Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Teror Bom Pagar Gosong

Bom meneror area pertambangan Freeport di Timika. Pelakunya tak cukup mumpuni.

22 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENTETAN tembakan itu terdengar dari kejauhan di keheningan malam, Rabu pekan lalu. Dua orang penjaga area pertambangan emas PT Freeport Indonesia lari melaporkannya ke kantor Kepolisian Sektor Kuala Kencana, Timika, Papua. ”Saya juga mendengarnya,” ujar seorang warga di sekitar tempat kejadian. Polisi mengecek tapi tak menemukan bekas.

Sehari berlalu, giliran tiga mortir meledak berurutan. Menjelang Kamis tengah malam, bom pertama meledak di bawah jembatan Kali Kabur Sungai Otomona. Jembatan ini menghubungkan Timika dengan Tembagapura, tepatnya di mile 39 menuju area pertambangan PT Freeport Indonesia.

Empat jam kemudian, bom kedua meledak di mile 50, tak terlalu jauh dari lokasi pertama. Di sini ada fasilitas tangki penampungan bahan bakar milik Freeport, hanya beberapa puluh meter dari pos satpam Freeport di check point 50. Teror berlanjut pada Ahad malam, ketika ledakan terjadi di pintu gardu instalasi listrik Freeport, dekat Bandara Moses Kilangin.

Semua bom meleduk menyasar fasi­litas vital milik Freeport. Tetapi, menurut Komandan Distrik Militer Mimika Letnan Kolonel Trie Soeseno, pelaku tidak cukup mumpuni: kemampuan teknis mereka lemah. Misalnya, mortir diledakkan jauh dari sasaran tiang jembatan. Tentu saja, jembatan tetap kukuh setelah mortir 50 sentimeter dengan bobot 15 kilogram itu meledak. ”Pelaku sepertinya tidak tahu cara menghancurkan jembatan,” kata Trie.

Bom yang diledakkan di dekat gardu listrik juga hanya ditaruh di pagarnya. Ledakannya hanya membikin pagar gosong. Dengan penempatan yang tepat, mortir itu mestinya bisa melumpuhkan tangki solar Freeport, jemba­t­an ke Grasberg, dan bandara Timika. Tapi Trie mengakui pelaku bisa berpikir strategis, melihat lokasi yang mereka sasar.

Menurut Trie, mortir yang digunakan adalah barang rongsok sisa-sisa Perang Dunia Kedua. Jenis ini diproduksi Jerman pada 1941-1943. Meskipun sudah tidak aktif, mesiunya masih bisa meledak kalau dipanaskan. Makanya, pelaku menggunakan kompor untuk memicunya.

Polisi masih menyelidiki target sebenarnya. Ledakan hanya memberikan efek kejut, seolah ingin menyampaikan sebuah pesan. ”Ini teror untuk menciptakan situasi seolah-olah Timika tidak aman,” kata Kepala Kepolisian Da­erah Papua Inspektur Jenderal Bagus Eko Danto. Modus yang sama disimpulkan polisi bahwa pelakunya orang yang sama.

Sepanjang pekan menjelang insiden itu, Timika memanas. Kelompok separatis diisukan akan turun gunung. Pada awal September, puluhan tentara Organisasi Papua Merdeka di bawah komando Mathias Wenda mengadakan latihan militer di Bewani. Latihan ini sudah berlangsung sebulan.

Isu ini beredar lewat pesan pendek berantai di antara para wartawan di Timika. ”Latihan itu sepertinya persiapan untuk menyerbu Freeport,” kata seorang petugas intelijen tentara. Beredar juga selebaran yang mengatasnamakan Kelly Kwalik, komandan Organisasi Papua Merdeka. Isinya, ajak­an kepada rakyat Papua untuk menu­tup Freeport beramai-ramai melalui sebuah aksi damai.

Sehari sebelum ledakan pertama, ada isu pengibaran bendera Bintang Kejora di Timika. Kabarnya, ada lima lokasi yang akan menjadi tempat pengibaran, termasuk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mimika dan halaman Katedral Tiga Raja. Warga resah karena sebulan lalu satu orang mati tertembak tatkala Bintang Kejora dikibarkan di Wamena.

Lalu siapa penebar teror itu? Menurut Ketua Pemerintahan Adat Dewan Adat Papua Fadhal al-Hamid, seusai insiden penembakan dan bom, beredar kabar bahwa kelompok yang kecewa dengan hasil pemilihan Bupati Mimikalah yang membikin rusuh.

Selain itu, ada yang menyebut suku Amungme dan Kamoro, yang menuntut Freeport menyisihkan satu persen keuntungan kotornya untuk masyarakat sekitar tambang. Juga ada yang menyebut serikat pekerja Tongoi Papua, yang menuntut dipekerjakan kembali di Trakindo Utama (rekanan Freeport), sebagai pemicu. ”Tapi itu semua hampir mustahil. Bisa jadi orang yang ndompleng saja,” kata dia.

Dugaan kuat ditujukan kepada kelompok separatis (Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka) yang sengaja melancarkan rangkaian aksi itu. Tujuannya unjuk kekuatan dan mencari perhatian dunia internasional.

Soalnya, bersamaan dengan insiden itu, Duta Besar Amerika Serikat Ca­meron Hume sedang melakukan kunjungan ke area tambang Freeport. ”Memang, tanggal 10-11 Duta Besar Amerika berada di Timika. Tapi saya tidak tahu apa ini ada kaitannya,” kata juru bicara Freeport, Mindo Pangaribuan. Polisi juga meragukan motif itu. ”Belum bisa disimpulkan,” ujar Bagus Eko.

Belakangan Buryan Tabuni, Komandan Kompi III Kali Kabur Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Mer­deka, mengaku bertanggung jawab atas peledakan itu. ”Kami akan menyelidikinya,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira.

Tapi orang OPM sendiri justru membantah klaim Buryan Tabuni. Tokoh OPM wilayah Manokwari, Barnabas Mandacan, menyatakan OPM tidak punya senjata. ”Jadi, tidak mungkin mereka bikin aksi seperti itu,” kata Mandacan. ”Paling-paling ini tentara yang bikin gara-gara,” kata dia.

Fadhal menyatakan hal senada. Motivasi OPM unjuk gigi dinilainya logis. Tetapi tidak ada dalam sejarah OPM melakukan penyerangan dengan meledakkan bom. Apalagi berulang sampai tiga kali di lokasi yang berdekatan. ”Sangat sulit dipercaya,” kata dia.

Biasanya, menurut Fadhal, gerilyawan OPM melakukan operasi militer dengan menyerang pos penjagaan TNI lalu masuk lagi ke hutan. Lagi pula, perjuangan OPM sekarang ini lebih ditujukan ke cara diplomasi. ”Siapa dia? Jangan-jangan hanya mengaku-aku,” ia menambahkan.

Pengamanan jalur tambang juga sangat ketat. Agak mustahil orang luar bisa keluar-masuk dengan gampang. ”Yang bisa melakukan pastilah oknum yang punya akses masuk,” kata Fadhal, yang menuding pihak keamanan merupakan pemainnya. Entah satuan pengamanan perusahaan, polisi, TNI, atau pihak-pihak lain yang berebut posisi di Freeport. ”Freeport ini lahan subur yang diperebutkan banyak kelompok kepentingan,” kata Fadhal.

Mulai tahun depan, Freeport berencana tidak lagi menggunakan tenaga keamanan dari luar. Satu batalion Brigade Mobil kepolisian yang selama ini membantu pengamanan Freeport tidak akan lagi dipakai. ”Makanya dibuat kondisi tidak aman agar mereka tetap diperlukan di sana,” kata sumber itu. Mindo mengakui adanya rencana perusahaan itu.

Abubakar membantahnya. ”Itu tu­duhan mengada-ada,” kata dia. ”Polisi masih terus melakukan penyelidikan.” Polisi berkomitmen menuntaskan kasus ini. Sementara ini polisi telah meminta keterangan 34 orang. ”Karena, jika dibiarkan, kok manja-manja ini,” kata Bagus Eko.

Agus Supriyanto, Tjahjono E.P. (Timika)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus