Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tenang, Manis, Rukun ... Sstt ... Minggu Tenang

Memasuki minggu tenang. Semua kegiatan kampanye dilarang. Pers pun diminta agar tidak menulis hal-hal yang bersifat kampanye. Karena itu, koran mulai menulis lunak lagi.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU ini, 25 April - 1 Mei para juru kampanye boleh istirahat Minggu tenang. Tidak lagi kampanye, juga tiada pengerahan massa. Pakai kaus oblong bertanda gambar pun jangan. Mencabuti alat-alat peraga pemilu bahkan dipujikan, terutama 200 meter dari TPS. Semua sudah diatur. Mungkin dianggap bisa bikin tidak tenang, pers pun diatur pula. Tujuh hari sebelum minggu tenang, keluar SK Menpen No 55/Kep/Menpen/1977 melarang penyiaran kegiatan kampanye. Baik berupa berita, reportase, feature, tajuk, pojok, gambar, karikatur. Sanksi pelanggarannya cukup berat, mungkin pencabutan SIT - seperti diatur dalam UU No 11/1966 pasal 20 jo Peraturan Menpen No 03/Per/Menpen/ 1969. Tapi kepada Herry Komar dari TEMPO, Sukarno SH Dirjen Pers dan Crafika berharap "hal itu tak akan terjadi kalau semua peraturan dipenuhi". Masih ada satu jenis berita yang boleh disiarkan - setidaknya menurut Sudomo. "Berita sekitar forum kontak dan komunikasi tetap dapat disiarkan", kata Kas Kopkamtib itu Jum'at malam pekan lalu dalam pertemuan dengan sejumlah Dewan Mahasiswa Jakarta, Bogor, Bandung dan Medan. Tentang suratkabar asing yang memuat berita pemilu dan beredar di sini, menurut Sukarno SH "akan dilakukan penelitian tersendiri dan itu tugas Kejaksaan Agung". Perang Troya Tak Meletus Sampai berita ini diturunkan, memang belum ada tindakan penertiban terhadap pers sehubungan dengan SK Menpen tersebut. Berbeda dengan 6 tahun yang lalu, ketika tepat pada hari pemungutan suara, Munggu 3 Juli 1971, harian Kami dan Duta Masyarakat distop terbit. Dan selama minggu tenang itu, Sinar larapan dilarang melanjutkan pemuatan cerber pembajak udara Laila Khaled, sementara lakon Perang Troya Tok Akan Meletus pun urung muncul dalam acara TVRI. Adakah penertiban film-film TVRI selama minggu tenang? "Mungkin saja", jawab Sukarno SH. Menurut Alex Leo selama minggu tenang tahun 1971 ada film yang dilarang: Mission Impossible. "Untuk tahun ini tak ada film jenis demikian", kata Kepala Studio TVRI Jakarta itu. "Jadi sekarang ini film seri tak ada kemungkinan distop". Adapun film-film yang diputar selama minggu tenang antara lain Bonanza, Mannix, Toma, dan Kojak -- semuanya bisa saja pakai "dor". Menurut Alex, kebijaksanaan pemberitaan selama minggu tenang: memberikan penerangan agar masyarakat mempergunakan hak pilih. "Seluruh kampanye dihentikan, penekanannya tinggal pada masalah teknis pencoblosan semata", tambahnya. Penerangan seperti itu, termasuk pemutaran film-film pendek. Misalnya film serial Pancasila yang menurut kalangan Departemen Penerangan diputar tanggal 25 - 30 pril. Berjudul "Pembangunan Demokrasi", film tersebut menggambarkan suasana pemilu 1955, 1971 dan 1977. Selama masa kampanye pun, film pendek 1 menit (adegan Gareng-Petruk tentang pemilu) banyak diputar. Menurut Darsowiradi, ketua tim film Deppen, ide-ide film 1 menit itu berasal dari Menteri Mashuri. "Tapi ini masih eksperimen", katanya kepada Said Muchsin dari TEMPO. Dan karenanya ia belum bersedia dinilai sebagai berhasil -- meskipun terutama Gareng-Petruk mendapat banyak pujian. Masa kampanye 2 bulan yang belakhir Sabtu 23 April, rupanya sangat dimanfaatkan. Sementara PDI dan PPP sudah mengakhiri kampanye beberapa hari sebelumnya, kampanye terakhir Golkar berlangsung tepat 23 April di Senayan. Dua buah koran ibukota pun, Suara Karya dan Berita Yudha, tak menyia-nyiakan kesempatan terakhir itu -- berusaha supaya jangan menyinggung "minggu tenang". Mereka berusaha keras menyiarkan kampanye terakhir Golkar itu meski dalam edisi Minggu. Suara Karya Minggu yang biasa terbit hari Jum'at, menurut rencana terbit hari Minggu. "Minggu pagi ini kami harus kerja keras menyebarkannya di Jakarta dan daerah-daerah", ujar DH Asegaff, penanggungjawabnya kepada Eddy Herwanto dari TEMPO. Berita Yudha Minggu yang biasa terbit hari Kamis, menurut rencana juga muncul tepat hari Minggu hingga puncak kampanye Golkar bisa ditampung sesuai pesan Brigjen Sunardi DM, pemimpin redaksinya sebelum bertolak keluar negeri. "Tapi Yudha Minggu nyataa terlanjur terbit hari Sabtu" kata Sunardi. Rencana pertama gagal. Namun masih ada usaha menerbitkan Yudha edisi hari Minggu. Mungkinkah? "Saya harus tanya dulu ke percetakan", sahut Sunardi minggu lalu. Bacok-Bacokan Memasuki minggu tenang, Suara Karya, mengurangi berita-berita keras. "Kami akan berusaha menjaganya, setenang-tenangnya", ujar Assegaff. Tapi kalau ada pelanggaran, akan dicek terlebih dahulu, kemudian baru diberitakan. Berita itu diturunkan sedemikian rupa, "untuk menghindari kemungkinan interpretasi yang salah". Soal seperti itu, "sungguh mati jadi pertanyaan saya pula", kata Said Budairy dari Pelita yang banyak menyuarakan PPP. "Kalau terjadi pelanggaran, saya kira bisa dimuat dalam rubrik terpisah. Misalnya ditinjau dari segi kriminalitas", tambahnya. Sementara itu Sunardi DM akan menjadikan Yudha "sebagai koran yang paling manis". Maksudnya kembali rukun, rekonsiliasi. "Kalau selama ini ada fihak-fihak yang tersinggung, marilah saling memaafkan". Sebab baginya, masa kampanye hanyalah merupakan gimnastik. "Selama ini kan tak ada pertentangan bersifat pribadi. Kalau saling berlawanan terus, itu nggak lucu dong", ujarnya. Selama kampanye Yudha cuma menambah oplah 5 ribu. Langganan terbanyak di tangan orang pemerintah, oplah yang kini 50 ribu, 7 ribu di antaranya beredar di Ujungpandang, 5 ribu di Jakarta, 6 ribu di Jawa Timur dan 4 ribu masing-masing di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara koran laun tak mencapai kota kecil Palangka Raya, justru di sana Yudha datang lebih awal dengan 1.500 eksemplar. Kenaikan oplah Suara Karya pun tak menyolok, hanya 20% dari 90 ribu eksemplar. Tapi dengan oplah sekarang yang 110 ribu, sudah merepotkan. "Anehnya, justru ecerannya yang naik, meskipun peningkatan ini artifisial. Namun ada pula peningkatan permintaan dari MD Golkar di daerah", tambah Assegaff. Subsidi dari Golkar mernang ada, "tapi terbatas hanya berupa alat pengankutan saja". Adapun Pelita, menurut Said Budairy, hanya dalam tempo 2 bulan saja oplahnya melonjak drastis - 5 kali lipat - dengan peredaran lebih dari lO0 ribu eksemplar. Di Jakarta saja beredar sekitar 25 ribu, Bandung 10 ribu, Jawa Timur 8 ribu. Sisanya terbagi habis untuk daerah-daerah seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan. "Kenaikan ini melampaui perkiraan semula. Sampai bagian distribusi kewalahan", kata Said Budairy. Berusaha mempertahankan oplah, kini Said sedang mempelyari apa yang sebenarnya disukai pembacanya. "Yang menarik itu kan bukan hanya bacok-bacokan yang selama masa kampanye banyak diberitakan", katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus