Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Setelah luka-luka

Pemerintah di desa bagan asahan, kab. asahan membantu membangun rumah bagi korban kebakaran disebabkan kerusuhan antar suku. ada permainan dalam membagi rumah tersebut. (ds)

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUKA-LUKA akibat kerusuhan antar suku di Desa Bagan Asahan, Kabupaten Asahan (Sumatera Utara), sudah mulai pulih kembali. Di bekas-bekas kebakaran kini sudah berdiri 53 petak rumah baru -- pengganti rumah penduduk yang terbakar tempo hari. "Mudah-mudahan kalian senang di sini dan marilah kita lupakan peristiwa yang dulu," ujar Gubernur Sum-Ut, EWP Tambunan, sambil menaburkan bunga tanda selamar pada upacara peresmian perumahan tersebut. Dan penduduk pun berpesta-pora, 10 Maret lalu, dengan menikmati berbagai hiburan. Ada pertunjukan band, orkes melayu, tari-tarian. Diadakan pula berbagai pertandingan persahabatan memperebutkan hadiah. Mereka memang tampak hendak melupakan peristiwa beberapa tahun lalu. Yaitu kejadian 30 Agustus 1979, keributan antara pendatang dengan penduduk asli, yang menimbulkan korban tak sedikit. Kerusuhan pada waktu itu memang menegangkan. Perkelahian di sana-sini merenggut nyawa 26 orang. Sekitar 503 orang kehilangan rempat tinggal karena rumah mereka, 103 buah, terbakar habis. Untunglah perdamaian segera dapat dlcapai. Sedangkan beberapa orang yang dlsangka biang kerusuhan, pun dibebaskan dari tahanan, sementara perkara mereka dipeti-eskan. Lebih menggembirakan lagi, karena mulai hari itu sebagian besar penduduk korban kebakaran boleh menempati rumah baru, yang cukup memadai keadaannya. Yaitu, sebuah rumah berukuran 72 mÿFD, berdinding papan dan beratap seng. Masih dilengkapi dengan listrik dan saluran air yang baik pula. Namun kemeriahan upacara menempati rumah baru tersebut, agaknya tidak rata dinikmati, setidaknya oleh 4 kepala-keluarga yang belum memperoleh jatah. Mereka akan menerima bagiannya -- begitu dijanjikan Pemda pada pembangunan tahap kedua nanti. Mereka kini masih meninggali barak penampungan yang keadaannya sudah payah. "Dindingnya bolong-bolong dan atapnya bocor," kata Ridwan, salah seorang dari mereka yang menempati barak. Beberapa ada juga yang tinggal menumpang di rumah kenalannya. Kapan pembangunan tahap kedua? Itu belum dapat dipastikan. Ketidakpastian itulah yang hampir saja menimbulkan kekisruhan baru seminggu sebelum peresmian 53 rumah tahap pertama. Apalagi, sementara ada yang belum menerima rumah, begitu tuduhan beberapa penduduk, ada penghuni rumah tahap pertama yang nyata-nyata bukan korban kebakaran. "Saya tidak tahu di mana letak kesalahan dan saya akan mengadu kepada Gubernur," kata Hamdan (49 tahun). Mengaku korban kebakaran yang tak kebagian jatah Hamdan, ayah dari 11 anak, menuduh ada permainan dalam pembagian rumah tahap pertama. Misalnya, begitu kata Hamdan, ada famili Kepala Desa Bagan Asahan ikut kebagian, meskipun jelas tak berhak. Tidak semua yang kebagian rumah, ternyata, juga tenang. Yang ini mengeluh soal angsuran. Mereka hanya mengangsur, Rp 430/hari, selama 7 tahun. Yaitu untuk melunasi kewajiban mereka sebesar Rp 540 ribu (bunga 1%/bulan). Itu sebenarnya jauh di bawah harga yang semestinya sebelum mendapat subsidi -- yaitu Rp 1,6 juta. Ternyata Naik Repotnya, penghasilan penduduk sehari rata-rata Rp 500, seperti dikatakan Ibu Saleha yang bekerja mencari kulit kepah. Penduduk lalu berhimpun dan mendatangi tim penanggulangan korban kebakaran dengan sebuah usul. Mereka minta agar dibebaskan mengangsur pada tahun pertama. Tahun kedua maunya hanya diwajibkan membayar bunga pinjaman saja. Barulah pada tahun berikutnya mereka mencicil utang. Tim mengurus usul mereka. Hasilnya? Ternyata sebuah pengumuman: harga naik! Rumah yang semi-permanen tersebut harganya menjadi Rp 2,2 juta. Alasannya, tentu saja, karena harga bahan bangunan sudah naik duluan. Bupati Asahan, Bachmid Mohammad, membenarkan "Kenaikan itu karena penyesuaian harga bangunan." Itu masih lumayan. Sebab, agaknya, harga rumah pada tahap kedua nanti malah belum dapat dipastikan. Gubernur, kata Bupati, memang telah menyetujui agar dana pembangunannya diambil dari belanja provinsi (APBD Sum-Ut), dana Instruksi Gubernur dan kredit bank (Bank Pembangunan Daerah). Semuanya kira-kira Rp 300 juta (tahap kedua biayanya Rp 125 juta). Bahwa ada seorang famili kepala desa, yang rumahnya tak terbakar tapi ikut kebagian jatah, dibenarkan Bupati. Tapi, katanya, rumah orang itu dirobohkan untuk menghalangi penjalaran api. "Jadi dihitung turut terbakar," katanya. Sedangkan Hamdan, yang mengeluh tak kebagian, Bupati geleng kepala. Menurut laporan, katanya, Hamdan sudah memperoleh bagian untuk istri tuanya. Sedangkan istri mudanya, yang tinggal di luar daerah, tentu saja tak terdaftar. Tapi, kata Bupati, "hal itu akan saya cek lagi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus