Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Festival Film Madani 2024 kembali digelar pada 3-6 Oktober 2024.
Menyajikan 57 film dari 20 negara yang bisa ditonton gratis di Senayan Park, Metropole, Binus University, hingga Masjid Istiqlal.
Sinema yang hadir dalam Festival Film Madani 2024 banyak bertema kehidupan masyarakat muslim Palestina dan Sudan.
DANIEL, bocah 5 tahun, berjalan pelan sembari menyeret ember. Buntung, dia terhantam mobil yang dikemudikan perempuan bernama Mona. Bocah itu tersungkur di tanah berdebu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ayahnya, Santino Mabior, keluar dari tenda tempat tinggalnya. Mendapati anaknya tak bergerak, dia mengejar pelaku tabrak lari tersebut. Di mobil, Mona panik. Dia menelepon suaminya, Akram, sedangkan Santino terus membuntutinya. Di halaman rumah Mona, suaminya muncul dengan memegang senjata api. Santino tewas. Bocah kecil pengangkut ember itu tidak pernah lagi bisa bermain dengan ayahnya. Namun Akram dan Mona tak tersentuh hukum. Ketidakadilan tersebut menjadi pesan yang diangkat sutradara Mohamed Kordofani lewat Goodbye Julia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sinema berdurasi 120 menit yang dirilis pada 2023 ini mengisahkan dua perempuan dengan latar belakang berbeda: Mona, ibu rumah tangga yang punya hak istimewa karena memiliki darah Arab, dan Julia, warga keturunan Afrika yang menjadi pembantunya. Konflik sosial seperti itu yang ikut berkontribusi menyulut perang saudara yang melumat Sudan.
Goodbye Julia menjadi pembuka Madani International Film Festival 2024. Perayaan sinema bertema kehidupan masyarakat muslim ini berlangsung mulai kemarin hingga Ahad, 6 Oktober 2024.
Pemutaran perdana Festival Film Madani 2024 menyedot lebih dari 300 penonton. "Semua film di festival ini bisa ditonton secara gratis," kata Ketua Yayasan Madani International Film Festival Ekky Imanjaya kepada Tempo, Kamis, 3 Oktober 2024. Penonton hanya perlu mendaftar lewat situs web Madani IFF.
Penonton berfoto di Wall of Fame pada acara Malam Pembukaan Madani International Film Festival 2024: Marwah yang digelar di Senayan, Jakarta, 3 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Festival Film Madani merupakan perayaan sinema tahunan yang sudah digelar tujuh kali. Cikal bakalnya adalah program pemutaran film dan diskusi dalam Jakarta International Film Festival atau JiFFest 2009. "Temanya tentang Uighur," ujar Ekky, dosen jurusan film di Binus University. Uighur adalah suku muslim yang merupakan golongan minoritas di Cina.
Setelah vakum dari JiFFest, mereka menggulirkan Festival Film Madani untuk pertama kalinya pada 2018. Penggerak utamanya adalah Putut Widjanarko, produser film; dan Hikmat Darmawan, penulis.
Putut Widjanarko, Direktur Madani IFF, mengatakan pergelaran ini bertujuan menghadirkan gambaran kaum muslim di berbagai belahan dunia melalui film. "Tidak harus bertema religi atau Islam, tapi kehidupan mereka," kata Putut kepada Tempo di rumahnya di Limo, Depok, Jawa Barat, pada Selasa malam, 2 Oktober 2024.
Madani International Film Festival 2024 banyak mengangkat kisah kehidupan masyarakat muslim di Palestina dan Sudan. Film bertema Palestina dipilih kurator karena di sana umat Islam terus berjuang mati-matian mempertahankan, tak hanya wilayahnya, tapi juga martabatnya sebagai manusia dari genosida yang dilakukan Israel.
Festival ini menghadirkan lima film berlatar Palestina. Namun The Teacher dan Walled Off dipilih sebagai fokus utama karena keduanya menggambarkan keseharian masyarakat Palestina di bawah pendudukan Israel. "Bagaimana mereka bertahan hidup dan melawan penindasan itu," kata Putut.
Festival Film Madani 2024 bertema Marwah. Marwah merupakan bentuk turunan dari kata Arab, muru'ah, yang berarti kehormatan diri atau harga diri. Putut mengatakan muruah menjadi tujuan banyak pergerakan yang muncul di berbagai sudut dunia saat ini, termasuk negara-negara yang selama ini dianggap "berkembang" di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Shadia Pradsmadji, kurator, mengatakan ada 1.504 film dari sekitar 26 negara yang didaftarkan dalam Madani FFI 2024, termasuk film pendek. Hasil kurasi menetapkan 57 film dari 20 negara. Ada juga Madani Short Film Competition. Adapun film terbanyak yang didaftarkan berasal dari Iran, sebanyak 339 karya, dan 178 film dari Indonesia. Setelah ditapis, terjaring 16 finalis. "Empat di antaranya dari Indonesia," kata dosen jurusan film di Binus University ini saat ditemui menjelang pemutaran Goodbye Julia.
Selain diselenggarakan di Cinepolis Senayan Park, Madani IFF ini akan digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat; Binus University, Kota Tangerang, Banten; Universitas Paramadina, Jakarta Selatan; Universitas Islam Internasional Indonesia, Depok, Jawa Barat; Metropole XXI, Jakarta Pusat; dan Masjid Istiqlal.
Di antara deretan film itu, ada The Teacher karya Farah Nabulsi. Sineas Inggris berdarah Palestina ini mengangkat cerita kehidupan seorang guru, murid, dan relawan di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat.
Putut Widjanarko mengatakan guru tersebut juga merupakan bagian dari kelompok pejuang pembebasan Palestina. Dia dikisahkan menculik warga Amerika Serikat yang berada di Israel. "Dijadikan bahan negosiasi pembebasan pejuang Palestina yang ditahan oleh Israel," kata Putut. Menurut dia, film itu mengisahkan bagaimana semua elemen rakyat Palestina ikut melawan penindasan Israel.
Adapun Walled Off merupakan film dokumenter karya sutradara Vin Arfuso yang dirilis pada 2024. Sepanjang 90 menit, sineas asal Amerika Serikat itu mengangkat cerita dengan latar hotel yang berlokasi di dekat tembok yang membatasi Israel dan Palestina. "Ada perlawanan, resistansi, dan gaya hidup di situ," ujar Putut.
The Teacher dan Walled Off memperlihatkan berbagai nuansa perjuangan rakyat Palestina. "Mereka memiliki martabat yang mereka perjuangkan dengan sangat luar biasa," katanya.
Anggota Dewan Madani IFF, Hikmat Darmawan, memberi gambaran ketiga film yang menjadi pembuka dan penutup festival. Walled Off, kata dia, tidak hanya menjelaskan kondisi sosial, tapi juga situasi peperangan di Palestina.
Dia menganggap film dokumenter ini berhasil menjembatani kesenjangan antara sejarah, informasi, dan seni sekaligus memperlihatkan situasi peperangan secara gamblang.
Sementara itu, Goodbye Julia dan The Teacher berfokus pada individu. Dalam Goodbye Julia, contohnya, ada dilema moral tokoh utama perempuan. Dalam The Teacher, Hikmat melanjutkan, tergambar situasi masyarakat Palestina yang tersingkir dan tertekan oleh politik apartheid Israel.
Benang merah film-film itu, Hikmat melanjutkan, bermula dari sudut pandang orang-orang yang ditindas. "Suara orang-orang yang ditekan oleh berbagai keadaan," katanya.
Penonton menyaksikan film "Goodbye Julia" pada acara Malam Pembukaan Madani International Film Festival 2024: Marwah yang digelar di kawasan Senayan, Jakarta, 3 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Rina Tiara Waty, penonton di Cinepolis pada Kamis malam lalu, menganggap Goodbye Julia sebagai film yang rumit. Namun film itu berhasil menyuguhkan informasi yang menghibur bagi penonton soal segregasi dua kelompok etnis di Sudan. "Ini pertama kalinya saya menonton film tentang Sudan. Jadi tahu ternyata perpecahan di sana seperti itu," kata perempuan 49 tahun asal Joglo, Jakarta Barat, tersebut.
Festival Film Madani 2024 akan ditutup di Metropole XXI, Jakarta Pusat, pada Ahad mendatang dengan pemutaran Walled Off mulai pukul 19.00 WIB.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo