MUMPUNG suasana Lebaran masih hangat, umara dan ulama pun bersilaturahmi. Dan silaturahmi yang berlangsung di ruang depan Istana Merdeka, Sabtu pekan lalu, tergolong tingkat tinggi. Umaranya diwakili Presiden Soeharto, didampingi Menteri Sekretaris Negara Moerdiono. Ulamanya hampir 60 orang, merupakan tokoh puncak dari empat organisasi Islam yang berpengaruh: Majelis Ulama Indonesia (MUI), NU, Muhammadiyah, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Suasananya intim. Teh manis hangat dan sekoteng disajikan. Di antara para ulama itu tampak tokoh MUI K.H. Hasan Basri, K.H. Ali Yafie, dan Dr. Quraish Shihab. K.H Achmad Azhar Basyir memimpin rombongan Muhammadiyah. Ulama Dewan Dakwah dipandu Dr. Anwar Harjono -- salah satu tokoh Petisi 50 itu -- dan Yunan Nasoetion. Adapun kalangan NU diwakili, antara lain, oleh Rais Am K.H. Ilyas Rukhiyat dan Chalid Mawardi. Ketua Umum PB NU Abdurrahman Wahid tak tampak di antara mereka. Konon, ia sedang sakit. Silaturahmi ini terhitung istimewa karena acara serupa belum pernah terjadi sebelumnya. Apalagi di situ Pak Harto berbicara lepas, mulai dari prinsip-prinsip konstitusi sampai ke urusan peka, suksesi. "Tak usah khawatir soal suksesi. Karena sudah ada landasannya, dan landasan itu tak akan berubah. Yang berubah kan manusianya, ha...ha...ha...," ujar Presiden. Percakapan Pak Harto dengan tokoh-tokoh Islam itu agaknya merupakan babak lanjutan dari pertemuan 10 Maret lalu. Ketika itu Presiden bertemu dengan Ketua MUI K.H. Hasan Basri, Ketua Umum Muhammadiyah Achmad Azhar Basyir, Rais Am NU K.H.M. Ilyas Rukhiyat, dan Ketua Dewan Dakwah Anwar Harjono. Dalam perjumpaan itu Pak Harto menjelaskan tak akan mundur di tengah jalan. "Saya akan terus sampai 1998," tutur Hasan Basri, mengutip Pak Harto. Persoalan suksesi ini kembali menggelinding sejak pertengahan Februari lalu. Pemicunya adalah pernyataan Prof. Donald Wilson dari Pittsburgh University, Amerika. "Presiden Soeharto tahu kapan harus mundur, karena sadar tak mungkin menjadi presiden seumur hidup," tutur Wilson kepada pers, menyimpulkan pertemuannya dengan Pak Harto di Binagraha. Sepekan kemudian Menteri Agama Tarmizi Taher menghadap Pak Harto. Seusai beraudiensi, ia membuat pernyataan pers: "Ulama waswas dengan pernyataan Pak Harto." Rupanya Tarmizi melapor bahwa sebagian ulama menafsirkan omongan Wilson itu sebagai isyarat Pak Harto akan mengakhiri jabatannya di tengah jalan. Lewat Tarmizi, Pak Harto meluruskan penafsiran itu. "Alhamdulillah, beliau akan melaksanakan sampai akhir masa jabatan, sesuai dengan amanat konstitusi," tutur Tarmizi Taher. Boleh jadi, sebelum bertemu Menteri Agama, Presiden sudah mendengar adanya penafsiran miring itu. Setidaknya, sehari sebelum Tarmizi Taher ke Binagraha, Pak Harto menerima pengurus Kesatuan Penerus Perjuangan RI (KPPRI). Kepada pengurus KPPRI, Presiden sudah memberi isyarat tak akan mundur di tengah masa jabatan. Penjelasan yang mirip kembali disampaikan Pak Harto kepada para peserta temu konsultasi nasional KNPI, dua pekan menjelang Idul Fitri. Rupanya, para ulama belum puas. Lewat Menteri Moerdiono mereka minta waktu lagi untuk bertemu, kali ini dengan membawa rombongan yang besar. Maka, berlangsunglah silaturahmi Sabtu lalu itu. "Pak Harto tak akan menjadi presiden terus. Interpretasi ini yang harus ditangkap," ujar Moerdiono.PTH dan LD
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini