MINGGU ini, 25 April - 1 Mei para juru kampanye boleh istirahat
Minggu tenang. Tidak lagi kampanye, juga tiada pengerahan massa.
Pakai kaus oblong bertanda gambar pun jangan. Mencabuti
alat-alat peraga pemilu bahkan dipujikan, terutama 200 meter
dari TPS. Semua sudah diatur. Mungkin dianggap bisa bikin tidak
tenang, pers pun diatur pula.
Tujuh hari sebelum minggu tenang, keluar SK Menpen No
55/Kep/Menpen/1977 melarang penyiaran kegiatan kampanye. Baik
berupa berita, reportase, feature, tajuk, pojok, gambar,
karikatur. Sanksi pelanggarannya cukup berat, mungkin pencabutan
SIT - seperti diatur dalam UU No 11/1966 pasal 20 jo Peraturan
Menpen No 03/Per/Menpen/ 1969. Tapi kepada Herry Komar dari
TEMPO, Sukarno SH Dirjen Pers dan Crafika berharap "hal itu tak
akan terjadi kalau semua peraturan dipenuhi".
Masih ada satu jenis berita yang boleh disiarkan - setidaknya
menurut Sudomo. "Berita sekitar forum kontak dan komunikasi
tetap dapat disiarkan", kata Kas Kopkamtib itu Jum'at malam
pekan lalu dalam pertemuan dengan sejumlah Dewan Mahasiswa
Jakarta, Bogor, Bandung dan Medan. Tentang suratkabar asing yang
memuat berita pemilu dan beredar di sini, menurut Sukarno SH
"akan dilakukan penelitian tersendiri dan itu tugas Kejaksaan
Agung".
Perang Troya Tak Meletus
Sampai berita ini diturunkan, memang belum ada tindakan
penertiban terhadap pers sehubungan dengan SK Menpen tersebut.
Berbeda dengan 6 tahun yang lalu, ketika tepat pada hari
pemungutan suara, Munggu 3 Juli 1971, harian Kami dan Duta
Masyarakat distop terbit. Dan selama minggu tenang itu, Sinar
larapan dilarang melanjutkan pemuatan cerber pembajak udara
Laila Khaled, sementara lakon Perang Troya Tok Akan Meletus pun
urung muncul dalam acara TVRI.
Adakah penertiban film-film TVRI selama minggu tenang? "Mungkin
saja", jawab Sukarno SH. Menurut Alex Leo selama minggu tenang
tahun 1971 ada film yang dilarang: Mission Impossible. "Untuk
tahun ini tak ada film jenis demikian", kata Kepala Studio TVRI
Jakarta itu. "Jadi sekarang ini film seri tak ada kemungkinan
distop". Adapun film-film yang diputar selama minggu tenang
antara lain Bonanza, Mannix, Toma, dan Kojak -- semuanya bisa
saja pakai "dor".
Menurut Alex, kebijaksanaan pemberitaan selama minggu tenang:
memberikan penerangan agar masyarakat mempergunakan hak pilih.
"Seluruh kampanye dihentikan, penekanannya tinggal pada masalah
teknis pencoblosan semata", tambahnya. Penerangan seperti itu,
termasuk pemutaran film-film pendek. Misalnya film serial
Pancasila yang menurut kalangan Departemen Penerangan diputar
tanggal 25 - 30 pril. Berjudul "Pembangunan Demokrasi", film
tersebut menggambarkan suasana pemilu 1955, 1971 dan 1977.
Selama masa kampanye pun, film pendek 1 menit (adegan
Gareng-Petruk tentang pemilu) banyak diputar. Menurut
Darsowiradi, ketua tim film Deppen, ide-ide film 1 menit itu
berasal dari Menteri Mashuri. "Tapi ini masih eksperimen",
katanya kepada Said Muchsin dari TEMPO. Dan karenanya ia belum
bersedia dinilai sebagai berhasil -- meskipun terutama
Gareng-Petruk mendapat banyak pujian.
Masa kampanye 2 bulan yang belakhir Sabtu 23 April, rupanya
sangat dimanfaatkan. Sementara PDI dan PPP sudah mengakhiri
kampanye beberapa hari sebelumnya, kampanye terakhir Golkar
berlangsung tepat 23 April di Senayan.
Dua buah koran ibukota pun, Suara Karya dan Berita Yudha, tak
menyia-nyiakan kesempatan terakhir itu -- berusaha supaya jangan
menyinggung "minggu tenang". Mereka berusaha keras menyiarkan
kampanye terakhir Golkar itu meski dalam edisi Minggu. Suara
Karya Minggu yang biasa terbit hari Jum'at, menurut rencana
terbit hari Minggu. "Minggu pagi ini kami harus kerja keras
menyebarkannya di Jakarta dan daerah-daerah", ujar DH Asegaff,
penanggungjawabnya kepada Eddy Herwanto dari TEMPO.
Berita Yudha Minggu yang biasa terbit hari Kamis, menurut
rencana juga muncul tepat hari Minggu hingga puncak kampanye
Golkar bisa ditampung sesuai pesan Brigjen Sunardi DM, pemimpin
redaksinya sebelum bertolak keluar negeri. "Tapi Yudha Minggu
nyataa terlanjur terbit hari Sabtu" kata Sunardi. Rencana
pertama gagal. Namun masih ada usaha menerbitkan Yudha edisi
hari Minggu. Mungkinkah? "Saya harus tanya dulu ke percetakan",
sahut Sunardi minggu lalu.
Bacok-Bacokan
Memasuki minggu tenang, Suara Karya, mengurangi berita-berita
keras. "Kami akan berusaha menjaganya, setenang-tenangnya",
ujar Assegaff. Tapi kalau ada pelanggaran, akan dicek terlebih
dahulu, kemudian baru diberitakan. Berita itu diturunkan
sedemikian rupa, "untuk menghindari kemungkinan interpretasi
yang salah".
Soal seperti itu, "sungguh mati jadi pertanyaan saya pula", kata
Said Budairy dari Pelita yang banyak menyuarakan PPP. "Kalau
terjadi pelanggaran, saya kira bisa dimuat dalam rubrik
terpisah. Misalnya ditinjau dari segi kriminalitas", tambahnya.
Sementara itu Sunardi DM akan menjadikan Yudha "sebagai koran
yang paling manis". Maksudnya kembali rukun, rekonsiliasi.
"Kalau selama ini ada fihak-fihak yang tersinggung, marilah
saling memaafkan". Sebab baginya, masa kampanye hanyalah
merupakan gimnastik. "Selama ini kan tak ada pertentangan
bersifat pribadi. Kalau saling berlawanan terus, itu nggak lucu
dong", ujarnya.
Selama kampanye Yudha cuma menambah oplah 5 ribu. Langganan
terbanyak di tangan orang pemerintah, oplah yang kini 50 ribu, 7
ribu di antaranya beredar di Ujungpandang, 5 ribu di Jakarta, 6
ribu di Jawa Timur dan 4 ribu masing-masing di Jawa Barat dan
Jawa Tengah. Sementara koran laun tak mencapai kota kecil
Palangka Raya, justru di sana Yudha datang lebih awal dengan
1.500 eksemplar.
Kenaikan oplah Suara Karya pun tak menyolok, hanya 20% dari 90
ribu eksemplar. Tapi dengan oplah sekarang yang 110 ribu, sudah
merepotkan. "Anehnya, justru ecerannya yang naik, meskipun
peningkatan ini artifisial. Namun ada pula peningkatan
permintaan dari MD Golkar di daerah", tambah Assegaff. Subsidi
dari Golkar mernang ada, "tapi terbatas hanya berupa alat
pengankutan saja".
Adapun Pelita, menurut Said Budairy, hanya dalam tempo 2 bulan
saja oplahnya melonjak drastis - 5 kali lipat - dengan peredaran
lebih dari lO0 ribu eksemplar. Di Jakarta saja beredar sekitar
25 ribu, Bandung 10 ribu, Jawa Timur 8 ribu. Sisanya terbagi
habis untuk daerah-daerah seperti Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Sulawesi Selatan. "Kenaikan ini melampaui perkiraan
semula. Sampai bagian distribusi kewalahan", kata Said Budairy.
Berusaha mempertahankan oplah, kini Said sedang mempelyari apa
yang sebenarnya disukai pembacanya. "Yang menarik itu kan bukan
hanya bacok-bacokan yang selama masa kampanye banyak
diberitakan", katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini