Wakapolri. Dia mengatakan Badrodin baru sekali menemui Presiden Jokowi untuk membicarakan posisi Wakapolri, yaitu setelah dilantik pada Jumat dua pekan lalu. "Presiden memberi arahan, pengisian pejabat Wakapolri diserahkan kepada Wanjakti," katanya.
Seorang pejabat Istana mengatakan, dalam pertemuan dengan Presiden, Badrodin tidak mengajukan atau membahas nama calon Wakapolri. Sebaliknya, menurut dia, satu pesan penting dititipkan Presiden kepadanya agar pemilihan Wakapolri memperhatikan suara masyarakat, yang mendesak segera dilakukan perbaikan di tubuh Polri.
Pejabat tadi mengatakan kedatangan Badrodin membawa surat rekomendasi Wanjakti itu sungguh mengejutkan. Sebab, kata dia, salah satu bagian surat justru memberitahukan bahwa pelantikan Budi Gunawan dilakukan pada hari yang sama pada pukul 13.00, selisih dua jam dari surat itu sampai di Istana.
Padahal pada hari itu, kata dia, Presiden sejak pagi berada di lokasi Konferensi Asia-Afrika di Jakarta Convention Center. "Kami tidak ada waktu untuk membahas dan menanyakan pendapat Presiden," katanya.
Meski tidak menunjuk langsung, Presiden memiliki kewenangan dalam penentuan Wakapolri. Pasal 57 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri menyebutkan pengangkatan dan pemberhentian perwira tinggi polisi dengan pangkat bintang dua ke atas ditetapkan oleh Kapolri setelah dikonsultasikan ke Presiden.
Ihwal mendadaknya pelantikan ini, Badrodin beralasan karena keesokan hari jadwalnya padat dengan sejumlah kegiatan. "Saat itulah pelantikan yang tepat," katanya. Ia menggambarkan pelantikan Budi Gunawan mirip dengan pengangkatan Komisaris Jenderal Budi Waseso menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Ketika itu prosesnya juga cepat dan hanya dihadiri kalangan yang sangat terbatas.
Kendati terkesan "ditinggalkan", Jokowi hanya tersenyum saat ditanya soal pelantikan Budi Gunawan. Ia tidak menjawab secara tegas ketika ditanya apakah nama Budi Gunawan pernah dibahas dalam pertemuannya dengan Badrodin.
Menurut dia, dalam diskusi dengan Badrodin hanya membahas konsolidasi kepolisian. "Saya perintahkan Kapolri untuk melakukan konsolidasi kelembagaan," kata Jokowi.
Sebaliknya, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru lebih lantang menyatakan dukungan terhadap pelantikan Budi Gunawan. Bagi dia, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri ini adalah orang bebas, bukan narapidana, sehingga ia berhak dipilih sebagai Wakapolri.
Kalla mengatakan pengangkatan Budi Gunawan ditunda karena adanya penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Tapi, Anda tahu, pengadilan menyatakan itu tak benar, otomatis kita harus patuh pada hukum," katanya. "Apalagi dia sebelumnya telah lolos uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Kapolri."
Sejak beberapa pekan lalu, tekanan politik sangat kencang kepada Jokowi untuk menyetujui pelantikan Budi. Jokowi seperti tak berdaya setelah mendapat tekanan kiri-kanan akibat membatalkan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri pada Februari lalu. Rapat konsultasi Presiden dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin tiga pekan lalu, adalah salah satu contohnya.
Saat itu Jokowi dicecar soal keputusannya membatalkan pelantikan Budi. Tekanan paling kuat justru datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pengusung Jokowi sebagai presiden. Fraksi lain di Dewan juga menyokong suara partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu. Tekanan kepada Jokowi agar Budi Gunawan menjadi wakil kepala kepolisian juga terjadi pada jamuan makan Presiden dengan pemimpin partai koalisi pendukung pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Ahad pekan pertama bulan ini.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyangkal ada campur tangan partai dalam urusan Budi Gunawan. Hasto mengatakan pelantikan Budi Gunawan baru diketahui partai setelah Wanjakti menetapkan Budi sebagai calon tunggal Wakapolri. "Kami tahu kecakapannya, beliau cocok jadi Wakapolri," katanya.
Adapun Budi hingga tulisan ini diturunkan belum bisa dimintai tanggapan. Dia langsung menghilang seusai pelantikan di Mabes Polri, Rabu pekan lalu. Namun Frederich Yunadi, kuasa hukumnya, sebelumnya mengatakan Budi tidak pernah mencari dukungan politik agar bisa terpilih menjadi Wakil Kapolri. "Jabatan itu dianggap sebagai amanah," katanya.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menyayangkan sikap Jokowi yang terkesan membiarkan Budi dilantik menjadi Wakapolri. Menurut dia, status hukum Budi yang masih kabur semestinya menjadi pertimbangan. "Presiden seperti kehilangan wibawa dengan membiarkan pelantikan itu," katanya.
Sunudyantoro, Dewi Suci Rahayu, Ananda Teresia, Tika Primandari, Muhamad Rizki, Addi Mawahibun Idhom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo