PENDUDUK desa Nglumut di lereng gunung Merapi itu tampaknya
benar-benar berani mati. Dua tahun lalu Gubernur Jawa Tengah
memutuskan, semua penduduk desa ini harus pindah. (TEMPO, 8
Pebruari 1975). Sebab jika cekdam yang menampung air dari kali
Bebeng dan kali Putih penuh, tak ragu lagi desa ini akan
terkubur pasir gunung Merapi. Kepada 171 KK atau 720 jiwa
penduduk di situ diajukan dua pilihan: pindah ke areal hutan
tanggul milik Perhutani tak jauh dari sana atau bertransmigrasi.
Namun penduduk menolak dua-duanya. Meskipun Kartodiwiryo,
lurahnya waktu itu, pernah disekap Kodim Magelang karena
dianggap menghasut warganya agar tetap bertahan.
Begitu juga ketika pejabat-pejabat kecamatan maupun kabupaten
mencoba bertandang ke desa itu: penduduk tak mau dirayu. Alasan
warga Nglumut agaknya sederhana saja: tak mau berpisah dengan
tanah warisan nenek moyang dengan rumpun-rumpun salak yang
membuahkan rezeki lumayan setiap tahun. Banjir lahar dingin di
kali Bebeng dan kali Krasak di tepi desa mereka yang menggalak
lagi belakangan ini hanya menjadi tontonan penduduk Nglumut.
Kata mereka, kematian tidak nanya karena banjir lahar saja,
sebab kalau desa ini memang hendak dilanda lahar mengapa tidak
dulu-dulu. Begitu.
Karena itu pula agaknya pelantikan lurah baru desa Nglumut pada
pertengahan Nopember lalu berjalan kaku dan agak sepi. Lurah
baru ini bernama Sakiran, Peltu Polisi, dari siapa diharapkan
mampu membujuk warganya agar mau beranjak dari Nglumut. Dan
menganggap bahwa tugas si lurah ini cukup berat, maka tak kurang
dari Bupati Magelang sendiri yang melantiknya. "Saya tahu di
desa ini ada Nabi Musa palsu", ujar Bupati sambil menjelaskan
bahwa ada seorang di antara penduduk Nglumut yang telah
mengaku-aku dapat membatalkan kepindahan mereka ke tempat lain
asal membayar sejumlah uang. Kabarnya orang yang dimaksud
bernama Suyadi, pernah ditahan polisi dan sekarang ditugasi
sebagai pengawas gunung Merapi.
Tekad Bupati Magelang, drs. Ahmad, agaknya sudah mantap untuk
tetap memindahkan penduduk Nglumut. Selaku bupati, katanya, saya
akan merasa berdosa kalau tidak berhasil memindahkan penduduk
desa Nglumut- sedang sebelumnya saya sudah tahu desa ini akan
terbenam pasir gunung Merapi. Tak Kalah dengan itu adalah tekad
lurah Sakiran: sekitar setengah tahun kami bisa membereskan
pemindahan penduduk. Dan dari fihak warga desa Nglumut tampaknya
juga sudah ada langkah mundur. Kata seorang tua-tua desa itu
kepada TEMPO: "Kami mau pindah asal dekat dari desa ini.
Sebab kami masih membutuhkan buah salak yang kami pelihara sejak
kecil. Tapi kalau bisa kami masih ingin tetap di desa Nglumut
sampai desa ini kena lahar". Keinginan bertahan di Nglumut
agaknya semakin kendor setelah dua buah desa hanyut dilanda
banjir lahar dingin dari kali Krasak dua minggu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini