Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sebanyak 12 makam di Permakaman Umum Cemoro Kembar, Solo, dirusak anak-anak yang belajar di salah satu lembaga non-formal.
Dicapai kesepakatan melalui mediasi bahwa makam yang rusak akan diperbaiki.
Polisi tetap mengusut kasus perusakan makam tersebut.
SURAKARTA — Krisdhianto, 40 tahun, berjalan melewati sela-sela sejumlah makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cemoro Kembar, Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta, kemarin. Beralaskan sandal jepit dan tas selempang di badannya, Ketua RT 08/RW 03 itu memantau kerja bakti di permakaman yang berukuran kurang dari 1.000 meter persegi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di permakaman itu, ada belasan warga setempat yang sibuk mengaduk semen dan menambal beberapa ubin makam yang rusak. Ada pula yang merangkai susunan keramik lantai berkelir hitam membentuk tanda salib setinggi sekitar 40 sentimeter. Lantas salib itu dipasang di atas nisan makam yang juga terbuat dari keramik berwarna hitam. Sambil memandang dari beberapa sudut, Krisdhianto puas akan pemasangan salib tersebut. "Sudah pas," ujar dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Krisdhianto lalu mengecek hasil renovasi makam lainnya. Berjarak sekitar 10 meter, terdapat makam yang berbentuk meja beton berukuran panjang sekitar 100 sentimeter dengan lebar 30 sentimeter. Di atasnya terdapat cetakan semen berbentuk salib berukuran panjang sekitar 40 sentimeter yang masih basah. "Tinggal tunggu adukan semennya kering. Jika dilihat, sih, sudah bagus," katanya.
Total ada 12 makam yang dibenahi. Krisdhianto menuturkan, makam-makam tersebut diperbaiki lantaran dirusak oleh sekitar 10 murid Kuttab Milad Muhammad, lembaga non-formal pendidikan Islam yang berjarak sekitar 30 meter dari makam. Perusakan makam terjadi pada Rabu pekan lalu sekitar pukul 15.00 WIB. Sepuluh anak berusia 10-13 tahun diketahui merusak makam dengan batu. Sebanyak 12 makam yang dirusak adalah makam umat Kristen dan Islam Kejawen. “Untuk makam Kristen, yang dirusak adalah tanda salibnya. Sedangkan yang Islam Kejawen berupa peralatan perdupaannya," ujar Krisdhianto kepada Tempo, kemarin.
Menurut dia, warga sekitar yang mengetahui perusakan tersebut langsung menegur para murid Kuttab Milad Muhammad itu. Warga kemudian memanggil perwakilan guru dari sekolah tersebut untuk diajak berembuk. Dalam upaya mediasi tersebut, warga dan perwakilan Kuttab sepakat berdamai. Sekolah berjanji akan memperbaiki kerusakan makam. "Saat itu juga masalah selesai. Tidak ada perselisihan lagi," kata Krisdhianto yang juga hadir saat mediasi berlangsung, Selasa lalu.
Dalam rembukan itu, kata Krisdhianto, sekolah mengaku tak tahu-menahu tentang perusakan makam. Para guru hanya tahu murid-muridnya sedang bermain di luar kelas. Lagi pula, para guru sudah melarang anak didiknya bermain di kawasan makam.
Babinsa dan Babinkamtibmas merapikan kuburan yang rusak di makam Cemoro Kembar, Pasar Kliwon, Jawa Tengah, 23 Juni 2021. Tempo/Bram Selo
Krisdhianto mengatakan tak mengetahui banyak informasi tentang lembaga non-formal tersebut. Ia mengatakan Kuttab Milad Muhammad berdiri di wilayahnya sejak satu tahun terakhir. Kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan sejak pagi hingga sore. "Setahu kami, itu seperti TPA (taman pendidikan Al-Quran) biasa," kata dia.
Hanya, dia melanjutkan, mayoritas dari 38 muridnya bukan warga Kelurahan Mojo. Para gurunya pun dari luar kampung, bahkan ada yang tinggal di Sukoharjo. "Sejak kejadian Rabu pekan lalu sampai sekarang, sekolah tersebut libur," ujar Krisdhianto.
Tempo sempat melihat sekeliling lokasi yang dijadikan sekolah tersebut. Tak ada kegiatan belajar-mengajar di bangunan rumah berkelir jingga yang dijadikan sekolah Kuttab Milad Muhammad itu. Rumah dengan lebar sekitar 10 meter itu menutup pintu rapat-rapat. Baru sepekan tutup, rumah tersebut tampak kotor dan berantakan. Sampah dedaunan kering dari pohon mangga yang berdiri di depan halaman rumah menambah kesan kotor.
Rumah tersebut bukan milik Kuttab Milad Muhammad. Menurut informasi warga sekitar, pihak sekolah hanya meminjam atau menyewa rumah itu. Adapun pemilik rumah bukan warga asli kampung tersebut. Tempo berusaha meminta konfirmasi pengurus Kuttab Milad Muhammad, tapi tidak membuahkan hasil. Krisdhianto dan warga sekitar mengaku tak punya nomor telepon guru-guru di sekolah tersebut. "Kami tidak terlalu mengenal," kata Krisdhianto.
Adapun Lurah Mojo, Margono, mengatakan, dalam pertemuan Selasa lalu, pihak Kuttab berjanji akan segera pindah. Setidaknya mereka meminta waktu satu hingga dua bulan untuk pindah. "Keputusan itu sudah jadi kesepakatan bersama," kata Margono.
Ia menyayangkan pendirian Kuttab Milad Muhammad yang tak mengantongi izin. Satu-satunya izin berupa perkenalan dengan warga sekitar. Padahal, menurut Margono, untuk mendirikan lembaga formal pendidikan, seharusnya ada izin dari dinas terkait, seperti Kementerian Agama ataupun dinas pendidikan.
Setelah kejadian ini, Margono meminta warganya tetap tenang dan tak terpancing isu agama. Ia pun meminta para ketua RW aktif memantau situasi dan kondisi di lingkungan warganya. Termasuk menghindari informasi atau berita bohong yang bisa memperkeruh suasana.
Kepala Kementerian Agama Kota Surakarta, Hidayat Maskur, mengatakan Kuttab Milad Muhammad ilegal alias tidak berizin. Sebab, sampai saat ini tak ada regulasi dari Kementerian yang menjadi wadah pendirian kuttab. Sejauh ini Kementerian hanya memberikan izin pendidikan non-formal berupa pondok pesantren, madrasah diniyah, dan lembaga pendidikan Al-Quran.
Dia menjelaskan, kuttab merupakan tempat pendidikan dasar, seperti taman kanak-kanak hingga sekolah dasar, yang menitikberatkan agama Islam dan Al-Quran. Menurut Hidayat, ada empat kuttab yang tercatat berdiri di Kota Surakarta berbekal izin Pendidikan Kesetaraan Berbasis Masyarakat atau PKBM. Izin tersebut berada di bawah pendidikan non-formal dinas pendidikan.
Kementerian Agama menyatakan akan mengevaluasi sekolah kuttab, seperti kurikulum, kitab-kitab, dan metodologi yang digunakan. "Kami teliti dulu apakah ada yang menyimpang atau tidak," kata Hidayat.
Adapun penyidik Polres Kota Surakarta tetap mendalami kasus ini, meski sudah tercapai kesepakatan saat mediasi. Polisi telah memeriksa sejumlah warga sekitar dan enam guru di Kuttab Milad Muhammad. Lantaran melibatkan 38 anak murid Kuttab Milad Muhammad, penyidik menggunakan pendekatan khusus saat memeriksa mereka. "Kami menggandeng Balai Pemasyarakatan Surakarta dan psikolog untuk mendampingi anak-anak," ujar Kepala Polres Kota Surakarta, Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, kemarin.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka meminta pelaku perusakan makam Cemoro Kembar tetap diproses hukum. Menurut Gibran, penanggung jawab Kuttab dan murid wajib dibina. "Sudah keterlaluan. Apalagi melibatkan anak-anak. Segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," kata dia.
Kepala Pusat Studi Pengamalan Pancasila Universitas Sebelas Maret Surakarta, Leo Agung, berharap polisi bisa mengusut tuntas kasus perusakan makam yang melibatkan anak-anak tersebut. Sebab, ia menduga ada aktor intelektual di belakang kasus ini. "Anak-anak kalau bertindak pasti ada yang mengajari," kata Leo ketika dihubungi, kemarin.
Menurut dia, perusakan makam umat Kristen dan Islam Kejawen merupakan peristiwa intoleransi yang patut diwaspadai. Padahal kehidupan masyarakat di Indonesia bersifat majemuk. Leo berharap anak-anak pelaku perusakan makam dapat diajar dan dibina secara baik. "Orang tua, sekolah, dan masyarakat punya peran penting menumbuhkan sikap toleransi kepada anak," kata Leo.
Leo juga menyarankan agar Pemerintah Kota Surakarta memastikan peristiwa tersebut tidak menyisakan bara konflik di masyarakat. Harapannya, tidak tercipta konflik intoleransi. Jika perlu, kata dia, "Datangkan tokoh lintas agama untuk menjadi mediator. Ini masalah yang perlu diklarifikasi. Pancasila harus dibumikan karena itu dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia."
INDRA WIJAYA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo