Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ancaman Kekurangan Guru tanpa Tenaga Honorer

Banyak sekolah akan kekurangan guru setelah pemerintah menghapus guru honorer akhir tahun ini. Terdapat 2,3 juta tenaga honorer.

1 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Guru Berpotensi Kekurangan Jam Mengajar

  • Masih banyak guru honorer tak diangkat jadi PPPK.

  • Keberadaan guru honorer di sekolah masih sangat dibutuhkan.

PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam langkah Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta yang melakukan pemberhentian kerja atau cleansing terhadap guru honorer. Cara itu akan membuat sekolah makin kekurangan tenaga pengajar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kebijakan ini akan menyebabkan ruang-ruang kelas kosong lantaran berkurangnya tenaga pendidik,” kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Rabu, 31 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan Indonesia sesungguhnya membutuhkan sekitar 1,3 juta guru per tahun untuk mencapai target optimal. Namun jumlah guru yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) belum mencapai angka tersebut.

Karena jumlah guru berstatus ASN tak cukup, kata dia, pihak sekolah berinisiatif mengangkat guru honorer di sekolahnya. “Yang mesti ditambah adalah kuota untuk mengakomodasi tenaga honorer, bukan justru memangkasnya,” kata Iman.

Kuota yang dimaksudkan Iman adalah jatah seleksi program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Seleksi ini akan mengakomodasi guru honorer agar tetap dapat melakukan aktivitas belajar-mengajar sebagaimana kriteria yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan.

Peraturan tersebut menjadi salah satu acuan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam menerapkan kebijakan cleansing terhadap guru honorer. Alasannya, guru honorer tak bisa memenuhi sejumlah kriteria yang tercantum dalam regulasi tersebut. Kriteria itu di antaranya guru honorer terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK), tidak menerima tunjangan profesi guru, serta ditugaskan oleh kepala sekolah yang dibuktikan dengan surat penugasan atau surat keputusan.

Ilustrasi sejumlah guru honorer membentangkan poster saat melakukan unjuk rasa memperingati Hari Guru Nasional di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia

Pemerintah menghapus keberadaan tenaga honorer sejak 2023. Keharusan untuk menghapus tenaga honorer tersebut diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 66 itu mengatur penghapusan tenaga honorer atau pegawai non-ASN paling lambat akhir Desember 2024. 

Saat UU ASN itu berlaku, tercatat ada 2,3 juta tenaga honorer di seluruh Indonesia, termasuk guru honorer. Sesuai dengan data Kementerian Pendidikan, jumlah guru honorer di setiap jenjang pendidikan masih sangat tinggi. Misalnya, guru honorer pada tingkat sekolah dasar mencapai 127.464 orang. Sedangkan guru sekolah dasar yang berstatus ASN sebanyak 169.762 orang. 

Data ini menunjukkan bahwa sekolah masih sangat bergantung pada keberadaan guru honorer. Karena itu, Iman Zanatul Haeri berharap pemerintah dapat mengangkat guru honorer menjadi pegawai dengan skema kontrak kerja individu (KKI).

Skema KKI ini diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing. Setiap daerah mengalokasikan kuota yang terbatas bagi guru honorer untuk diangkat menjadi pegawai negeri ataupun guru kontrak. 

Merujuk pada data yang dihimpun P2G hingga 2023, terdapat 4.836 guru honorer di Jakarta. Adapun guru honorer yang telah mengikuti dan lolos seleksi program PPPK tapi belum memperoleh tempat mengajar sebanyak 687 orang. “Untuk hasil seleksi PPPK pun, jumlahnya hanya bisa menampung 55 persen dari kebutuhan guru,” kata Iman.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta menerapkan cleansing atas dasar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2023. BPK menyimpulkan terdapat sekitar 400 guru honorer yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 63 Tahun 2022. 

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin, mengatakan kebijakan cleansing dilakukan untuk memanusiakan guru honorer. Sebab, banyak guru honorer yang direkrut oleh sekolah tanpa menerima pembayarah upah sesuai dengan standar.

Merujuk pada Pasal 40 Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 63 Tahun 2022, besaran upah tenaga honorer bersumber dari alokasi bantuan operasional sekolah (BOS) maksimal sebesar 50 persen. 

Budi mengatakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan membuka proses seleksi KKI bagi guru honorer pada Agustus mendatang. “Dibuka sebanyak 1.700 lowongan,” katanya.

Sejumlah guru sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) setelah menerima SK PPPK di Kota Dumai, Riau, 18 Juli 2024. ANTARA/Aswaddy Hamid

Andi Hidayat Maulana merupakan salah satu guru honorer yang terimbas kebijakan cleansing. Ia mengatakan proses seleksi KKI kerap dilakukan tanpa transparansi dan kredibilitas. Meski berharap dapat mengikuti proses tersebut, guru honorer pengampu mata pelajaran pendidikan agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 231 Jakarta ini skeptis memperoleh kuota. “Jumlahnya terlalu sedikit dari jumlah tenaga honorer yang ada,” katanya.

Andi berpendapat, seleksi KKI memang menjadi salah satu alternatif untuk memangkas guru honorer. Namun guru honorer kerap menolak sistem KKI karena kontraknya per tahun dan tidak ada kepastian kontrak itu akan dilanjutkan atau diberhentikan.

Iman Zanatul Haeri sependapat dengan Andi. Iman mengatakan program KKI tak dapat menjamin jenjang karier guru honorer. Sebab, statusnya tetap sebagai tenaga honorer bukan ASN. “Jika Undang-Undang ASN berlaku, artinya KKI ini juga berpotensi dihapus,” ujarnya.

Iman berharap pemerintah dapat mengakomodasi kebutuhan tenaga pendidik nasional dengan cara memperbanyak kuota formasi ASN ataupun PPPK.  “Agar tidak terjadi kekurangan guru di masa mendatang,” kata dia.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas belum menjawab pesan Tempo yang dikirim kepadanya. Melalui siaran pers, Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Mohammad Averrouce mengatakan institusinya terus mendorong penguatan karier tenaga pendidik. 

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nunuk Suryani juga belum menjawab pertanyaan yang diajukan Tempo. Adapun Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kementerian Pendidikan Anang Ristanto tak berkenan memberikan jawaban. Ia beralasan masih mengikuti rapat sehingga tak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan Tempo.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin, mengklaim di wilayahnya tak akan terjadi kekurangan tenaga pengajar kendati menemukan maladministrasi dalam perekrutan guru honorer. Ia mengatakan, berdasarkan temuan lembaganya, jumlah guru honorer yang terindikasi maladministrasi hanya satu-dua orang per sekolah. “Akan segera ditutupi oleh tenaga pendidik lain. Jadi proses belajar-mengajar dipastikan tak terimbas,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Desty Luthfiani berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus