Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Hari Film Nasional, Dirayakan dengan Vintage Film Festival

Merayakan Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret, GO-TIX bekerja sama dengan FLIK dan CGV Cinemas Indonesia menggelar Vintage Film Festival (VFF)

30 Maret 2018 | 15.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Dalam rangka merayakan Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret, GO-TIX bekerja sama dengan FLIK dan CGV Cinemas Indonesia menggelar Vintage Film Festival (VFF). Gelaran ini menayangkan berbagai macam film lawas Indonesia yang telah direstorasi sehingga dapat ditonton dengan kualitas high definition (HD) tanpa mengurangi originalitas film tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Selasa, 27 Maret 2018, CEO FLIK Manoj Samtani menjelaskan bahwa restorasi merupakan upaya untuk menyelamatkan dan mencegah koleksi film-film lawas Indonesia dari kerusakan. “Oleh karena itu, kami mendaftarkan berbagai film yang kualitasnya dapat kami pulihkan kembali agar dapat dinikmati oleh seluruh pecinta film, baik dari dalam maupun luar negeri,” kata Manoj Samtani saat konferensi pers VFF di CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Maret 2018.

Genre film lawas yang akan ditampilkan pun beragam, mulai dari drama, komedi, horor, hingga aksi laga. Film-film yang akan ditayangkan adalah Matt Dower (1969) karya Nya Abbas Akup, Ateng Sok Aksi (1977) karya Ahmad Jamal, Pengabdi Setan (1980) karya Sisworo Gautama Putra, Ratu Ilmu Hitam (1981) karya Imam Tantowi, Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982) karya Chaerul Umam, WARKOP: Sama Juga Bohong (1986) karya Chaerul Umam, dan seri Catatan Si Boy (1987 – 1991) karya Nasri Cheppy.

Diputranya film-film lawas yang sudah direstorasi dalam gelaran VFF dapat memberikan gambaran kepada masyarakat, bahwa banyak film lawas Indonesia yang memiliki jalan cerita yang unik, juga mengandung banyak pesan moral.

Selain itu, gelaran VFF hadir sebagai bentuk apresiasi kolaboratif pelaku industri perfilman yang sukses menghibur melalui ribuan judul film sejak film pertama diproduksi di Indonesia tahun 1926, juga dapat membantu masyarakat untuk mengapresiasi dan mencintai film-film karya sineas Indonesia.

VFF sendiri akan berlangsung selama satu bulan penuh dan akan diputar secara serentak di 10 kota (Jakarta, Bekasi, Bandung, Cirebon, Tangerang, Depok, Yogyakarta, Karawang, Surabaya, dan Medan) jaringan CGV Cinemas Indonesia mulai 29 Maret hingga 29 April 2018.

Sebelum direstorasi, kebanyakan arsip film-film lawas berada dalam kondisi fisik yang mengkhawatirkan. Materi film dalam format seluloid umumnya mengalami kerusakan berupa robek atau tergores, terpapar debu, bekas sidik jari, hingga serangga yang menempel pada pita film. Kondisi alam dan cuaca tropis di Indonesia juga mempengaruhi pita film menjadi cepat berjamur, mencair, bahkan menguap dengan mengeluarkan bau asam.

Dengan teknologi restorasi, film-film lawas dengan kondisi terburuk dapat diperbaiki dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemulihan dengan merestorasi fisik pita seluloid secara manual. Tahap ini dapat memakan waktu yang cukup lama dan dilakukan oleh ahli khusus restorasi. Setelahnya, pita seluloid siap dipindai (scanning) dan ditransfer ke dalam format digital.

Tahap selanjutnya adalah menggabungkan restorasi film secara manual dan digital. Ada ratusan ribu frame untuk setiap film yang berdurasi dua jam (120 menit), oleh karena itu, tahapan ini membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga bulanan karena restorasi dilakukan frame per frame tergantung pada tingkat kerusakannya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus