PT Mindo, raksasa eksportir minyak sawit Indonesia yang sudah melanglang buana, ternyata masih sempat melirik pasar di balik pagar Markas Besar Kepolisian RI. Perusahaan yang juga berdagang minyak mentah, pipa, sampai jadi kontraktor inilah yang kini sedang disorot gara-gara kebagian proyek besar polisi berupa sistem jaringan komunikasi pembuatan STNK, BPKB, dan surat kendaraan bermotor lainnya. Proyek STNK ini makan investasi Rp 310 miliar. Sedangkan komputerisasi SIM hanya sepertiganya. Di balik PT Mindo ada sejumlah nama besar. Ada Bambang Trihatmojo dari Bimantara Group, Nirwan Bakrie, dan Indra Bakrie dari Bakrie Group, atau Sudwikatmono yang sering dijuluki raja bioskop dan tepung terigu. Tim itu juga dilengkapi dua pengusaha terkemuka, Sharif Cicip Sutardjo dan Aminuzal Amin. Mereka ini membentuk PT Mindo Citra Upaya Duta (MCUD) dan PT Platindo Prima Abadi yang mendapat proyek Polri tadi. Namun, pihak Bimantara membantah bahwa Bambang Trihatmojo pribadi ikut dalam proyek itu. MCUD agaknya berusaha all out untuk memenangkan proyek STNK ini. Menurut sumber TEMPO di sana, pihaknya sudah mengeluarkan sekitar Rp 600 juta untuk memenangkan proyek ini. Biaya itu antara lain untuk mendatangkan seperangkat komputer built up dari Jepang buat presentasi sistem yang ditawarkan itu. Biaya juga dikeluarkan untuk survei di beberapa negara. Sejak dua tahun lalu, MCUD mengirim tim untuk mempelajari sistem jaringan komunikasi polisi di Amerika Serikat, Australia, dan beberapa negara lain. ''Akhirnya kami memilih sistem Australia karena kondisi geografisnya mirip di Indonesia,'' katanya. Dari sini proposal dibuat dan ditawarkan. Tender untuk proyek itu boleh dibilang tertutup karena pesertanya diundang. Dan pemenang tender bukan peserta yang mengajukan penawaran paling murah. Sebab, kata sumber yang enggan disebut namanya ini, pihak Mindolah yang sanggup memenuhi permintaan Polri untuk membuat sistem komunikasi, sebuah management information system terbesar di Indonesia (lihat Kerja STNK Lewat Satelit). Untuk mengintegrasikan sistem komunikasi raksasa itu Mindo kabarnya tengah melakukan negosiasi untuk menyewa sebuah transponder satelit Palapa. Sewanya tak kurang dari US$ 1,2 juta atau Rp 2,4 miliar. Namun Jenderal (Pol) Kunarto (bekas Kapolri yang punya ide proyek ini) dalam wawancara khusus dengan TEMPO menjelaskan, biaya satelit itu masih akan diakali agar lebih murah. Caranya, memakai jatah satu transponder Palapa yang disediakan untuk empat angkatan ABRI. ''Yang seperempat jatah Polri itu akan dimanfaatkan untuk jaringan on line STNK dan samsat,'' ujar Kunarto (lihat Saya Sendiri Kaget). Menurut pihak Mindo, sewa satelit itu hanya satu komponen dari seluruh biaya. Yang paling berat adalah biaya sistem pengaman (back-up system) yang kabarnya dibuat sampai tiga lapis. Beban Mindo lainnya adalah biaya perbaikan dan penggantian unit komputer selama lima tahun masa kontrak. ''Selain investasi yang Rp 310 miliar, kami juga masih menanggung biaya operasi yang kami anggarkan empat kali lipat investasi awal tadi,'' kata sumber TEMPO ini. Artinya, Mindo mesti menyiapkan dana Rp 1,5 triliun. Dana didapat dari sindikasi beberapa bank di sini. Maka, untuk mengembalikan modalnya, pihak Mindo akan memungut biaya administrasi 37.500 untuk segala jenis kendaraan. Tak peduli bajaj, sepeda motor, atau Baby Benz. Namun, setelah diteliti ketahuan bahwa jumlah kendaraan roda dua cukup besar tujuh berbanding tiga dari mobil, sehingga dirasa tak adil memungutnya pukul rata. Dari sinilah kemudian ada pembedaan tarif STNK. Sepeda motor Rp 25.000 dan mobil Rp 70.000. Pemilik mobil ditarik lebih untuk menyubsidi sepeda motor. Mengapa Rp 25.000? Pihak Mindo menghitung biaya yang dikeluarkan buat selembar STNK. Rinciannya: biaya bahan STNK yang terbuat dari PVC, termasuk desain dan kertas hologram pembungkus STNK (Rp 3.000), biaya logo dan pengembangannya (Rp 15.000), pengembalian investasi Mindo plus bunga bank (Rp 5.000), PPN dan PPH (Rp 2.500). Total biaya selembar STNK: Rp 25.500. Dengan kalkulasi begini, pihak Mindo menghitung, break even point alias titik impas akan didapat pada tahun keempat. Dengan asumsi jumlah mobil tumbuh 4% per tahun. Setahun terakhir dari masa kontrak tadi adalah masa menikmati keuntungan bagi Mindo. Untung besar? ''Ah, tidak juga, karena pada tahun keempat kami harus mengganti seluruh perangkat kerasnya,'' katanya. Ada yang mencoba menghitung untung Mindo. Agus Pambagio, staf Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang membentuk Komite Peninjauan Kembali Biaya STNK, seperti dikutip Jakarta-Jakarta, menghitung akan ada pemasukan Rp 406 miliar dari STNK dan Rp 70 miliar dari pelat nomor per tahun. Ia mendasarkan hitungannya pada 10 juta kendaraan bermotor. Tampaknya, tak gampang menghitung kendaraan bermotor yang berseliweran di jalan. Polisi mencatat 9 juta lebih dan BPS mendata ada sekitar 17 juta. Berapa pun jumlahnya, yang jelas Mindo sungguh jeli melihat lubang duit itu. Toriq Hadad, Iwan Qodar Himawan, Nunik Iswardhani, Andy Reza, dan Ivan Haris (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini