LUKA-LUKA akibat kerusuhan antar suku di Desa Bagan Asahan,
Kabupaten Asahan (Sumatera Utara), sudah mulai pulih kembali.
Di bekas-bekas kebakaran kini sudah berdiri 53 petak rumah baru
-- pengganti rumah penduduk yang terbakar tempo hari.
"Mudah-mudahan kalian senang di sini dan marilah kita lupakan
peristiwa yang dulu," ujar Gubernur Sum-Ut, EWP Tambunan,
sambil menaburkan bunga tanda selamar pada upacara peresmian
perumahan tersebut.
Dan penduduk pun berpesta-pora, 10 Maret lalu, dengan menikmati
berbagai hiburan. Ada pertunjukan band, orkes melayu,
tari-tarian. Diadakan pula berbagai pertandingan persahabatan
memperebutkan hadiah. Mereka memang tampak hendak melupakan
peristiwa beberapa tahun lalu. Yaitu kejadian 30 Agustus 1979,
keributan antara pendatang dengan penduduk asli, yang
menimbulkan korban tak sedikit.
Kerusuhan pada waktu itu memang menegangkan. Perkelahian di
sana-sini merenggut nyawa 26 orang. Sekitar 503 orang
kehilangan rempat tinggal karena rumah mereka, 103 buah,
terbakar habis. Untunglah perdamaian segera dapat dlcapai.
Sedangkan beberapa orang yang dlsangka biang kerusuhan, pun
dibebaskan dari tahanan, sementara perkara mereka dipeti-eskan.
Lebih menggembirakan lagi, karena mulai hari itu sebagian besar
penduduk korban kebakaran boleh menempati rumah baru, yang cukup
memadai keadaannya. Yaitu, sebuah rumah berukuran 72 mÿFD,
berdinding papan dan beratap seng. Masih dilengkapi dengan
listrik dan saluran air yang baik pula.
Namun kemeriahan upacara menempati rumah baru tersebut, agaknya
tidak rata dinikmati, setidaknya oleh 4 kepala-keluarga yang
belum memperoleh jatah. Mereka akan menerima bagiannya -- begitu
dijanjikan Pemda pada pembangunan tahap kedua nanti. Mereka kini
masih meninggali barak penampungan yang keadaannya sudah payah.
"Dindingnya bolong-bolong dan atapnya bocor," kata Ridwan, salah
seorang dari mereka yang menempati barak. Beberapa ada juga yang
tinggal menumpang di rumah kenalannya.
Kapan pembangunan tahap kedua? Itu belum dapat dipastikan.
Ketidakpastian itulah yang hampir saja menimbulkan kekisruhan
baru seminggu sebelum peresmian 53 rumah tahap pertama. Apalagi,
sementara ada yang belum menerima rumah, begitu tuduhan
beberapa penduduk, ada penghuni rumah tahap pertama yang
nyata-nyata bukan korban kebakaran.
"Saya tidak tahu di mana letak kesalahan dan saya akan mengadu
kepada Gubernur," kata Hamdan (49 tahun). Mengaku korban
kebakaran yang tak kebagian jatah Hamdan, ayah dari 11 anak,
menuduh ada permainan dalam pembagian rumah tahap pertama.
Misalnya, begitu kata Hamdan, ada famili Kepala Desa Bagan
Asahan ikut kebagian, meskipun jelas tak berhak.
Tidak semua yang kebagian rumah, ternyata, juga tenang. Yang ini
mengeluh soal angsuran. Mereka hanya mengangsur, Rp 430/hari,
selama 7 tahun. Yaitu untuk melunasi kewajiban mereka sebesar Rp
540 ribu (bunga 1%/bulan). Itu sebenarnya jauh di bawah harga
yang semestinya sebelum mendapat subsidi -- yaitu Rp 1,6 juta.
Ternyata Naik
Repotnya, penghasilan penduduk sehari rata-rata Rp 500, seperti
dikatakan Ibu Saleha yang bekerja mencari kulit kepah. Penduduk
lalu berhimpun dan mendatangi tim penanggulangan korban
kebakaran dengan sebuah usul. Mereka minta agar dibebaskan
mengangsur pada tahun pertama. Tahun kedua maunya hanya
diwajibkan membayar bunga pinjaman saja. Barulah pada tahun
berikutnya mereka mencicil utang.
Tim mengurus usul mereka. Hasilnya? Ternyata sebuah pengumuman:
harga naik! Rumah yang semi-permanen tersebut harganya menjadi
Rp 2,2 juta. Alasannya, tentu saja, karena harga bahan bangunan
sudah naik duluan.
Bupati Asahan, Bachmid Mohammad, membenarkan "Kenaikan itu
karena penyesuaian harga bangunan." Itu masih lumayan. Sebab,
agaknya, harga rumah pada tahap kedua nanti malah belum dapat
dipastikan. Gubernur, kata Bupati, memang telah menyetujui agar
dana pembangunannya diambil dari belanja provinsi (APBD Sum-Ut),
dana Instruksi Gubernur dan kredit bank (Bank Pembangunan
Daerah). Semuanya kira-kira Rp 300 juta (tahap kedua biayanya
Rp 125 juta).
Bahwa ada seorang famili kepala desa, yang rumahnya tak terbakar
tapi ikut kebagian jatah, dibenarkan Bupati. Tapi, katanya,
rumah orang itu dirobohkan untuk menghalangi penjalaran api.
"Jadi dihitung turut terbakar," katanya.
Sedangkan Hamdan, yang mengeluh tak kebagian, Bupati geleng
kepala. Menurut laporan, katanya, Hamdan sudah memperoleh bagian
untuk istri tuanya. Sedangkan istri mudanya, yang tinggal di
luar daerah, tentu saja tak terdaftar. Tapi, kata Bupati, "hal
itu akan saya cek lagi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini