Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Kelompok orkestra dari Universitas Katolik Parahyangan di Bandung menampilkan konser yang kedua dengan judul Kizuna. Parahyangan Orchestra memainkannya pada Selasa malam, 28 November 2023 di auditorium kampus. “Pergelaran orkestra kali ini menggiring untuk merenungi kembali hubungan-hubungan yang kita alami,” kata Ignatius Bambang Sugiharto, pembina Parahyangan Orchestra, Selasa, 28 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judul konser yaitu Kizuna, berasal dari bahasa Jepang untuk menyebut tali kekang penunggang kuda. Kata itu kemudian juga bisa diartikan sebagai ikatan antar manusia. Dalam konser itu, Kizuna dimaknai sebagai penghubung perasaan manusia. “Di tengah kondisi dunia yang penuh konflik dan menjelang tahun politik, Parahyangan Orchestra hendak mengajak kita untuk merenungkan kembali berbagai bentuk relasi kita sebagai seorang manusia,” ujarnya.
Konser Parahyangan Orchestra Dikemas Romantis
Konser itu dikemas untuk membicarakan hubungan yang romantis, persahabatan, keluarga, hingga hubungan dengan orang asing. Lewat orkestra diharapkan hubungan itu bisa lebih mudah dipahami melalui rasa. Kelompok orkestra itu terdiri dari para musisi yang memainkan instrumen seperti biola, kontrabas, oboe, terompet, flute, perkusi, serta grup paduan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Total ada delapan komposisi yang dimainkan Parahyangan Orchestra. Tembang 'Opportunity' karya komponis Regina Sutisno dipilih sebagai pembuka. Berikutnya 'Drowned' karya Lucy Freia, 'Candaan Pagi #4' yang liriknya ditulis Demas A Darmawan dengan komponis Nathan Budiman dan Nerissa Eva Budiman. Selanjutnya 'Things Untold', 'Things Unseen', 'Moonlight', 'The Shinigami I Call Mother', 'The Story of Two Sisters', dan 'Urban Wind'.
Orkestra Berbasis Komunitas
Sebelumnya pada 20 Juni 2023, kelompok orkestra itu menandai pembentukannya lewat konser perdana dengan judul Jelajah di auditorium kampus swasta di Jalan Ciumbuleuit Bandung itu. Menurut Bambang, orkestra berbasis komunitas itu secara khusus berkomitmen mengangkat karya-karya komponis muda Indonesia namun dengan standar dunia.
Kelompok itu lahir sebagai salah satu media dari bidang peminatan Integrated Arts pada program Studi Humanitas. Integrated Arts menjadi ajang eksplorasi persoalan manusia melalui karya seni yang bersifat interdisipliner dan intermedia, dan menjelajahi segala kemungkinan citra rupa, gerak, kata, raga, maupun nada. Peminatan studi diarahkan untuk mencipta kreator yang terus menerus membuka kemungkinan baru untuk memahami persoalan manusia dan menghayati kehidupan nyata.