Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Serentak yang Terserak

Komisi Pemilihan Umum mulai menyiapkan pemilihan kepala daerah serentak. Ada usul mundur setahun.

29 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENERBITAN Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah membuat Komisi Pemilihan Umum harus kembali bekerja cepat-cepat seusai pemilihan presiden. Sebulan setelah Perpu dikeluarkan, Komisi mengeluarkan surat edaran nomor 1667 tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada 2015.

Salah satu poin yang ditekankan Komisi dalam surat itu adalah penganggaran. Semua komisi pemilu di daerah diminta berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk membicarakan soal ini. "Perlu ada perhatian ekstra," kata anggota Komisi, Hadar Nafis Gumay, di kantornya, Selasa pekan lalu.

Persoalan anggaran merupakan isu krusial pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Hadar berkaca pada pemilihan kepala daerah Lampung akhir tahun lalu. Ketika itu, pencoblosan molor beberapa kali karena Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. tak bersedia menyediakan anggaran. Persoalan baru teratasi tatkala pemerintah pusat turun tangan.

Menurut Hadar, anggaran menjadi rawan karena tidak semua daerah punya kemampuan sama. Persoalan teknis lain adalah mata anggaran baru, yang sebelumnya tak ada tapi harus diadakan setelah Perpu terbit, yaitu uji publik. Komisi, kata dia, sedang memikirkan sejumlah opsi agar anggaran tak menghambat pemilihan serentak.

Komisi di tingkat pusat, misalnya, akan mengintervensi penyediaan anggaran di daerah. Contohnya, perencanaan anggaran dikerjakan Komisi Pusat, sementara dana berasal dari daerah. "Kami sedang mencari celah hukum," ujar Hadar. Opsi berikutnya meminta pemerintah membuat perangkat hukum agar daerah tak membandel. "Tujuannya memastikan daerah memberikan pembiayaan yang cukup."

Persoalan anggaran sebenarnya bisa teratasi jika pembiayaan pemilihan dibebankan ke pemerintah pusat. Hanya, menurut Hadar, hal ini terbentur ketentuan Perpu. Pasal 200 menyatakan pendanaan pemilihan 2015 berasal dari kas daerah.

Kekhawatiran terhadap persoalan anggaran ini juga mendorong usul mengundurkan pemilihan menjadi 2016 agar waktu persiapan lebih longgar. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan juga mengatakan pencoblosan sebaiknya diundurkan setahun. "Agar siklus lima tahunan menjadi lebih baik," katanya.

Pemilihan kepala daerah pada 2015 akan diikuti 204 daerah. Namun, jika pemilihan diundurkan ke 2016, total daerah yang melaksanakannya menjadi 304, termasuk 10 pemilihan gubernur. Menurut Djohermansyah, penyatuan pemilihan bupati/wali kota dengan gubernur akan memperkecil pengeluaran dana. Dia berkaca pada pemilihan serentak bupati/wali kota dengan gubernur di Riau. "Dari Rp 120 miliar yang disiapkan, hanya terpakai Rp 30 miliar," ujarnya.

Djohermansyah berharap Perpu disahkan pada masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat mendatang. Berdasarkan Perpu, gelombang pertama pemilihan serentak dilakukan pada 2015, dan 2018 untuk gelombang kedua. Sedangkan pemilihan serentak menyeluruh akan terlaksana pada 2020. Jika diundurkan setahun, kata Djohermansyah, pemilihan serentak baru akan terjadi pada 2021. "KPU memiliki waktu lebih panjang menyiapkan diri seusai pemilihan legislatif dan presiden pada 2019."

Skenario ini terwujud bila Dewan sepakat revisi ini hanya menyangkut waktu pencoblosan. Djohermansyah khawatir revisi Perpu akan melebar ke mana-mana, termasuk dalam hal sistem paket pengajuan calon kepala daerah. Jika semua bersepakat, kata dia, pemerintah akan menyiapkan Perpu baru yang khusus mengatur waktu pemilihan. "Catatannya, semua sepakat dulu di awal," ujar Djohermansyah.

Gagasan mengundurkan waktu pemilihan ditolak sejumlah politikus Senayan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo, meminta pemerintah berkomitmen terhadap isi Perpu. Dia mengingatkan, substansi Perpu, termasuk soal waktu pemilihan, merupakan gagasan pemerintah. "Kenapa baru kepikiran sekarang?" kata Arif.

Ketua Komisi Pemerintahan DPR Rambe Kamarulzaman menuding pemerintah tak konsisten. Dia meminta pemerintah tak menjadikan pemilihan kepala daerah sebagai eksperimen politik. "Kalau diundur, pelaksanaan tugas akan berlangsung berbulan-bulan. Itu tak baik," ujar Rambe.

Wayan Agus Purnomo, Reza Aditya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus