Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sering Dianggap Sama, Ini Beda Peci, Kopiah, dan Songkok

Sebagai penutup kepala, peci, kopiah, dan songkok sering kali dianggap sama, padahal ketiganya memiliki perbedaan. Apa perbedaan ketiganya?

14 Januari 2025 | 07.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Melayu yang tersebar di berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura, memiliki sejumlah tradisi dan simbol yang menjadi bagian dari identitas budaya mereka. Salah satu elemen yang paling dikenal adalah penggunaan penutup kepala, yang dalam bahasa Indonesia lebih populer disebut peci, kopiah, dan songkok.

Ketiganya sering kali dianggap serupa karena fungsinya sebagai penutup kepala, terutama bagi laki-laki. Meskipun demikian, ketiganya memiliki sejarah yang berbeda, serta ciri khas masing-masing yang membedakannya satu sama lain.

Kopiah

Kopiah, salah satu jenis penutup kepala yang populer di kalangan masyarakat Melayu, memiliki asal-usul yang unik dan penuh sejarah. Istilah kopiah berasal dari kata Arab keffieh, kaffiyeh, atau kufiya.

Pada awalnya, kaffiyeh merujuk pada kain segi empat yang digunakan dengan cara ditangkupkan di atas kepala. Biasanya, kain ini terbuat dari katun dengan motif kotak-kotak kecil yang menyerupai jala ikan. Kaffiyeh lebih sering ditemukan di wilayah Timur Tengah, dan penggunaannya sangat lekat dengan budaya Arab.

Namun kopiah yang kita kenal di masyarakat Melayu kini memiliki bentuk yang berbeda. Berbeda dengan kaffiyeh yang cenderung lebih besar dan berbentuk segi empat, kopiah umumnya berbentuk lonjong dengan dua ujung pipih.

Warna kopiah yang paling umum adalah hitam, meskipun ada juga varian warna lain yang digunakan sesuai dengan acara atau kesepakatan sosial. Bagian luar kopiah biasanya terbuat dari bahan beludru yang lembut, yang memberikan kesan elegan dan formal ketika dikenakan.

Kopiah menjadi sangat populer di kalangan masyarakat Melayu dan digunakan baik oleh kaum pria dewasa maupun anak-anak. Sebagai penutup kepala, kopiah juga sering dipakai oleh umat Muslim, terutama ketika mereka menghadiri kegiatan keagamaan seperti shalat.

Selain itu, kopiah juga sering digunakan dalam acara-acara formal dan perayaan, seperti pernikahan dan hari raya. Seiring waktu, kopiah bukan hanya menjadi simbol keagamaan, tetapi juga bagian dari budaya sosial di masyarakat Melayu.

Peci

Sementara itu, peci memiliki sejarah yang sedikit berbeda, terutama dalam konteks Indonesia. Istilah peci pertama kali dikenal pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, masyarakat Indonesia mengenal istilah petje, yang merujuk pada sebuah topi kecil yang sering digunakan oleh orang Belanda. Kata petje berasal dari kata pet yang berarti topi, dengan imbuhan -je atau -tje yang berarti kecil. Karena itu, makna harfiah dari petje adalah topi kecil.

Namun, seiring berjalannya waktu, istilah petje mengalami perubahan menjadi peci di Indonesia. Peci kemudian menjadi salah satu jenis penutup kepala yang dikenakan oleh pria di Indonesia, terlepas dari latar belakang agama mereka. Peci berfungsi sebagai simbol kebanggaan nasional, terutama ketika dikenakan oleh tokoh-tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Bentuk fisik peci umumnya bulat dan lebih kecil dibandingkan dengan kopiah. Meskipun demikian, peci memiliki kekhasan tersendiri karena sering kali dihiasi dengan berbagai motif atau desain, yang menjadikannya lebih bervariasi daripada kopiah.

Peci banyak digunakan dalam berbagai acara resmi, seperti pernikahan, upacara keagamaan, dan pelantikan pejabat pemerintahan. Bahkan, pada masa kemerdekaan Indonesia, peci menjadi simbol perjuangan dan identitas bangsa Indonesia. Hal ini dipopulerkan oleh Presiden Soekarno, yang menggunakan peci sebagai bagian dari pakaian resminya. Peci, dengan segala maknanya, menjadi lambang perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka dari penjajahan.

Songkok

Songkok adalah penutup kepala lain yang juga memiliki makna mendalam dalam budaya Melayu, khususnya di Indonesia dan Malaysia. Dalam bahasa Inggris, songkok dikenal dengan istilah skull cap, yang secara harfiah berarti topi yang menutupi bagian atas kepala, atau ubun-ubun. Bentuknya setengah lingkaran, dengan desain yang sederhana namun sangat khas. Songkok dapat ditemukan dalam berbagai warna, tetapi yang paling umum adalah hitam.

Istilah songkok sendiri berasal dari perubahan pelafalan yang terjadi selama masa penjajahan Inggris. Pada waktu itu, penutup kepala jenis ini disebut sebagai skull cap oleh para penjajah Inggris. Namun, masyarakat Melayu mengubah pelafalan tersebut menjadi song-kep, yang kemudian disederhanakan menjadi songkok.

Songkok mulai dikenal luas pada masa Presiden Soekarno, meskipun saat ini istilah tersebut lebih jarang digunakan oleh masyarakat. Sebagian besar orang kini lebih sering menyebutnya sebagai peci, meskipun keduanya memiliki bentuk yang sedikit berbeda.

Songkok biasanya digunakan oleh pria dewasa di acara-acara formal, seperti pernikahan, upacara kenegaraan, dan acara keagamaan. Sama seperti peci, songkok juga memiliki makna simbolis dalam masyarakat Melayu. Di Indonesia, songkok sering digunakan oleh para pejabat pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat umum dalam acara-acara yang lebih resmi.

Khumar Mahendra dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Jadi Busana Lebaran Populer, Apa Saja Jenis Peci di Dunia?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus