Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Supaya adem ayem

Penangananan masalah tanah yang semrawut akan diperbaiki. para bupati/walikota, camat & kepala desa akan ditatar. (nas)

3 November 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELESAI bersidang 3 hari di gedung DPRD DKI, para gubernur yang mengikuti Rapat Kerja Gubernur Seluruh Indonesia 20-23 Oktober pekan lalu tak bisa lantas pulang. Mereka harus pindah tempat rapat di gedung Sekretariat Kabinet. Selama 2 hari mereka berbincang dengan Menteri Penertiban Aparatur Negara JB Sumarlin yang juga mengetuai Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertanahan. Dihadiri 24 gubernur -- 3 di antaranya pejabat sedang 3 lainnya absen karena sedang menunaikan ibadah haji - Raker Gubernur kali ini menempatkan masalah tanah sebagai acara utama. "Lain dengan Raker Pebruari lalu, kali ini para gubernur mendapat kesempatan luas untuk berdialog," ujar Kepala Biro Humas Depdagri Feisal Tamin. Alasannya, dulu para gubernur biasa membawa staf sampai 5 orang sebagai peserta hingga forumnya dianggap terlalu luas. Kali ini hanya 2 staf yang boleh dibawa, ketua Bappeda dan Asisten II (bidang pembangunan dan ekonomi). Mengapa masalah tanah? seperti dikatakan Mendagri Amirmachmud dalam pidato pembukaannya, masalah tanah belakangan ini telah menjadi masalah nasional yang banyak minta perhatian pemerintah. Juga merupakan masalah yang rawan, "yang secara langsung atau tidak dapat dimanfaatkan oknum-oknum tertentu dalam rangka keuntungan pribadi atau golongan, baik bermotif keuntungan komersial atau politik." Yang menonjol dari masalah tanah belakangan ini ialah kesan adanya kesimpangsiuran dalam penanganannya. Itu terlihat misalnya pada kasus Jenggawah dan Siria-ria. Baru setelah berkepanjangan muncul kesepakatan untuk menyelesaikannya secara tuntas dan damai. Jelas tampak tidak adanya kebijaksanaan nasional yang konsepsional, serta sinkronisasi antara para aparat pelaksana, di daerah dan pusat. "Justru untuk menghilangkan kesimpangsiuran dan kesemrawutan inilah para gubernur dikumpulkan. Mereka diingatkan akan tugas dan kewenangannya," kata Dirjen Agraria Darjono. Jangan Adem Agaknya, untuk itu pula Mendagri memberi pengarahan mengenai masalah agraria pada para gubernur dengan naskah setebal 39 halaman. Yang dianggap perlu ditingkatkan adalah sinkronisasi pelaksanaan tugas bidang keagrariaan dengan bidang kehutanan, transmigrasi, pertambangan dan pekerjaan umum. Sekalipun telah ada peraturannya, ternyata masih banyak penyimpangan di bidang ini. Misalnya tanah yang sudah disediakan untuk transmigrasi ternyata meliputi areal yang dimasukkan dalam Hak Pengusahaan Hutan. Akibatnya timbul sengketa. Pendudukan rakyat atas tanah Hak Guna Usaha Perkebunan/Kehutanan tanpa izin juga memperoleh perhatian besar. Yang menarik adalah petunjuk Mendagri yang tidak membenarkan adanya tindakan yang menyebabkan hilangnya sumber penghidupan rakyat. Tanah perkebunan yang ditelantarkan dan diduduki rakyat misalnya, bisa diberikan para penggarap sepanjang tidak bertentangan dengan usaha penyelamatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. "Bertindak operasionil. Jangan adem ayem. Tindakan ini mempunyai impact politis dan psikologis," ujar Amirmachmud dalam pengarahannya. Usaha pemecahan darn penyelesaian masalah tanah dianjurkannya mempergunakan pendekatan akomodatif. "Para kepala daerah dan aparat agraria jangan berpikir teknis agraris semata-mata, tapi harus mempunyai jangkauan cakrawala yang luas. Tapi semua tindakan harus berdasarkan hukum." Penataran Terkesan ada usaha mencegah timbulnya kegoncangan sosial dan politik akibat masalah tanah ini. "Dalam penyelenggaraan landreform harus selalu diingat masalah tanah sangat peka dan eksplosif," kata Mendagri. Karena itu dimintanya agar semua aparat pemerintah menghayati dan tidak ragu-ragu melaksanakan peraturan perundangan agraria. Tidak dibenarkan adanya kebijaksanaan daerah yang menyimpang. Menyadari kelemahan aparat pelaksana itu Depdagri telah memutuskan untuk menyelenggarakan penataran bagi para bupati dan walikota mengenai masalah keagrariaan. Atas permintaan Jaksa Agung, para jaksa juga akan diikutsertakan dalam penataran ini. "Diharapkan penataran ini bisa dimulai bulan depan. Terdiri dari 3 atau 4 angkatan, setiap kali selama 2 minggu," tutur Darjono. Di daerah tingkat II kemudian akan diadakan penataran bagi para camat dan kepala desa. "Kan manipulasi tanah dimulai dari tingkat paling bawah," ujar Darjono pula. Dengan begitu penanganan masalah tanah bisa diselesaikan secara adil dan tuntas. karena memang semua peraturan dan perundangannya dianggap telah ada dan memadai. Bagaimana suara daerah? "Saya selalu menyelesaikan masalah tanah secara proporsional, berdasar hukum yang berlaku," kata Gubernur Ja-Tim Soenandar Prijosudarmo. Tapi benarkah semua aparat bawahannya sudah mengetahui dan memahami peraturan keagrariaan? Diakuinya, ada yang kurang memahaminya. Karena itu rencana penataran disambutnya gembira. Jawa Timur telah mengadakan penataran bagi para camatnya. "Setelah penataran bagi para bupati, akan diteruskan lagi sampai ke tingkat lurah. Karena lurah adalah kunci terakhir dalam masalah tanah," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus