Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GELAK tawa para penonton terdengar dari Studio 4 XXI Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. Mereka menertawakan adegan yang disuguhkan film horor komedi terbaru Indonesia berjudul Kang Mak from Pee Mak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu daya tarik karya adaptasi dari film horor komedi yang sangat populer asal Thailand berjudul Pee Mak yang rilis pada 2013 tersebut adalah komedinya. Film adaptasi besutan sutradara Herwin Novianto itu berhasil membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlatar 1975, Kang Mak from Pee Mak mengisahkan perjalanan Makmur, tentara Indonesia yang berjuang di medan perang demi membela negara. Karena mengemban tugas tersebut, dia harus meninggalkan istrinya, Sari, yang sedang hamil tua.
Makmur bersama sahabat seperjuangannya, yakni Supra, Fajrul, Jaka, serta Solah, bertekad selamat dari medan perang dan pulang ke kampung halaman. Setelah melewati berbagai rintangan, Makmur akhirnya pulang bersama sahabat-sahabatnya.
Kembalinya Makmur disambut hangat oleh Sari dan buah hati mereka, Cipluk. Namun kebahagiaan mereka tak bertahan lama karena desas-desus buruk mulai beredar di kampung. Para warga di kampung menyebutkan Sari telah meninggal dan sosoknya saat ini hanyalah arwahnya yang gentayangan.
Boleh dibilang Kang Mak from Pee Mak bukan sekadar film remake. Film berdurasi sekitar 120 menit ini menginterpretasikan legenda horor Mae Nak Phra Khanong dari Thailand menjadi cerita horor komedi yang lebih melokal dengan sentuhan kultur Indonesia.
Unsur-unsur kelokalan itu seperti terlihat pada tokoh Makmur alias Kang Makmur atau Kang Mak yang diperankan Vino G. Bastian. Panggilan “Kang” atau “Akang”, yang berarti kakak, lekat dengan budaya Sunda. Di film aslinya, Mario Maurer memerankan tokoh Pee Mak. Sebutan “Pee” atau “Phi” dalam bahasa Thailand sama-sama mempunyai makna kakak.
Makmur (Vino G. Bastian) dan Sari (Marsha Timothy) dalam film 'Kang Mak From Pee Mak' (2024). Dok. Falcon Pictures
Lalu adegan pertama Kang Mak from Pee Mak memperlihatkan tokoh Sari, diperankan oleh Marsha Timothy, mengenakan kebaya kutubaru dan jarit batik. Ada pula latar desa tempat tinggal mereka yang disebutkan oleh Makmur—terletak di Garut.
Pendekatan kelokalan tersebut ikut memperkaya narasi film sehingga menjadi lebih akrab dengan penonton Indonesia. Belum lagi celetukan-celetukan humor yang sangat melokal. Penulis skenario Alim Sudiyo sukses mengemas cerita adaptasi film tersebut lewat penyesuaian dengan kultur Indonesia sehingga kisahnya terasa segar.
Warna komedi yang dihadirkan Kang Mak from Pee Mak boleh dibilang lucu, segar, dan terkadang di luar nalar. Adegan yang mengundang tawa itu tak lepas dari penampilan mengesankan para aktor yang juga komedian, seperti Indra Jegel, Rigen Rakelna, dan TJ Ruth. Kehadiran Indro “Warkop” dan Tora Sudiro, serta penampilan sekilas Andre Taulany dan Jirayut, turut membuat warna humor kian segar.
Di sisi lain, pasangan aktor Vino G. Bastian dan Marsha Timothy berhasil menyuguhkan akting dramatis dengan adegan-adegan yang menggugah hati penonton. Dengan tetap membawa unsur romansa, chemistry keduanya terasa menyatu. Faktor sebagai suami-istri di kehidupan nyata juga menambah intensitas drama yang mereka hadirkan tanpa mengurangi profesionalisme mereka sebagai aktor.
Dari aspek sinematografi, Kang Mak from Pee Mak menyuguhkan suasana yang lebih gelap dan mencekam dibanding film aslinya, Pee Mak. Music scoring dan efek-efek suara menakutkan makin menghidupkan nuansa horor film tersebut.
Selain judul, perbedaan dalam adaptasi film ini adalah Kang Mak from Pee Mak mengambil latar waktu 1980-an. Sedangkan film aslinya, Pee Mak, berlatar 1920-an.
Meski ada beberapa adegan komedi yang terasa agak berlebihan, secara keseluruhan Kang Mak from Pee Mak menjadi salah satu film adaptasi yang cukup berhasil. Film yang diproduksi oleh Falcon Pictures ini tayang di bioskop Tanah Air mulai 15 Agustus 2024.
•••
AKTOR Vino G. Bastian bercerita tentang fenomena film adaptasi di Indonesia, termasuk Kang Mak from Pee Mak yang ia bintangi. Menurut Vino, adaptasi bukan sekadar remake, melainkan sebuah proses kreatif yang memiliki nilai tersendiri jika dilakukan dengan baik.
Menurut Vino, banyak film Indonesia yang dibuat melalui proses adaptasi. Proses adaptasi itu bisa bermacam-macam, baik dari film lain, buku, maupun kisah-kisah nyata yang diangkat ke layar lebar.
Makmur (Vino G. Bastian) (kiri), Solah (Rigen Rakelna), Fajrul (Indra Jegel), Supran (Indro Warkop) dalam film 'Kang Mak From Pee Mak' (2024). Dok. Falcon Pictures
Namun Vino tak menyangkal bahwa ada juga film adaptasi yang dibuat sekadarnya tanpa menghadirkan sesuatu yang baru. “Karena itu, yang paling penting, bagaimana caranya kita membuat itu menjadi sesuatu yang baru,” katanya. “Jika sebuah film adaptasi tidak memberikan nilai tambah atau inovasi, penonton akan memilih menonton film aslinya.”
Kang Mak from Pee Mak
Sutradara: Herwin Novianto
Skenario (Adaptasi): Alim Sudiyo
Pemain: Vino G. Bastian, Marsha Timothy, Indro “Warkop”, Indra Jegel, Rigen Rakelna, Tora Sudiro
Produksi: Falcon Pictures
Dalam konteks adaptasi film Kang Mak from Pee Mak, Vino melihat ini sebagai kolaborasi lintas negara yang membuka peluang besar bagi industri film Indonesia. Aktor kelahiran 1982 itu mengungkapkan bahwa para sineas Thailand sangat bangga ketika karya mereka diadaptasi di Indonesia. “Hal tersebut seharusnya menjadi kebanggaan bersama,” ujar aktor yang sudah beberapa kali membintangi film remake tersebut.
Vino menilai banyak masyarakat yang masih belum memahami bahwa adaptasi bukanlah sekadar meniru, melainkan proses kreatif yang sah dan legal. Terlebih, ia mengungkapkan tak semua negara diberi izin untuk membuat karya adaptasi.
Ia berharap dengan adanya remake seperti Kang Mak from Pee Mak akan terjadi pertukaran ilmu ataupun pengalaman antara sineas Indonesia dan Thailand, yang pada akhirnya bakal memperkuat industri film kedua negara.
“Industri film kita harus makin besar dan enggak bisa hanya bergerak di lokal. Hal seperti adaptasi ini bisa menjadi salah satu jembatannya,” ucap Vino.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo