Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

TKN Prabowo-Gibran Tanggapi Pernyataan Megawati Soal Manipulasi Hukum dalam Putusan MK

"Kalau manipulasi hukum itu dimulai dari proses judicial review UU Pemilu, kebetulan Ketua MK Pak Anwar Usman," kata Sekretaris TKN Prabowo-Gibran.

13 November 2023 | 07.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Rosan P Roeslani bersama Sekretaris TKN Nusron Wahid (depan kiri) dan bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming (depan kanan) aat deklarasi susunan tim kampanye di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Senin, 6 November 2023. Koalisi Indonesia Maju mengumumkan susunan tim kampanye yang akan membantu pemenangan pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming pada Pilpres 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menanggapi narasi manipulasi hukum yang disampaikan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perujangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. "Kalau manipulasi hukum itu dimulai dari adanya proses judicial review atas Undang-Undang Pemilu, kebetulan Ketua MK adalah Pak Anwar Usman," kata Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, di Kantor TKN Prabowo-Gibran, Jalan Letjen S. Parman, Slipi, Jakarta Barat, Ahad, 12 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertanyaannya, kata Nusron Wahid, sidang putusan MK itu diputuskan secara kolegial. Satu hakim mempunyai hak yang sama. Ia menyatakan hal itu telah dibuktikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Nusron, tidak ada satu saksi pun yang mengatakan Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi, bisa mempengaruhi hakim yang lain. "Terus kalau ada yang bilang manipulasi, manipulasinya ada di mana?" ujar dia. Nusron Wahid mengatakan undang-undang mengatakan masing-masing hakim mempunyai hak yang sama.

"Dan Anwar sendiri, meski kepala MK, punya hak yang sama, dan kebetulan posisinya 5-4. Itu dibuktikan di MKMK," tutur politikus Golkar tersebut. Dia mengatakan enam hakim konstitusi yang diadukan ke lembaga ad hoc itu dinyatakan bersalah dengan bobot sanksi berbeda-beda.

Jika Anwar Usman mendapatkan sanksi lebih keras, kata dia, itu wajar karena Ketua MK. "Yang namanya ketua, kalau ada prestasi, pasti prestasinya paling banyak. Kalau ada kesalahan, pasti kesalahannya paling banyak, namanya ketua," ujar dia.

Nusron menyinggung soal putusan MK yang disebut cacat moral dan tidak punya keabsahan. Dia mengatakan bahwa undang-undang menyebutkan keputusan MK final dan mengikat. "Terus kalau dibilang cacat legitimasi, cacatnya di mana?" tutur dia. "Ini adalah persepsi, insinuasi, angan-angan dalam proses pembusukan, dan itu cara tidak sehat dalam demokrasi."

Menurut Nusron Wahid, demokrasi dijalankan berdasarkan fakta bukan persepsi. Dia mengajak untuk berkompetisi dalam Pemilihan Umum 2024 secara sehat dengan tujuan membangun peradaban dan demokrasi yang sehat dalam.

Menurut dia, pendukung Prabowo-Gibran mempunyai komitmen yang sama menjalankan demokrasi. Tidak betujuan mematikan demokrasi. "Seakan-akan kami akan mematikan demokrasi, ini pemilu langsung. Proses demokrasi dan demokratisasi yang tidak bisa ditawar-tawar," ujar dia.

Sebelumnya, Megawati Sokarnoputri mengutarakan kejadian di MK belakangan ini melenceng dari cita-cita bangsa. Ucapan Presiden ke-5 itu berkaitan dengan putusan MK tentang batas minimum calon presiden dan wakil presiden 40 tahun dengan tambahan frasa "sedang menjabat kepala daerah".

"Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki," ucap Megawati.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus