PENGANGKUTAN kayu tebangan dengan memakai helikopter di
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, untuk sementara telah
dihentikan. Bukan karena keputusan Dirjen Kehutanan Soedjarwo,
yang menetapkan batas waktu ekspor gelondongan kayu hitam
(ebony) hanya sampai akhir Januari 1979. Tapi karena dalam
waktu setengah bulan saja, sudah dua heli gugur ke bumi. Kedua
pesawat tersebut dicarter PT Sakura Abadi Timber Corporation
yang memiliki konsesi kayu hitam luas 150.000 Ha di utara Palu.
Kecelakaan pertama terjadi 29 Sepmber lalu. Dalam insiden itu
kapten Pilot Stephen Hutton (34 tahun, gugur bersama heli jenis
Bell-205 di hutan Bondoyong, 180 km sebelah utara Kota Palu.
Heli itu jatuh terbakar. Sedang mayat Stephen yang sudah
beranak-bini untung saja dapat cepat-cepat diselamatkan oleh
rekannya, kapten pilot Heru Mariyunani yang terbang beriringan
dengan helikopter sejenis.
"Kalau tidak, mungkin mayat Stehen sudah habis dimakan
biawak-biawak yang sudah mulai berdatangan lantaran mencium bau
mayat," tutur Kapt. Wibisono Rusmiputro, Wakil Direkr PT
National Utility Helicopters (NUH) yang menyewakan dua helinya
kepada Sakura.
Setelah kecelakaan itu, hampir dua Minggu tak ada pengangkutan
kayu him lewat udara. Soalnya NUH masih harus mendatangkan heli
pengganti Foxot dari pangkalan helikopternya di Song, Irian
Jaya. Sedang heli Juliet yang waktu itu diterbangkan oleh Kapten
Hel, mesinnya agak rewel hingga harus diservis dulu di Palu.
Baru 10 Oktober lalu, datanglah sebuah helikopter Bell-205
bernomor registrasi PK-UHE ("Echo") dari Sorong ke Palu, untuk
menggantikan mendiang Foxtrot.
Echo, praktis baru mulai beroperasi dua minggu lalu. Dan
sendirian, sebab baru ada seorang penerbang heli yang
didatangkan ke Palu, yakni kapten-pilot Oemang Sumarsono
'Samson'. Sedang Juliet hanya standby saja ditongkang PT Sakura
di pantai barat, sebelah utara Palu.
Hanya Seminggu
Celakanya Echo hanya sempat mengangkut batang-batang pohon kayu
hitam yang beratnya sampai 2 ton lebih itu selama seminggu.
Sebab, Sabtu 14 Oktober lalu, jam 4 sore Echo-pun gugur ke
bumi dekat Desa Tompe, sekitar 60 km sebelah utara Palu. Kali
ini, selain kapten-pilot Samson masih ada dua penumpang di heli
itu, yakni dua orang Jepang yang merupakan ahli kayu Sakura.
Untungnya, kerewelan mesin terjadi setelah heli itu sudah mau
mendarat di helipad di atap tongkang, sehingga terbangnya tak
begitu cepat dan sudah merendah.
Mungkin karena kontrol atas pesawat hilang, baling-baling Echo
sempat menghantam sebatang pohon kelapa. Heli itu pun jatuh
miring di kebun kelapa penduduk. Menurut laporan Sinar Harapan,
baling-balingnya copot dan masih terlempar sejauh 300 meter dan
merusak kubah mesjid. Ketiga penumpangnya hanya cedera ringan
dan berhasil menyelamatkan diri. Mula-mula dirawat di RS Undata,
Palu, tapi kapten Samson yang berasal dari Yogya minggu lalu
minta kepada majikannya agar diterbangkan kemudian dirawat di
Jakarta.
"Akibat kedua peristiwa ini, dari Singapura ada instruksi atasan
kami untuk menghentikan helicopter logging ini untuk sementara,"
begitu tutur seorang pegawai NUH di gedung Bina Manajemen kepada
TEMPO di Jakarta. Perusahaan penyewa helikopter itu sementara
ini belum ada persediaan heli yang menganggur. Beberapa helinya
sedang beroperasi dalam pencaharian minyak di daerah Kepala
Burung, Irian Jaya. Sedang satu helinya yang bernomor registrasi
PK (Indonesia) malah sedang beroperasi di Sudan. Dan kalau Echo
mau diterbangkan lagi, harus turun mesin dulu di Brisbane,
Australia. Apakah semua ini tanda-tanda pudarnya NUH?
Balok Itu Jatuh
Boleh jadi heli-heli maupun para penerbang NUH itu terlalu
diforsir mengangkut kayu gelondongan -- yang masih merupakan
barang baru bagi NUH yang selama ini hanya beroperasi di sektor
minyak. Semenjak dicarter oleh Sakura lewat PT Dirgantara Air
Service bulan Juni lalu, setiap hari kedua heli itu menerbangkan
sekitar 120 ton kayu hitam (TEMPO, 21 Oktober). Itu dicapai
dengan bergantian menyelesaikan 60 penerbangan sehari. Atau
rata-rata 8 sampai 10 trip sejam. Setiap trip, heli itu
digantungi gelondongan kayu hitam yang beratnya antara 1« sampai
2« ton sebatang. Kecepatan pengeluaran kayu hitam setinggi itu
dapat dicapai, karena jarak penerbangan dari tempat pengumpulan
kayu sampai ke logpond di pantai hanya 5 sampai 10 km.
Pernah sekali waktu, kawat baja pengikat kayu balok yang
digantung di bawah pesawat itu putus. Maka runtuhlah balok
seberat dua ton itu ke bumi. Untung tak menimpa manusia. Tapi
seperti diakui wakil direktur NUH, Wibisono Rusmiputro "Kayu
gelondongan itu menimpa kebun penduduk, hingga ada tanaman
rakyat yang rusak." Meski ganti rugi sudah dilakukan, tapi
insiden itu sempat menambah perasaan anti Sakura yang sudah ada
pada sementara orang sana yang hutannya dijadikan areal konsesi
perusahaan kayu itu.
Pimpinan Sakura sendiri jadi risau juga dengan adanya kecelakaan
pesawat dua minggu berturut-turut itu. Seperti dijelaskan
Trenggono, Komisaris Sakura kepada TEMPO "Untuk bisa memenuhi
kontrak penjualan kami dengan Jepang, tadinya kami bermaksud
mencapai ancar-ancar 4000 ton sebulan. Apalagi ada batas waktu
ekspor kayu hitam gelondongan s/d 31 Januari 1979 saja.
Sementara seluruh kontrak kami, jumlahnya 72 ribu ton." Namun
akibat insiden pertama saja, Trenggono menaksir hanya 30 ribu
ton yang dapat diisi pada waktunya Belum lagi denda demorage
lantaran dua minggu sama sekali tak mengekspor.
Kini, dengan penghentian helicopter logging itu secara total,
hutan kayu hitam di Sul-Teng mungkin bakal sepi lagi -- untuk
sementara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini