DI Zaman Belanda Manado berbentuk sebuah keresidenan. Meliputi
daerah Minahasa dan Manado sendiri keresidenan ini lembaga dalam
7 distrik. Satu di antara distrik itu adalah Ratahan di bagian
timur Minahasa. Tapi sekarang Ratahan telah dipecah menjadi 3
kecamatan: Ratahan sendiri Tombatu dan Belang.
Sebagai tempat kedudukan camat hingga sekarang Ratahan tak
banyak berubah. Artinya masih sulit mendudukkannya pada tempat
yang pas. Mau disebut desa ternyata Ratahan juga berstatus
sebagai bendar yaitu gabungan 3 buah desa desa Wawali. Tosuraya
dan Lowu. Selain itu sebagai ibu kecamatan, ada pula 8 bulan
desa dibawahinya. Tapi jika mau disebut sebagai kota, sebagai
kota kecilpun agaknya belum pantas.
Dengan penduduk 18.000 lebih kecamatan bekas distrik ini memang
terbilang bungsu dibanding keenam bekas kota distrik lainnya di
Minahasa. Namun bagaiamanapun juga desa atau kota ini atau
apapun sebutannya yang tepat, memiliki areal sawah seluas 1.000
hektar lebih, menghasilkan sekitar 200 ton kopra sebulan dan
cengkeh rata-rata 5 ton tiap tahun. Seluruh kecamatan ini
sendiri berareal 160,60 km.
Walaupun hanya berjarak 60 km dari kota Manado dan belum juga
terjangkau aliran listrik PLN, tapi orang-orang Minahasa faham
benar bahwa karena kemakmurannya, penduduk Ratahan sanggup
berpesta 3 hari 3 malam untuk sebuah perkawinan misalllya. "Dan
tak ada yang sampai menjual tanah atau kebun", kata W.K.
Rumenser. Camat Ratahan. Katanya pula, "semua ini boleh jadi
karena sifat gotong-royong yang sangat kuat di kalangan orang
Ratahan".
Cara-cara hidup yang tradisionil juga masih melekat di kalangan
warga Ratahan. Begitu yula kepercayaan terhadap yang gaib-gaib.
Hampir segala gerak-tindak penduduk di kampung-kampung diiringi
berbagai pantangan yang sangat tabu. Kematian Debora. anak
perawan Komandan Polisi setempat dengan bunuh diri lewat pestol
ayahnya (TEMPO 24 April 1976), konon karena menyentuh hal yang
amat tabu.
Maengket
Tapi jangan dilupakan dengan cara hidup demikian itu pula,
"kebudayaan asli penduduk Katahan tumbuh subur tanpa dibina"
sebagai dituturkan Rumenser. Contohnya, perkumpulan musik bambu
yang sering muncul sebagai juara Sulawesi Utara semuanya berasal
dari sini. Tiap desa di sini memiliki klab musik bambu atau
Maengket yang sudah sulit ditemukan di tempat lain di Minahasa.
Lebih dari itu, dari Ratahan ini pula muncul guru-guru musik
yang kenamaan di Minahasa. "Bukan itu saja, tokoh-tokoh parpol
pun banyak berasal dari sini", tambah sang camat meski pun
dalam pemilu baru lalu kawasan ini nyaris bebas parpol.
Jika dinilai Ratahan agak tertinggal di bidang pembangunan,
tentu tak seluruhnya karena warganya yang masih tradisionil itu.
"Pembinaan dan pengarahan kemampuan rakyat itu sangat pokok",
tutur Rumenser yang baru saja jadi camat di sini. Dia mengambil
contoh, "bagaimana mau maju jika membangun pagar saja harus
pakai aturan adat". Misal lain. Gedung gereja yang sudah cukup
tua di sini telah lama hendak dipugar. Walaupun pengumpulan dana
untuk itu sudah menjangkau warga-warga Katahan di perantauan,
namun niat itu belum juga terlaksana.
Lalu ada pula sebuah bendungan bernama Nauten. Proyek PMD
propinsi ini dibangun tahun 1970 dengan biaya puluhan juta.
Sial, bendungan yang sesungguhnya dapat mengairi 1000 hektar
sawah ini sia-sia belaka, karena saluan induknya tak dibuat.
Untung belakangan ini sebuah tim peneliti sedang mengitari
desa-desa untuk mengumpulkan data mengenai potensi dan keinginan
para warga.
Tapi jika sekarang sedang dibangun sebuah patung Opo Rotulong
Maringka, harap jangan dituduh penduduk Katahan latah
berpatung-patung. Tentu patung ini dimaksudkan sebagai
pembangkit semangat leluhur. Sebab Opo Maringka dianggap tak
lain pendiri latahan. Di tempat monumen itu terdapat sebuah batu
yang selama ini dikeramatkan penduduk. Menurut sahibul kisah,
batu ini telah beranak-pinak, dipancangkan oleh Opo Maringka
sebagai awal berdirinya kampung Ratahan. Ratusan tahun nan
silam. Telur yang digenggam sang Opo ketika bertapa, tutur kisah
itu lagi, kemudian menetas dan lahirlah seekor ayam jantan. Sang
ayam pun berkokok: ta . . ta . . an, ta . . ta . . an. Lalu
dinamakanlah kampung itu Ratahan. "Sekarang telur orde baru yang
menetas di sini", kata Rumenser.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini