Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Utuh Dan Cepat Sampai Di Desa

Bantuan inpres desa akan disampaikan langsung kepada kepala desa melalui rekening BRI. Untuk menghindari penyunatan dan kelambatan. (nas)

31 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANTUAN Inpres Desa, yang menurut Presiden Soeharto, dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus lalu, akan disampaikan langsung kepada kepala desa melalui rekening di bank, ternyata bukan hal yang baru. Di banyak daerah hal itu sudah lama dilakukan. Tapi itu tidak berarti, keputusan Presiden itu tidak disambut gembira. Sebab, alasan Kepala Negara memutuskan hal itu, seperti dikatakannya, "Dengan ini ada jaminan bahwa dana Inpres Desa itu akan sampai sepenuhnya ke semua desa, tanpa kurang sedikit pun." Masalah tersunatnya dana itu, serta keterlambatan penerimaannya, memang telah lama dikeluhkan. Kasmoen, 52, kepala desa Bandungrejo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Ja-Teng, mengaku bahwa dana itu biasanya datang lima bulan setelah permohonan penggunaannya diajukan. Sedangkan Mujiono, 40, lurah Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Sum-Ut, mengharap dana bantuan itu sampai ketangannya secara utuh jika disalurkan lewat Bank Rakyat Indonesia. "BRI 'kan sudah terbiasa mengelola duit dalam jumlah milyaran rupiah. Padahal, dana bantuan desa itu cuma Rp 1.250.000. Dana sekecil itu tanggung kalau disunat pegawai BRI," ujarnya. Berbeda dengan praktek selama ini, ketika dana itu disalurkan camat melalui kantor Pembangunan Desa (Bangdes) tingkat III kecamatan. "Selalu saja ada uang segan-nya." Potongan ini biasanya berkisar Rp 50 sampai Rp 100 ribu. Di beberapa daerah, pembagian dana itu memang telah disalurkan lewat BRI, yang merupakan bank yang mempunyai cabang dan unit sampai ke pelosok. Walaupun demikian, tidak semua kepala desa di Indonesia seperti Kasmoen, yang bisa menerima dana itu berupa giro bilyet lewat rekening gironya di BRI cabang Demak. Banyak yang menerimanya dalam bentuk uang kontan. Di Tapanuli Tengah, Sum-Ut, misalnya,sejak 1982/1983 dana Inpres itu dibagikan dalam bentuk uang kontan. Caranya: bupati mengumpulkan lurah sekecamatan di ibu kota kecamatan. Setelah diberi wejangan, barulah pihak BRI membagikan uang kontan tersebut. Menurut Dirjen Bangdes Departemen Dalam Negeri, Adnan Widodo, sejak Pelita I, sebagian dana Inpres Desa, yang tahun ini berjumlah Rp 1.350.000 per desa, sudah disalurkan lewat BRI. Lalu pada 1984/1985, penyaluran itu dilakukan bersama oleh kepala kantor cabang BRI dan kepala kantor Bangdes setempat. Kini, seperti diuraikan dalam petunjuk teknis Inpres-Bantuan Desa (Bandes) 1985/1986, BRI memberi kesempatan kepada kepala desa membuka rekening giro pada kantor cabang BRI atau Unit Desa BRI terdekat tanpa dipungut biaya administrasi. Penyaluran sistem giro bilyet ini berlaku bagi daerah yang memungkinkan. Bagi yang tidak, penyerahannya tetap dalam bentuk uang. Pencairan rekening giro kepala desa di BRI itu hanya bisa dilakukan setelah DUP (Daftar Usulan Proyek) disetujui bupati. "Kalau tidak, bisa-bisa uang itu untuk membeli TV (tweede vrouw) alias istri kedua," ujar Adnan berseloroh. Secara umum, bantuan Inpres Desa tampaknya mencapai sasarannya: mendorong dan meningkatkan usaha swadaya gotong royong masyarakat untuk melaksanakan pembangunan desa. Itu terlihat dari meningkatnya jumlah bantuan dan jumlah desa penerimanya. Pada tahun pertama Repelita I, hanya 44.478 desa yang menerima Rp 100 ribu per tahun. Pada 1984/1985, tercatat 67.448 desa yang masing-masing menerima Rp 1.250.000. Tahun ini tiap desa menerima Rp 1.350.000, antara lain Rp 250 ribu untuk menunjang kegiatan PKK setempat dan Rp 950 ribu untuk rangsangan membangun proyek desa yang diprioritaskan. Rangsangan itu ternyata cukup berhasil. Di Desa Sibuluan II, 7 km dari Sibolga, misalnya, penduduk bisa membangun balai desa bernilai Rp 5 juta. Caranya: penduduk bergotong royong mengambil pasir dan batu dari sungai. Dana Rp 950 ribu dibelikan semen dan bahan bangunan lainnya. Sedangkan pekerjanya penduduk setempat. Pada 1983/1984 balai desa Sibuluan II terpilih sebagai proyek-Inpres Desa terbaik di Sum-Ut. Kritik terhadap bantuan Inpres Desa ini bukannya tak ada. Sebuah sumber di DPRD Tapanuli Tengah menilai, rakyat kini menjadi "manja". Karena sejak awal Repelita I pemerintah selalu memberikan bantuan desa, banyak penduduk yang menganggap semua kebutuhan rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Sumber ini mengambil contoh: sejak zaman penjajahan, pembangunan masjid di daerahnya selalu hasil swadaya masyarakat. "Kini untuk membangun surau kecil pun orang meminta bantuan pemerintah." Gejala manja ini dianggapnya logis, "Karena soal jamban keluarga pun pemerintah membantu membangunnya." Namun, bupati Tapanuli Tengah Lundu Panjaitan membantah. "Yang manja itu desa yang tak punya swadaya," ujarnya. Kalau ada swadaya, bantuan Inpres itu malah bisa berlipat ganda. Ia menunjuk jalan sepanjang 30 km dari Kolang ke Hubu di Kecamatan Sibolga, yang dibangun secara gotong royong oleh lima ribu penduduk dari tujuh desa sepanjang jalan. Dalam lima bulan, jalan setapak itu bisa dilalui bis dan truk, dan dianggap bernilai Rp 1,2 milyar. Kini, jika bantuan Inpres Desa disalurkan lewat BRI, Lundu Panjaitan mengusulkan agar penggunaan dana itu dibarengi berita acara seperti galibnya proyek pembangunan lainnya. Berita acara itu mungkin juga bisa menghindari penyunatan, yang tampaknya di sana-sini masih ada. "Di daerah kami tidak ada potongan apa-apa kecuali Rp 250 ribu untuk PKK Ja-Tim yang menerbitkan majalah Desaku," kata Soetardjo, kepala Bangdes Kabupaten Malang, pekan lalu. Tatkala ditanya mengapa dana Rp 250 ribu itu tidak dimanfaatkan untuk kegiatan LKK desa, seperti petunjuk Mendagri, Soetardjo mengelak. "Menurut petunjuk, itu untuk PKK, ya untuk majalah Desaku. Pokoknya, kami jalankan semua dana Inpres itu sesuai dengan petunjuk atasan. Sudah tentu kami tak berhak melakukan pemotongan apa-apa, kecuali diperintahkan," tuturnya. S.P. Laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus