PROTES masyarakat yang bisa bersuara lantang sering didengar. Baik lewat anggota DPR maupun kaum bermobil dan pemilik kendaraan bermotor lainnya. Yang diprotes, tak lain adalah kenaikan tarif STNK. Walhasil, pelaksanaannya pun ditunda, walau sementara. Di balik protes itu sebenarnya ada hal yang pantas dipertanyakan. Tarif administrasi naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 70.000 atau empat belas kali lipat. Kenapa? Ada investasi besar-besaran untuk komputerisasi yang dilakukan oleh swasta. Proyek komputerisasi dengan investasi Rp 310 miliar itu sendiri tampaknya tak mungkin dibatalkan. Arti penundaan pelaksanaan adalah penetapan pembedaan tarif berdasarkan golongan kendaraan bermotor. Mobil mewah tentu lebih tinggi dibandingkan dengan minibus atau sepeda motor. Ini pula yang menjadi pijakan penulisan Laporan Utama ini. Bagian pertama, kecuali protes dan penundaan, juga mengungkap proses tender, akta perjanjian yang kurang menguntungkan polisi, dan bagaimana sampai keputusan itu akhirnya diteken. Siapa yang memperoleh proyek terbesar Polri selama Orde Baru itu? PT Mindo, yang disebut-sebut ditopang sejumlah pengusaha besar, menjawab berbagai tuduhan dan memberikan penjelasan. Dari bagaimana bisa memenangkan tender, kalkulasi bisnis, sampai seberapa besar keuntungan yang bakal dipetik. Dan tampaknya, keuntungan bakal mengalir dari sekitar 10 juta kendaraan bermotor dengan pertumbuhan sekitar 4% per tahun itu. Tentu, bagian ini perlu juga menampilkan proses kerja komputerisasi pembuatan STNK yang dirancang dengan sistem informasi terpadu lewat satelit. Juga manfaat komputerisasi itu selain untuk administrasi STNK. Sebab, semua kantor polres akan disatukan dalam satu kendali lewat komputer di Mabes Polri, Jakarta. Namun protes itu tak lepas dari berbagai tuduhan dan dugaan negatif sekitar proyek raksasa itu. Jenderal (Pol) Kunarto, Kapolri yang punya ide dan menyetujuinya, menjawab semua itu. Berbagai tuduhan sekitar proyek itu dibantahnya. Baik mengenai dirinya maupun keluarganya. Akan berhasilkah komputerisasi STNK itu? Belum bisa diramal. Namun ada satu contoh proyek komputerisasi polisi, yakni pembuatan surat izin mengemudi (SIM). Dulu teknologi canggih itu dirancang untuk mempercepat proses pembuatan dan memberantas calo. Tapi tujuan kedua tampaknya tak kesampaian. Karena alat canggih pun bisa diakali, hingga calo pun tetap beroperasi. Calo rupanya tak bisa diberantas dengan komputer. Untuk memberikan gambaran seberapa besar biaya STNK itu, bagian terakhir mencoba membandingkannya dengan sejumlah negara di sekitar Indonesia. Kalau tarif baru itu diterapkan, Indonesia mungkin akan naik peringkat dalam hal tingginya biaya STNK. Apalagi kalau hanya biaya administrasinya. Mungkin yang tertinggi di seantero kawasan dunia ini. A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini