Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sultan Syarif Kasim II, Murid Snouck Hurgronje yang Menjadi Loyalis Republik

Selain menyerahkan 13 juta Gulden untuk Republik, Sultan Syarif Kasim II menyatakan Kesultanan Siak Sri Indrapura baguian dari RI.

18 Agustus 2021 | 17.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan membersihkan teks proklamasu di monumen Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi, Jakarta, 8 September 2015. Kegiatan yang merupakan bagian dari konservasi tersebut dilakukan setiap Lima sampai 10 tahun sekali. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sultan Syarif Kasim II mungkin tak seterkenal Soekarno yang berjuang melalui jalur politik, atau Soedirman yang berjuang menjadi gerilyawan. Namun bagi masyarakat Riau, raja terakhir Kesultanan Siak Sri Indrapura ini amat berjasa bagi Republik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika kemerdekaan Indonesia masih seumur, di mana kondisi politik serta ekonomi belum stabil, Sultan Syarif Kasim II memutuskan pergi ke Jawa menemui Bung Karno dan menyumbang harta kekayaannya sebanyak 13 juta gulden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bantuan yang diberikan Sultan Syarif Kasim II kepada Pemerintah RI tersebut disertai dengan penyerahan mahkota kesultanan sebagai tanda Kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bantuan tersebut dinilai sangat membantu napas perekonomian Indonesia yang saat itu masih labil. Sehingga pemerintah menobatkan gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres No. 109/TK/1998, pada 6 November 1998 untuk Sultan Syarif Kasim II.

Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau juga dikenal dengan nama Sultan Syarif Kasim II lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, pada 1 Desember 1893 dengan nama lahir Tengku Sulung Sayed Kasim. Pewaris takhta Kerajaan Siak Sri Indrapura ke-12 ini dinobatkan sebagai Sultan ketika masih berumur 21 tahun, menggantikan ayahnya, Sultan Syarif Hasyim.

Hingga usai 12 tahun, Sayed Kasim dididik di lingkungan Istana hingga akhirnya pada 1904, ia diberangkatkan ke Batavia, kini Jakarta, untuk melanjutkan pendidikan. Di Batavia, Sayed Kasim belajar tentang hukum Islam dengan berguru kepada ulama besar yang sekaligus anggota pergerakan nasional Sayed Husein Al-Habsyi.

Selain belajar mengenai hukum Islam Sayed Kasim juga menuntut ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof. Snouck Hurgronje dari Institute Beck en Volten. Menempuh pendidikan di Batavia selama 11 tahun dari 1904 hingga 1915, telah mempengaruhi Sayed Kasim semangat kesatuan, semangat kemerdekaan dan semangat untuk menentang penjajah.

Baru empat tahun merantau, Sayed Kasim mendapat kabar duka. Ayah meninggalkan dan untuk sementara kekosongan kekuasaan diwakili oleh Tengku Besar Sayed Syagaf dan Datuk Lima Puluh selama 7 tahun. Sekembalinya dari Batavia, Sayed Kasim diangkat menjadi Sultan Kerajaan Sultan Siak Indrapura dengan gelar Sultan Asysyaidis Syarif Kasim Abdul Djalil Syaifuddin.

Naiknya Sultan Syarif Kasim II menjadi Sultan Kerajaan Siak, menimbulkan kekhawatiran pihak Hindia Belanda karena pewaris kerajaan merupakan orang yang berpendidikan dan progresif. Kendati pihak Hindia Belanda kurang senang dengan pengangkatan tersebut, Datuk Empat Suku yang merupakan Dewan Kerajaan tetap menghendaki Sayed Kasim menjadi sultan sesuai adat.

Kekhawatiran kolonial Hindia terbukti, selama pemerintahannya Sultan Syarif Kasim II menentang Hindia Belanda dan membangun kekuatan militer dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Selain membangun kekuatan militer, ia juga membina mental dan pendidikan rakyat dengan mendirikan sekolah.

Setelah Belanda hengkang dan Jepang datang, perjuangan Sultan Syarif Kasim melawan kolonialisme tak pernah surut. Kekalahan Jepang pada sekutu dan menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus 1945 dan diikuti dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dirayakan oleh Sultan Syarif Kasim dengan mengibarkan bendera merah-putih yang dijahit oleh istrinya.

Sultan Syarif Kasim meninggal dunia di usai 74 tahun pada 23 April 1968 di Rumbai, Pekanbaru, dan dimakamkan di dekat lokasi Kerajaan Siak. Namanya kini digunakan sebagai nama bandara internasional di Kota Pekanbaru, yakni Bandara Sultan Syarif Kasim II, serta nama salah satu universitas terfavorit di Riau, yakni Universitas Islam Negeri atau UIN Sultan Syarif Kasim.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus