Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Peradaban yang Tenggelam

28 Mei 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kronik Lumpur Lapindo: Skandal Bencana Industri Pengeboran Migas di Sidoarjo
Penulis: Bosman Batubara, Paring Waluyo Utomo
Penerbit: InsistPress, April 2012

ENAM tahun sudah lumpur Lapindo menenggelamkan Porong, Sidoarjo. Jawa Timur. Belum ada kejelasan penyebab semburan lumpur. Daerah terendam meluas. Sisa ganti rugi kepada korban juga tak kunjung diterima. Negara pun kian besar menanggung beban anggaran. Penduduklah yang paling menderita dari tragedi tak berkesudahan ini.

Lumpur panas dengan volume 100-150 ribu meter kubik per hari yang keluar dari perut bumi itu telah mengubur kawasan pertanian dan industri yang semula menjadi mata pencarian warga. Dari tujuh desa dengan luas 1.500 hektare di tiga kecamatan yang tercerabut, kini terancam bertambah tiga desa lagi. Seluruh ekosistem di semua desa itu rusak, rumah tak lagi layak huni, gas beracun beterbangan, dan kesehatan warga terancam.

Buku yang ditulis oleh aktivis yang terlibat dalam advokasi korban lumpur Lapindo ini membedah dari awal mula semburan terjadi, debat penyebab semburan yang tak kunjung usai, hingga derita warga Porong yang ditulis dengan begitu terperinci. Penulis juga mencoba mengungkap gurita bisnis dan kepentingan di balik Lapindo serta praktek bisnis di banjir lumpur.

Membaca buku ini, kita akan mengetahui betapa para korban tak mendapat perlindungan yang berarti dari pemerintah. Pemerintah sebagai wakil negara justru takluk di bawah kemauan perusahaan.


Perjalanan dengan Seribu Rujukan

Menyusuri Lorong-Lorong Dunia
Penulis: Sigit Susanto
Penerbit: Insist Press, 2012

Seekor harimau loreng dipikul dua orang dengan bambu lewat depan rumahku di sore hari. Harimau itu sudah mati dan beberapa kukunya sudah hilang. Kepala desa mendengar dan menawar harimau itu dan akhirnya dibeli. Sekejap saja warga desa berkerumun menyaksikan Lik Makali, seseorang yang sehari-hari menjual sate dan gulai kambing, menguliti harimau yang digantung di bawah pohon nangka.

Begitulah Sigit Susanto, penulis Menyusuri Lorong-Lorong Dunia Jilid 3, mengawali ceritanya tentang perjalanan eksotis ke Kenya. Ia bertutur sesaat tentang pengalamannya di desa kelahirannya di dekat hutan karet yang masih banyak harimaunya pada 1973, sebelum berbicara mengenai tanah hitam, penduduk hitam Afrika, dan aneka satwa di Taman Nasional Tsavo-East. Elang yang berjalan tegak, mata buaya yang berkelap-kelip di waktu malam seperti kunang-kunang, tiga macan tutul yang gagal menerkam kijang, dan banyak lagi.

Nada tulisan yang begitu bersemangat manakala berkisah tentang binatang perlahan surut kala ia mulai masuk Kota Mosamba, yang sarat dengan persoalan urban dunia ketiga. Seperti artikel lain di buku ini, tulisan dengan judul Bersafari ke Kenya ini diperkaya oleh bermacam ilustrasi pribadi si penulis. Ia mengutip cerita pendek Hemingway tatkala ”bertemu” dengan Kilimanjaro di luar taman nasional itu. Cara yang sama dipakai oleh Sigit untuk bercerita tentang pengalaman mengarungi Sungai Nil, Turki yang menjadi jendela Benua Eropa, dan lain-lain.


Keberanian! Kata Sokrates

Mari Berbincang Bersama Platon
Penerjemah dan penafsir: A. Setyo Wibowo
Penerbit: iPublishing, 2012

PADA puncak eksplorasi filsafatnya, Sokrates, filsuf Yunani kuno, berkata: aku tak mengetahui apa-apa. Semua tahu ia orang bijak, tapi Sokrates sosok yang lumayan misterius. Xenophon, filsuf sezamannya, menilai ia orang yang memiliki sekolah pencetak para politikus. Sedangkan Aristophanes menganggap ia bagian dari para pemikir tentang dunia fisik.

Di buku kita diajak menerawang pemikiran Sokrates melalui catatan muridnya, Plato, mengenai dialog-dialog filsuf yang jadi bapak moyang kaum idealis ini. Buku Platon, yang mengangkat tema Kebe­ranian atau, kegigihan Sokrates menemukan definisi universal, dapat dikenakan pada semua kasus. Beberapa dialog Sokrates mengenai kesalehan atau keindahan juga mengikuti metode yang sama. Dalam Lhakes, kita dapat melihat bagaimana Sokrates membimbing lawan bicaranya untuk masuk alam pikirannya.

Buku tentang dialog Sokrates sangat dibutuhkan sebagai landasan pembahasan etika, metafisika, dan estetika dalam pemikiran modern kini.

IFS, YR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus