Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Festival film Europe on Screen menghadirkan Eropa yang berbeda.
Banyak film bertopik keluarga dalam festival film Europe on Screen.
Apa misi festival film ini?
DI antara tumpukan mobil rongsok dan kebiruan laut Karibia, seorang anak perempuan memendam gelegak diri dalam perjalanan menuju keremajaan. Kenza (Tiara Richards), si keras kepala 11 tahun itu, berusaha mencari jalannya pada ketiadaan memori tentang ibu, kelogisan ayah, dan kepercayaan kakeknya akan dunia para roh. Mengikuti kisah Kenza dan keluarganya, kita sekalian menengok rupa Curaçao, pulau kecil nun di barat Samudra Hindia yang masuk teritori Belanda. Buladó yang tayang dalam festival film Europe on Screen tahun ini barangkali satu dari sedikit kesempatan untuk melihat sepetak Eropa yang berbeda dengan bayangan pada umumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Curaçao, kaktus tumbuh setinggi pohon kelapa dan matahari membakar ubun-ubun tanpa ampun. Jejak leluhur asli tanah ini tersapu gelombang kolonialisme dan segala hal baru yang ditawarkannya. Bahasa tutur Papiamentu bersaing dengan bahasa resmi Belanda atau Inggris yang—seperti ditekankan Ouira (Everon Jackson)—“lebih berguna di masa depan”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buladó dimulai dengan plot ketegangan coming of age yang kemudian bercabang menjadi kisah berbagai level relasi keluarga, berdamai dengan kehilangan dan usia senja, serta sisa-sisa upaya untuk berpegangan pada identitas akar. Realisme magis menjadi elemen pengikatnya. Salah satunya keyakinan Kakek Weljo (Felix de Rooy) bahwa seseorang dapat terhubung dengan roh leluhurnya lewat berbagai cara.
Adegan dalam Becoming Mona. eurofilmfest.co.za
Film ini lebih banyak menyajikan elemen visual ketimbang dialog. Pilihan tersebut diambil tak hanya demi kepentingan estetik, tapi juga membawa misi tersendiri. Sutradara Eché Janga, yang juga berasal dari Curaçao, pernah berkata bahwa dia hendak menampilkan budaya orang-orang di kampung halamannya itu yang tak banyak bicara, tapi sekali buka suara mestilah bijak dan bermakna.
Buladó terpilih sebagai film perwakilan Belanda untuk seleksi Academy Awards tahun lalu dalam kategori International Feature Films. Meski akhirnya tak lolos, film ini telah menyabet penghargaan film terbaik dalam National Film Awards di negaranya. Buladó juga menawarkan kekayaan perspektif dalam memandang relasi Belanda dengan Curaçao.
Cerita tercerabut dari akar dan upaya kembali terhubung muncul pula dalam film-film lain di festival kali ini. Eropa yang kosmopolitan adalah tanah tempat orang-orang datang dan pergi. Proses memantaskan/melegalkan diri dengan tanah baru menjadi perjuangan sehari-hari yang memantik banyak kecemasan hingga keharuan.
Adegan dalam Rockfield, The Studio on The Farm. Madman Films
Salah satunya muncul dalam film pembuka, Any Day Now, yang disutradarai Hamy Ramezan. Dalam karya debutnya ini, Hamy menuturkan kisah yang dipinjam dari ingatan personal masa kecilnya sebagai keluarga asal Iran yang mencari suaka ke Finlandia. Kita tak tahu mengapa keluarga Mehdipour meninggalkan negara mereka atau bagaimana detail perjalanan mereka ke negara baru. Selain itu, meski menyentuh topik pelik seperti tipisnya kemungkinan para imigran memperoleh suaka, Hamy tak berkutat di sana. Fokus diarahkan pada bagaimana keluarga kecil ini berbagi kasih sayang dan menerima kehangatan dari sekitar mereka.
Topik relasi keluarga cukup banyak mengemuka dalam kurasi festival ini. Di tengah pandemi Covid-19, barangkali hal ini dimaksudkan sebagai pengingat atau penguat untuk kembali mencari koneksi dengan orang-orang terdekat saat sesuatu yang hebat mengguncang kehidupan. Entah itu penyakit mematikan, perjalanan besar, entah tragedi tak terbayangkan. Setiap cerita juga memberi ruang untuk berbagai macam relasi dalam keluarga: ayah dan anak (I Never Cry), ibu dan anak (Letters from Antarctica dan Oskar & Lilli), suami-istri (Hope), kakek dan cucu (Buladó), atau sesama saudara (Man Up!).
Sejumlah film lain masuk sangat dalam pada penggalian emosi manusia yang tak melulu terkait dengan peristiwa “besar” seperti perkara politik, migrasi, atau tekanan prasangka. Becoming Mona, misalnya, intens menurutkan seorang anak sulung perempuan dalam suatu keluarga di Belgia yang dibebani banyak tuntutan. Kita bersama Mona sepanjang tiga periode hidupnya, sejak dia berusia 9 tahun (diperankan Olivia Landuyt) hingga menginjak 30-an tahun (diperankan Tanya Zabarylo).
Chris Martin saat diwawancarai dalam film Rockfield, The Studio on The Farm. Madman Films
Sedari dini, Mona belajar untuk tak mendahulukan diri dan menekan perasaan agar tak tampak di permukaan. Dalam peristiwa tragis pertama di hidupnya—kematian ibunya dalam kecelakaan—Mona kecil telah menyediakan diri untuk langsung memeluk dan menenangkan ayahnya yang tersedu ketimbang meluapkan perasaannya sendiri. Selalu ada lapisan tipis senyuman yang siap sedia di wajah Mona, apa pun yang terjadi. Kamera sering berlama-lama berfokus menyoroti wajah Mona, yang cepat-cepat mengatupkan kembali bibirnya atau menetralkan kembali ekspresinya agar tak menampakkan apa pun yang ia rasakan.
Ini tontonan yang terus-menerus mengeksploitasi emosi. Sutradara Sabine Lubbe Bakker dan Niels van Koevorden menyelami kompleksitas kepribadian seorang manusia yang terbentuk dari gerusan peristiwa dan orang-orang yang ditemui sehari-hari.
Kom Hier Dat Ik U Kus
Dari kelompok dokumenter, Europe on Screen menghadirkan judul-judul yang meliputi isu lingkungan, seperti Colectiv yang menceritakan investigasi sistem kesehatan korup di Rumania yang terungkap karena sebuah kebakaran di klub malam hingga pencarian identitas diri.
Little Girl dari Sébastien Lifshitz salah satu karya dokumenter paling kuat. Lifshitz merekam cerita Sasha, anak 7 tahun yang terlahir dengan kelamin laki-laki tapi selalu tahu bahwa dia sebenarnya perempuan. Tak umum kita dapat menemukan tuturan cerita disforia gender dari orang yang berusia sangat muda. Little Girl adalah ketukan untuk membuka mata pada beragam kemungkinan identitas gender dan dukungan yang dibutuhkan seorang anak guna memahami dirinya di tengah masyarakat yang masih membuat kotak-kotak.
Bulado
Di antara karya yang menguras emosi, penjelajahan kita dalam festival ini bolehlah diakhiri dengan kisah ringan tentang bintang-bintang besar dalam Rockfield: The Studio on the Farm. Hannah Berryman menyambangi salah satu studio paling sukses dalam sejarah music rock dunia. Studio Rockfield yang didirikan Ward bersaudara di peternakan keluarga mereka telah menyumbang dunia nama seperti Black Sabbath, Oasis, Coldplay, The Stone Roses, dan puluhan grup musik lain. Rockfield adalah kesempatan bernostalgia dan perayaan hasrat serta kerja keras yang disemai selama empat dekade dari sebuah titik terpencil di pelosok Wales.
Rockfield The Studio on The Farm
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo