Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim Pengawas Haji atau Timwas Haji DPR RI, Ace Hasan Syadzily menilai kebijakan Kementerian Agama yang mengalihkan 10 ribu kuota tambahan dari total 20 ribu, untuk haji khusus menyalahi aturan. Menurut dia, ada dua hal yang dilanggar oleh Kementerian Agama perihal kebijakan alokasi kuota tambahan untuk haji khusus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, hasil rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama pada 27 November 2023. Kedua, Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024, yang memakai asumsi jumlah jemaah haji sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ace mengatakan, bahwa dalam pembahasan ketika rapat panja dan raker antara Komisi VIII DPR dengan Kementerian Agama tidak ada pembicaraan perihal permintaan pengalokasian bagi khusus dari kuota tambahan 20 ribu. Ia menyebut, pembagian kuota haji yang disepakati ialah yang tertuang di Undang-undang Haji.
Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa jemaah haji khusus dialokasikan 8 persen dari total jemaah haji reguler. "Namun pada Februari 2024, Kementerian Agama mengubah kebijakan soal kuota tambahan 20 ribu itu secara sepihak yang dibagi menjadi 10 ribu untuk haji khusus dan 10 ribu untuk haji reguler," kata Ace yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR dalam keterangan tertulis, dikutip Ahad, 23 Juni 2024.
Ia mengatakan, bahwa kebijakan Kementerian Agama yang mengubah alokasi kuota tambahan haji itu tidak melalui proses pembahasan di DPR RI. Ia menilai, semestinya jika ada perubahan kebijakan harus dibahas kembali bersama Komisi VIII DPR RI.
Sebab, ujarnya, komposisi biaya haji menggunakan asumsi jemaah reguler yang ditetapkan sebagaimana jumlah yang disepakati bersama. Terlebih lagi, katanya, asumsi jumlah jemaah haji ini bisa berdampak pada penggunaan anggaran biaya haji dari setoran jamaah dan nilai manfaat keuangan haji yang dikelola BPKH.
"Sejatinya ketika ada perubahan kebijakan kuota haji, Kementerian Agama merevisi kembali Kepres Nomor 6/2024," ucapnya. Hal itu bisa dilakukan melalui pembahasan dalam Raker bersama Komisi VIII DPR RI.
"Jadi Kementerian Agama tidak bisa mengambil kebijakan sepihak," kata Ace. Ia menilai, kebijakan sepihak itu justru bisa berdampak kepada penggunaan anggaran, jumlah petugas, hingga pengaturan lainnya yang sudah disepakati.
Adapun kuota tambahan 20 ribu ini didapat dari kunjungan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Oktober tahun lalu. Menurut dia, tambahan kuota haji hingga 20 ribu itu bisa dipakai untuk mengurangi daftar tunggu haji reguler.
"Upaya Presiden Jokowi meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, saya yakin karena beliau menginginkan agar jemaah tunggu reguler yang mengantre puluhan tahun bisa teratasi," ucapnya. Ace menyebut, jumlah jemaah haji reguler itu kini mencapai 5,2 juta orang.