SEPERTI disengat listrik, sekujur tubuh Toha langsung gemetar di pagi itu, hari Selasa, pekan lalu. Di dinding depan rumah papannya, yang selama ini bercat putih mulus, terpampang enam buah gambar palu arit, lengkap dengan tulisan PKI-nya di bagian bawah. "Itu pasti perbuatan orang yang tidak menyukai saya," ujarnya, saat itu. Sehingga, tanpa pikir panjang lagi, keesokan harinya, ia langsung melaporkan keJadian itu ke Kepolisian Resort Magelang. Di depan para petugas reserse di sana, penduduk Desa Selomirah, di lereng utara Gunung Merbabu, itu ternyata tidak hanya mengadukan soal gambar-gambar organisasi terlarang itu, tetapi juga soal pemerasan atas keluarganya. Sewaktu dirinya beserta salah seorang anaknya merantau ke Sumatera selama setahun, yang berakhir pertengahan bulan lalu, lurah desanya, melalui Kebayan Nurhuda, meminta uang Rp 50 ribu kepada istrinya di rumah. Alasannya, lurah tersinggung, karena suaminya meninggalkan desa tanpa diketahuinya. "Kalau tidak diberi, suami saya akan dilaporkan kepada yang berwajib," ujar Nyonya Karsinah, istri Toha, yang tak diajak ikut merantau. Itu pun belum cukup. Beberapa bulan kemudian, menjelang kepulangan Toha ke desanya, Nurhuda muncul kembali. Kali ini, dia minta Rp 200 ribu, atas suruhan Pak Lurah. "Identitas Toha sebagai anggota organisasi terlarang sudah diketahui, jadi setoran itu dipakai sebagai uang penutup mulut," ujar Karsinah, yang mengaku terpaksa menjual sapi satu-satunya untuk memenuhi permintaan pamong desanya Dan, ketika kebayan itu muncul sekali lagi, permintaannya terpaksa tidak digubris, karena kocek Karsinah memang sudah benar-benar kosong. Lalu, muncullah gambar-gambar menakutkan itu. Tapi Sulistiono, lurah desa terpencil itu, menolak mentah-mentah pengaduan Toha. "Tindakan Toha fitnah belaka. Dia mau menjatuhkan nama saya sebagai lurah," ujarnya menggebu-gebu. Bahkan Sulistiono balik menuduh bahwa Toha sebenarnya sudah lama jadi biang keonaran di desanya. "Dia selalu berusaha menghindar dari pergaulan, dan sering berbuat jahat," tambahnya, sambil menyodorkan deretan dosa yang pernah dlperbuat Toha. SOAL pemerasan, Sulistiono juga tidak bersedia mengakui. "Saya hanya sekali minta Rp 50 ribu, sebagaimana janji anak Toha kepada istrinya ketika diceraikan," ujarnya. Janji itu tertulis, dan Sulistiono memang berlaku sebagai saksi. Selain itu, tak ada lagi tindakan yang diambil, katanya, yang dibenarkan Nurhuda. Sedangkan keterlibatannya dengan organisasi terlarang, bagi Sulistiono, tak perlu diragukan lagi. "Saya mempunyai dokumen dari aparat keamanan, yang membuktikan dia anggota BTI (Barisan Tani Indonesia)," ujarnya, sambil menyodorkan dokumen itu. Di situ memang tertulis, Toha sebagai salah satu dari dua simpatisan PKI di desanya yang satu sudah kabur sejak beberapa tahun lalu. Sayangnya, lurah yang sudah menjabat selama sepuluh tahun itu tidak berani memastikan siapa sebenarnya yang menggambar palu arit di rumah Toha. Tapi dia mempunyai dugaan keras bahwa anak Toha sendiri yang membuat gambar itu. "Baru sehari gambar itu ditutup Koramil, sudah dibuka lagi oleh anaknya, Pait Daryoto," ujarnya. Sementara itu, Toha sendiri masih ngotot, yang menggambar itu orang lain yang tidak suka padanya. Dan pihak kepolisian, agaknya, mengambil langkah ekstrahati-hati menghadapi kasus ini. "Karena ini masalah politis," ujar Letkol Pol. Drs. Herry Soeharto, Kepala Polres Magelang, yang mengaku masih berusaha keras mengumpulkan bahan-bahan tentang kebenaran pengaduan Toha. Yang pasti, Toha beserta istri dan dua orang anaknya, sejak hari Sabtu lalu, menghilang dari rumahnya. Diciduk petugas? "Saya tidak tahu," ujar Sulistiono. Warga desa berpenduduk 1.983 jiwa itu pun tak ada yang berani buka mulut. Praginanto & Aries Margono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini