Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tolak Wacana Izin Tambang Untuk Perguruan Tinggi, Rektor UMJ: Membunuh Nalar Kritis

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta menolak izin tambang untuk perguruan tinggi. Dinilai dapat merusak nalar kritis kampus.

8 Februari 2025 | 20.21 WIB

Sejumlah operator dump truck mengangkut slag atau limbah nikel ke tempat penampungan khusus Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di kawasan pertambangan PT Vale Indonesia, Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat 2 Agustus 2024. Sejak 2018, PT Vale telah mendapatkan Izin Pemanfaatan Limbah B3 dan hingga saat ini limbah nikel yang jumlahnya mencapai 4,6 juta ton per tahun tersebut telah dimanfaatkan untuk material konstruksi jalan dan lapisan atas jalan khusus tambang. ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Perbesar
Sejumlah operator dump truck mengangkut slag atau limbah nikel ke tempat penampungan khusus Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di kawasan pertambangan PT Vale Indonesia, Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat 2 Agustus 2024. Sejak 2018, PT Vale telah mendapatkan Izin Pemanfaatan Limbah B3 dan hingga saat ini limbah nikel yang jumlahnya mencapai 4,6 juta ton per tahun tersebut telah dimanfaatkan untuk material konstruksi jalan dan lapisan atas jalan khusus tambang. ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta atau UMJ Ma’mun Murod Al-Barbasy menolak wacana pemberian izin tambang untuk perguruan tinggi. Dia menilai rencana kampus mengelola tambang tidak sejalan dengan semangat kampus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Biarlah itu (pengelolaan tambang) dilakukan oleh ahli-ahlinya di bidang pertambangan yang selama ini sudah bergerak di pertambangan," kata Ma'mun dalam video pendek yang diunggah di TV UMJ. Pada Sabtu, 8 Februari 2025, Ma'mun mempersilakan sikapnya untuk ditulis Tempo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Ma'mun tugas utama kampus adalah mencetak sumber daya manusia terdidik yang akan berkiprah di sektor pertambangan. Namun jika kampus terlibat langsung dalam pengelolaan tambang, Ma’mun khawatir daya kritis akademisi akan ikut tergerus.

"Saya kira yang sangat dikhawatirkan adalah akan matinya nalar kritis kampus, terutama dalam menyikapi kebijakan-kebijakan pemerintah," kata dia.

Pengelolaan tambang menurut Ma'mun bukanlah perkara mudah yang bisa dilakukan oleh kampus. Ia menilai akan naif jika pada akhirnya kampus diberikan izin mengelola tambang, tetapi justru memperjualbelikannya kembali kepada pengelola tambang lain.  

Oleh karena itu, sebagai rektor, Ma'mun menolak rencana perguruan tinggi diberi hak untuk mengelola tambang. "Sudah cukup Muhammadiyah, NU, dan ormas-ormas yang besar itu diberi kesempatan," tutur dia.  

Wacana pemberian kesempatan bagi perguruan tinggi untuk terlibat dalam wilayah izin usaha pertambangan ini sebelumnya diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Perubahan keempat undang-undang ini akan mengatur pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan swasta maupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).  

Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemberian izin tambang untuk perguruan tinggi, antara lain mempertimbangkan luas wilayah izin usaha pertambangan mineral logam, akreditasi perguruan tinggi, dan peningkatan akses serta layanan pendidikan bagi masyarakat.

Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam tulisan ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus