DESA ini sekarang tertutup bagi tamu. Kecuali mereka yang
memperoleh izin. Begitu menurut Sersan Kepala (AD) Idrus,
Pembina. Ini sehubungan dengan santernya berita bahwa sejumlah
penduduk di desa tadi belakangan ini (terancam) kelaparan.
Kutamakmur terletak 38 Km utara kota Kabupaten Karawang Yaitu di
Kecamatan Batujaya, satu dari 6 kecamatan di kabupaten tersebut
yang tahun lalu hampir seluruh areal sawahnya kekeringan.
Kutamakmur berpenduduk 6532 jiwa. Hampir seluruhnya petani. Tapi
tak semuanya memiliki sawah. Sebagian besar hanya buruh.
Ada yang mengatakan sebagian besar dari 860 hektar sawah di sana
cukup subur. Jika hasilnya dimakan penduduk setempat sendiri
bisa mencatat kelebihan sekitar 40% setiap musim.
Atmo Suyitno
Boleh jadi betul. Orang toh tidak lupa Karawang populer sebagai
lumbung padi Jawa Barat. Paling tidak beberapa tahun lalu. Namun
panen terakhir pun dikabarkan gagal. "Lebih 400 hektar sawah
tidak bisa ditanami karena tanahnya bera," ucap Haji Adun
seorang penduduk desa tersebut. Bera (Sunda) berarti tidak
subur.
Cerita lain dari Kutamakmur sendiri mengatakan panen mereka
terakhir gagal juga disebabkan hama lembing batu, tikus dan
sundep.
Di luar semuanya sebenarnya wajar kalau ada penduduk merasa
prihatin akan urusan makan. Bagaimana tidak, sebagian besar di
antara mereka berkecimpung di sawah cuma sebagai buruh. Kalau
padinya diserang hama atau memang tidak subur dengan sendirinya
tak banyak kesempatan kerja untuk mereka. Lantas untuk mereka
minta-minta pun -- seandainya dilakukan, walau dengan terpaksa
tentu saja -- sulit. Sebab tidak sedikit hasil sawah Karawang
dibawa orang ke luar daerah, terutama Jakarta. Maklum seperti
dikatakan ir Subagio Kepala Departemen Ilmu Kesejahteraan
Keluarga Fakultas Pertanian IPB di Bogor, pemilik sawah di
Karawang banyak orang Jakarta. Subagio berkata begitu karena IPB
terikat kerjasama dengan Pemerintah Daerah Karawang dalam soal
pembangunan desa.
Tapi cerita tentang kelaparan sekali ini ternyata menghebohkan.
Ini lantaran para pejabat di Kabupaten Karawang menganggap
cerita Itu sebagai memalukan.
Awal Desember lalu 4 penduduk desa ini berobat kepada petugas
kesehatan Hambali. Mereka adalah Karman (45), Iming (75), Ambu
Suti (60) dan Engkun (55). Atmo Suyitno, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang mengetahui
hal ini. Atmo berkunjung ke desa itu ditemani dua kawan
pribadinya yang seorang di antaranya wartawan Harian Merdeka
Jakarta. Maka Sabtu 23 Desember 1978 muncullah di koran itu
berita yang menyatakan 18 penduduk Karawang memerlukan perawatan
khusus akibat kurang makan.
"Berita itu sensasionil," kata S. Priyatna Ketua DPRD Karawang.
Atmo tak meladeni komentar Priyatna ini. Hanya ia mengakui
biasanya setiap kali anggota dewan mau mengunjungi sesuatu
daerah lebih dulu berkonsultasi dengan pimpinannya. "Itu pun
kalau mau," katanya. Artinya tidak merupakan keharusan.
Priyatna berpendapat lain. "Perjalanan yang menyangkut urusan
dinas harus diketahui dan seizin Ketua DPRD," katanya. Dinaskah
kepergian Atmo ke Kutamakmur itu? Priyatna cuma mengatakan, 20
Desember lalu DPRD menugaskan 3 orang anggotanya pergi ke
Kutamakmur "karena ada 4 orang penduduk yang sakit tetapi tidak
mempunyai biaya." Di antara ketiga orang anggota DPRD Karawang
itu tidak terdapat nama Atmo. "Kalau memang punya iktikad baik
mengapa Atmo Suyitno tidak pergi bersama ketiga orang anggota
DPRD ini? " Begitu menurut Priyatna.
Punya iktikad baik atau tidak, Atmo dari fraksi PDI itu, tak
satu baris pun dalam pemberitaan Merdeka mengutip cerita Atmo.
Hanya ada kalimat 'Kepada anggota DPRD yang berkunjung itu
Hambali mengharapkan Pemerintah Daerah mengirimkan bantuan
obat-obatan dan makanan yang bergizi seperti kacang hijau, susu
atau makanan bergizi lainnya."
Jadi? "Kelaparan memang tidak ada," ucap Wakil Gubernur Jawa
Barat ir Suhud Warnaen yang berkunjung ke Kutamakmur 3 Januari
lalu. Sungguhpun begitu Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang
kini sudah menyalurkan paket bantuan pangan bernilai Rp 2100
setiap paket untuk setiap jiwa selama 14 hari. Isinya beras,
ikan asin, kacang hijau, kacang merah, teh, gula pasir, kecap
dan beberapa jenis pangan lagi.
Belum diketahui berapa jiwa yang sudah dinyatakan berhak
menerima bantuan itu. Sebab seperti dikatakan Kepala Humas
Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang, drs Taswan Suherman, dari
sejumlah nama yang sudah tercatat beberapa di antaranya terpaksa
dicoret. "Mereka masih baik hidupnya. Cuma mental mereka rusak.
Maunya diberi terus. Akibat musim rawan pangan dulu mereka
dicekoki banyak bantuan dari luar," katanya.
Tapi Karman dan kawan-kawan memang repot. Muka pucat bengkak.
Perut pun buncit. Satu gejala HO, bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini