Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sampai saat ini, Harun Masiku masih menjadi daftar pencarian orang (DPO) sejak 2020 yang terlibat kasus suap. Perkara suap ini bermula ketika caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas sebagai pemilik perolehan suara tertingi, meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, KPU mengalihkan suara kepada Riezky Aprilia yang menerapkan pergantian antarwaktu (PAW). Sebab, Riezky mendapatkan perolehan suara terbanyak kedua. Namun, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin.
KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky. Namun, Wahyu Setiawan disuap untuk mengubah keputusan KPU tersebut. Adapun, Wahyu adalah salah satu tersangka yang terjaring pada OTT 8 Januari 2020. Sejumlah fakta pun terungkap seiring berjalannya agenda sidang Wahyu, termasuk ada nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Pada persidangan dalam agenda pemeriksaan Saeful Bahri sebagai terdakwa penyuap Wahyu, pada Kamis, 30 April 2020, nama Hasto turut disebut. Saeful mengaku sempat berkomunikasi melalui WhatsApp dengan Hasto, pada 16 Desember 2019. Komunikasi itu mengenai laporan transaksi uang untuk Wahyu. Hasto memberitahu Saeful bahwa ada uang Rp600 juta. Sebanyak Rp200 juta akan digunakan untuk uang muka “penghijauan”.
Buntut terkait kasus penetapan PAW anggota DPR RI 2019-2024 ini, Wahyu divonis 7 tahun penjara dan masuk bui terhitung sejak Januari 2020. Namun, 3 tahun 9 bulan kemudian atau pada Oktober 2023, ia dibebaskan bersyarat. Lalu, pada 23 Desember 2024, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka. Sementara itu, Harun masih menjadi DPO.
Syarat PAW
Dikutip kpu.go.id, pergantian antar waktu (PAW) adalah mekanisme ketika ada salah seorang anggota DPRD, bupati dan wakil bupati, serta gubernur dan wakil gubernur berhalangan tetap dalam perjalanan kepemimpinannya. Ada tiga alasan PAW dilakukan, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, dan diberhentikan.
Anggota yang mengundurkan diri terjadi karena permintaan sendiri dan/atau ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota. Calon PAW yang akan mengisi posisi kepemimpinan tersebut harus melakukan verifikasi teliti dan akurat untuk dinyatakan bahwa peringkat suara terbanyak berikutnya memenuhi syarat.
Terdapat beberapa calon PAW yang dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dapat mengisi kursi kepemimpinan tersebut. Adapun, syarat-syarat yang tidak dapat memenuhi menjadi PAW, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, dan tidak lagi memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya, calon PAW tidak memenuhi syarat, jika ditetapkan sebagai calon peserta dalam pemilihan kepala daerah, diangkat sebagai Anggota TNI, Polri, PNS, direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan BUMN, BUMD, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
Selain itu, calon PAW yang tidak memenuhi syarat lainnya, yaitu berpraktik sebagai akuntan publik, advokat atau pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), atau pekerja penyedia barang dan jasa berhubungan dengan keuangan negara. Tak hanya itu, sosok yang sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap juga tidak dapat menjadi calon PAW.
Syarat menjadi calon PAW juga tidak bisa berasal dari seseorang yang pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap karena tindak pidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih penjara, diberhentikan sebagai anggota partai politik (parpol), dan menjadi anggota parpol lain.
Hendrik Khoirul Muhid turut berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan Editor: Eks Penyidik Harun Masiku Ungkap Peran Firli Bahuri di Pemeriksaan Perkara Hasto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini