Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Rambu Di Kelok Seribu

Jembatan beton sungai Siak menggantikan jembatan Ponton yang rusak. Lalu lintas lancar, tetapi usaha taksi tersisih. Penerbangan perintis dumai-pekanbaru menambah kesulitan bagi taksi. (dh)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN lintas pulau Padang - Pekan baru - Dumai, merupakan urat nadi utama hubungan darat di perut Sumatera itu. Apalagi ketika 19 April 1977 lalu, Presiden Suharto meresmikan jembatan beton sungai Siak. Kehadiran jembatan beton ini, lebih menyemarakkan suasana lalu lintas di pusat kegiatan ekonomi Riau itu. Per hari rata-rata 50 salllpai 100 kendaraan berbagai jenis hilir mudik. Ketika masih jembatan ponton, hubungan kerap macet. Terlebih di saat-saat sungai Siak meluap. Akibatnya distribusi kebutuhan arus hubungan kerap tergendala berhari-hari. Makanya, jembatan beton berukuran 350 x 10 meter itu dianggap bisa mengatasi problem jembatan ponton yang sudah uzur dan berusia lebih dari 15 tahun. Bersaing Terus Cuma yang tetap gembira dan mengeluh bukan tak ada. Bis-bis yang penuh bermuatan sayur-mayur tetap bergairah. Begitu pula bis-bis penumpang yang memasang tarip Rp 750 per orang, tetap penuh. Juga oplet-oplet. Tapi kehidupan taksi umum tampaknya semakin lesu. "Sulit sekarang eari penulllpang", begitu eerita Sartana salah seorang supir taksi Pekanbaru - Dumai. Menurutnya, kini cuma tinggal sekitar 12 buah taksi yang tetap beroperasi ke jurusan itu. Padahal 2-3 tahun lalu lebih dari 30 buah. Kini untuk mendapat penumpang, para supir itu harus lihat keluar masuk penginapan dan hotel-hotel, atau menjemput sampai ke kampung-kampung. "Jangan harap menunggu penumpang mencari taksi seperti dulu", lanjutnya. Tak jarang ia terpaksa berangkat hanya dengan 1 atau 2 penumpang. Padahal dulunya, selain selalu tetap penuh (4 penumpang) pun sehari bisa 2 kali pulang pergi. Akibatnya, jadwal keberangkatan taksi-taksi umum itu sekarang tak bisa dipegang. Kerap terjadi, janji jam 10 berangkat, tertunda satu dua jam karena sang supir harus keliling mencari penumpang. Nasib baik kalau dapat, kalau tidak, keberangkatan terpaksa dibatalkan. Melempemnya dunia usaha taksi umum ini memang tak terlepas dari terus bersaingnya kendaraan-kendaraan penumpang. Bis-bis misalnya, sekarang kelihatan lebih necis dan tak membiarkan penumpang menumpuk bak ikan kalengan. Sementara tarip tetap seperempat tarip taksi. Yang lainnya, lesunya kegiatan kata minyak Dumai, memberi pengaruh yang cukup teruk buat mendapatkan penumpang taksi terutama mereka yang sedikit parlente dan enggan naik bis. Tapi yang tak kalah berat adalah, "Saingan dari taksi-taksi pribadi" begitu cerita supir-supir taksi umum yang mangkal di muka Penginapan Internasional Dumai. Jenis yang belakangan ini, memasang tarip seadanya saja, jauh di bawah taksi umum. Tentu saja taksi umum kehilangan pasaran. Tak jelas, bagaunana kerja pengawasan petugas lalu lintas terhadap perkara ini. Sebab sepanjang jalan minyak 180 km itu rada sulit ditemui pos-pos pengawasan, baik yang itu bemama Polantas maupun LLAJR. Tengkorak Tapi tentu saja perkara rawannya jalan Dumai - Pekanbaru itu ikut jadi penyebab. Belakangan semakin kerap terjadi tabrakan atau mobil yang terbalik ke jurang. Sebab jalan yang sekarang lebih dikenal dengan "kelok seribu" itu, masih tetap mengerikan. Jumlah rambu lalu lintas saja tak terhitung dan beragam modelnya agaknya tak banyak menolong. Justru yang bergambar tengkorak, semakin banyak saja. Memang para supir yang beroperasi di jalan ini memiliki semacam sertifikat khusus. Tapi melihat grafik kecelakaan, rata-rata 4 kali seminggu, banyak penumpang mengeluh: "Kalau tak terpaksa benar, tak bakal liwat jalan ini". Apakah ini berarti bahwa jalan minyak yang bak dodol itu sudah semakin rawan saja? Penumpang-penumpang berhati kecil, tapi berkantong tebal belakangan menemukan jalur baru yaitu penerbangan perintis dengan Cassa-212 jurusan Dumai-Pekanbaru pp. Soal cepat tentu saja. Tapi tarip pun, hanya Rp 3000 lebih mahal dari taksi umum. Ditambah kejemuan hampir 3,5 jam di kursi taksi menikmati jurang-jurang menganga, kabel-kabel listrik tegangan tinggi dan penuh tanda maut itu, bisa dipupuskan. Untung saja tak setiap hari ada penerbangan perintis jurusan ini, kalau tidak taksi-taksi umum benar-benar bakal gigit jari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus