Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FITRIA Sumarni tak menyangka bakal kedatangan sepuluh tamu secara bersamaan pada Jumat pagi dua pekan lalu. Perwakilan warga Ahmadiyah cabang Bangka ini menerima rombongan tamu tersebut di Sekretariat Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kelurahan Srimenanti, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Latar belakang para tamu beraneka ragam, dari perwakilan organisasi kemasyarakatan hingga unsur pemerintah setempat. Komandan Komando Distrik Militer 0413 Bangka Letnan Kolonel Uten Simbolon menjadi pemimpin rombongan. Menurut Fitria, rombongan itu memperkenalkan diri sebagai tim mediasi penolakan terhadap warga Ahmadiyah. "Tak ada pemberitahuan mereka akan datang," kata Ketua Tim Advokasi Ahmadiyah itu, Kamis pekan lalu.
Lawatan Uten cs berlangsung pada hari yang menjadi tenggat warga Ahmadiyah pindah dari Bangka. Batas waktu itu ditetapkan Bupati Bangka Tarmizi H. Saat pada 24 Januari lalu. Keputusan ini bermula ketika ratusan warga Srimenanti mendatangi permukiman Ahmadiyah di wilayah mereka. Tercatat ada 20 jiwa dari 6 keluarga Ahmadiyah di Srimenanti. Tiga keluarga menetap di Sekretariat Ahmadiyah. Tiga lainnya tinggal di sekitar Sekretariat. Mereka adalah bagian dari total 62 warga Ahmadiyah di Bangka.
Kala itu, ratusan warga Srimenanti menggelar demonstrasi menolak Ahmadiyah. Mereka meminta warga Ahmadiyah meninggalkan Bangka karena meresahkan. Kepala lingkungan Srimenanti, Arman, mengatakan mereka berpedoman pada fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan Ahmadiyah aliran sesat. "Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam," ujarnya. Selain itu, warga Ahmadiyah dianggap membentuk komunitas eksklusif. Padahal mereka pendatang karena baru menghuni Srimenanti pada 2005. "Mereka tak mau beribadah bersama masyarakat sekitar."
Demonstrasi memanas saat masyarakat Srimenanti memaksa warga Ahmadiyah segera pindah. Tapi situasi cepat terkendali karena polisi dan Bupati Tarmizi mendatangi lokasi. Untuk meredam emosi massa, Tarmizi menemui perwakilan warga Ahmadiyah di Sekretariat. Di situ, sang Bupati menyampaikan tenggat bagi warga Ahmadiyah untuk meninggalkan Srimenanti. "Kami diminta siap-siap dan mengangkut semua barang," kata Fitria.
Padahal, menurut Fitria, sejak awal tinggal di Srimenanti, warga Ahmadiyah tak pernah terlibat konflik dengan penduduk setempat. Warga Ahmadiyah menolak upaya pengusiran ini. "Kami akan mempertahankan apa yang kami miliki," ujar mubalig Ahmadiyah Bangka, Ahmad Syafei.
Kunjungan tim mediasi ke Sekretariat Ahmadiyah ternyata sejalan dengan niat Bupati. Tim meminta warga Ahmadiyah menuruti keinginan Bupati agar segera meninggalkan Bangka. Permintaan ini disampaikan dalam tiga kesempatan. Pertemuan pertama dimulai sekitar pukul 09.00 dan berlangsung sekitar satu jam. Menurut seseorang yang ada di tempat pertemuan, saat itu tim mediasi menyodorkan empat opsi kepada warga Ahmadiyah.
Empat opsi itu adalah warga Ahmadiyah menghentikan kegiatan yang meresahkan masyarakat Srimenanti, menerima tempat tinggalnya dilokalisasi, bersedia dievakuasi ke tempat yang disiapkan pemerintah daerah, dan bersedia dipindahkan ke tempat lain yang disediakan pemerintah daerah. "Tujuannya supaya mereka bisa hidup normal seperti masyarakat pada umumnya," kata sumber tersebut.
Fitria membenarkan adanya tawaran empat opsi itu. "Mereka meminta kami mengiyakan satu di antaranya," ujarnya. Menurut dia, saat itu warga Ahmadiyah tak langsung memilih satu opsi. Mereka meminta waktu mendiskusikan tawaran itu dengan pengurus pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Tapi tim mediasi terus menekan warga Ahmadiyah agar segera mengambil keputusan. Alasannya, hari itu adalah batas waktu pindah yang diberikan Bupati. "Mereka bilang waktunya sudah mepet," kata Fitria. Warga Ahmadiyah menimpali dengan meminta tim membuat tawaran itu dalam bentuk tertulis dan mereka akan meresponsnya secara tertulis.
Perundingan buntu. Tim mediasi meminta waktu untuk mendiskusikan permintaan warga Ahmadiyah. Menurut Fitria, ketika menunggu tim berdiskusi, ia menerima kabar dari seorang rekannya. Isinya menyatakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menemui Bupati Tarmizi. "Ada kesepakatan di antara mereka agar warga Ahmadiyah tak diusir," ujar Fitria. Anggota Komnas HAM, Natalius Pigai, membenarkan hal itu. Menurut dia, lembaganya memang mengutus tim untuk menemui Bupati Bangka. Tim dipimpin Wakil Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat. "Kami menahan pengusiran," kata Natalius.
Kabar yang diterima Fitria menjadi bekal warga Ahmadiyah dalam pertemuan lanjutan dengan tim mediasi. Pertemuan dimulai sekitar pukul 11.30. Di situ, Fitria menyampaikan kabar kesepakatan Komnas HAM dan Bupati Tarmizi. Tapi tim tetap berkukuh agar warga Ahmadiyah memilih satu di antara empat opsi. Tim beralasan tak tahu ada pertemuan Komnas HAM dan Bupati Bangka. Akhirnya, pertemuan itu kembali diskors. Pertemuan kembali dilanjutkan pada pukul 13.30, tapi tetap menemui jalan buntu. "Pertemuan ditutup tanpa kesepakatan apa pun," ujar Fitria.
Di luar Sekretariat Ahmadiyah, ratusan warga Srimenanti berkumpul menanti hasil mediasi. Sedangkan di Masjid Al-Ittihad, sekitar 300 meter dari Sekretariat, ratusan warga Bangka juga berkumpul. Mereka menggelar tablig akbar sebagai bentuk aksi damai menolak Ahmadiyah. Dua spanduk berukuran 1 x 4 meter terpasang di depan masjid. Isinya: menolak keberadaan Ahmadiyah di Bangka.
Situasi memanas seusai pertemuan tim mediasi dengan warga Ahmadiyah. Ketika itu, seorang pria yang berada di kerumunan orang di depan Sekretariat berujar bahwa anggotanya siap melakukan kekerasan jika warga Ahmadiyah tak pindah. Pria tak dikenal itu berambut panjang dan mengenakan peci. Untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan, warga Ahmadiyah memutuskan melakukan evakuasi. Sebelas orang, di antaranya empat perempuan dan seorang anak, dibawa ke sebuah mobil untuk diungsikan. Fitria ikut dalam rombongan evakuasi ini.
Menurut Fitria, sejumlah warga Ahmadiyah itu mengungsi ke tempat yang dianggap aman. "Lokasinya melewati perbatasan Kabupaten Bangka," katanya. Dengan alasan keamanan, warga Ahmadiyah itu tak diperkenankan keluar dari persembunyian. Fitria mengurus segala kebutuhan mereka. "Makanan untuk mereka harus disuplai."
Sembilan warga Ahmadiyah—semuanya laki-laki—tetap bertahan di Srimenanti. Tapi mereka dilokalisasi di kantor Sekretariat. Buat mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekerasan, beberapa pria itu harus selalu waspada setiap kali pulang ke rumah masing-masing untuk mengambil pakaian dan segala kebutuhan selama di Sekretariat. Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiana, mengatakan warga Ahmadiyah belum bisa kembali ke rumah masing-masing karena belum ada jaminan keamanan dari Bupati Bangka. "Belum ada jaminan tak akan ada tindakan diskriminatif terhadap kami."
Uten Simbolon membantah mengintimidasi warga Ahmadiyah agar pindah dari Bangka. Menurut dia, selama melakukan mediasi dengan warga Ahmadiyah, timnya selalu mengedepankan sikap kekeluargaan. Selain itu, ada rekaman video dalam setiap pertemuan dengan warga Ahmadiyah, sehingga bisa dicek kebenarannya. "Saya siap klarifikasi," ujar Uten.
Bupati Tarmizi menyangkal berinisiatif mengusir warga Ahmadiyah dari wilayahnya. Menurut dia, tenggat diberikan atas dasar desakan warga Srimenanti. "Batas waktu diberikan karena kami anggap warga Ahmadiyah perlu persiapan," ujarnya. Tarmizi mengatakan permintaan pindah ini justru bertujuan mengamankan warga Ahmadiyah dari kemungkinan terjadinya tindakan anarkistis. "Kami ingin ada win-win solution."
Prihandoko, Vindry Florentin (Jakarta), Servio Maranda (Bangka)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo