JAKARTA larut malam, 30 Juli 1933. Soekarno baru saja meninggalkan rumah Mohamad Hoesni Thamrin, anggota Volksraad, di kawasan Kramat, Jakarta. Ketika itulah dua polisi Belanda menangkapnya. Dan Bung Karno kembali masuk penjara Soekamiskin, Bandung, setelah ia keluar dari rumah tahanan itu pada 31 Desember 1931. Gubernur Jenderal De Jonge dan Jaksa Agung R.J.M. Verheijen rupanya lebih suka membuang saja tokoh pergerakan itu ke luar Jawa, tanpa perlu diadili. Tentu De Jonge punya pertimbangan. Menyidangkan Soekarno, seperti yang terjadi di Pengadilan Negara Bandung pada Agustus sampai Desember 1930, malah merugikan. Karena ruang sidang dijadikan Soekarno mirip rapat umum: ia berpidato mengungkapkan kebobrokan pemerintah kolonial. (Pembelaannya itu kemudian diterbitkan dengan judul Indonesia Menggugat). Dalam tahanan, konon, Soekarno menulis 4 surat permohonan ampun kepada Gubernur Jenderal. Soekarno diperiksa oleh Jaksa R. Hendarin, didampingi pejabat Kejaksaan Agung. Kadang-kadang hadir pula Controleur urusan politik. Pemeriksaan dilakukan sebanyak delapan kali dari 17 Agustus sampai 14 September 1933. Salinan proses verbal BAP) itu kini disimpan di arsip negara di Belanda. Itulah kemudian yang diteliti oieh K.C. Kwantes, 80 tahun, ahli indologi yang pernah bekerja pada pemerintah kolonial sejak 1932 sampai 1949 di Hindia Belanda. Sejak pensiun dari Departemen Pendidikan di negerinya, Kwantes asyik meneliti dan menulis buku tentang Indonesia. Antara lain, tentang sejarah pergerakan nasional di Hindia Belanda. Pada pemeriksaan-pemeriksaan awal, seperti ditulis Kwantes, Soekarno begitu keras menolak semua tuduhan. Jaksa Hendarin: Setujukah bahwa dari ungkapan-ungkapan Tuan akhirnya Tuan menghendaki perjuangan secara keras untuk menjatuhkan Pemerintah Hindia Belanda? Soekarno: Saya tak sependapat dengan Tuan. Ungkapan membasmi, memberantas sampai ke akar-akarnya, sumpah, itu hanya gambaran atau kiasan saja. Pada pemeriksaan selanjutnya Soekarno tetap bersiteguh. Ketika Jaksa Hendrin membandingkan hubungan Pemerintah dengan Soekarno sebagai ayah dengan anak. Soekarno membantah: "Perbandingan Tuan tidak kena. Anak-anak dilahirkan oleh orangtuanya, tapi kami tidak dilahirkan oleh pemerintah." Namun, pada pemeriksaan 9 September, Soekarno mulai berubah (Harap dicatat bahwa sebelum itu, 30 Agustus dan 7 September, Soekarno telah menulis surat kepada Gubernur Jenderal). Hendarin: Apakah Tuan tctap pada jawaban semula? Soekarno: Ya. Karena kesengsaraan yang disebabkan oleh situasi dan pemeriksaan terhadap saya, maka dalam jiwa saya terjadi perubahan. Saya merasa bahwa aksi politik yang saya lakukan sampai sekarang adalah semberono. Saya mengakui bahwa pidato-pidato saya berkesan menghasut. Padahal, saya tidak menghendaki. Pemeriksaan terakhir, 14 September 1933. Hendarin: Dari pemeriksaan ini terbukti Tuan berkali-kali melanggar artikel 153 bis, 154 dan 156 Kitab Hukum Pidana. Maka. Tuan dianggap berbahaya bagi ketenteraman dan keamanan umum. Ini alasan yang cukup untuk mengasingkan Tuan. Soekarno: Kalau demikian halnya, saya nyatakan menyesal. Politik saya memang banyak yang keliru, dan saya memang berniat mengundurkan diri dari kehidupan politik. (Pada 11 September Soekarno mengirim kartu pos kepada pembantu redaktur Fikiran Rakjat, isinya pernyataan mengundurkan diri dari semua jabatannya di jurnal itu). Hendarin: Bagalmana cara Tuan bisa mcngundurkan diri? Soekarno: Itu bisa saja. Itu hak pribadi saja. Hendarin: Tapi mungkin mereka akan meyakinkan Tuan. Apalagi banyak di antara mereka yang telah masuk penjara karena propaganda Tuan. Soekarno: .Saya lebih banyak meyakinkan orang-orang daripada orang-orang meyakinkan saya. Dan lagi bila dibebaskan saya akan menyendiri. Tinggal di luar kota. Hendarin: Tapi pengikut Tuan akan tetap menjalankan politik Tuan. Mereka bahkan ingin menyatukan seluruh Indonesia. Soekarno: Bahwa saya berubah pendirian, orang-orang akan berpkir kembali. Hendarin: Bagaimana Tuan mencari nafkah ? Soekarno: Saya akan bekerja sebagai insinyur dan arsitek. Saya kira di bidang itu saya akan sukses. Di Bandung ini saya berharap akan mendapat pesanan dari pribumi maupun Cina. Sejarah mencatat Soekarno tetap bertahan di gelanggang politik. Kwantes sendiri menyimpulkan, "Sekalipun Soekarno di depan juru periksa mengakui semua kesalahan dan cara berjuangnya, dia tak pernah melepaskan idamannya, Indonesia merdeka."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini