Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yulaika Ramadhani
Anggota dari Community for interfaith and intercultural dialogue Indonesia
Tidak bisa dimungkiri, kota-kota yang dekat dengan budaya urban mempunyai nilai komersial tersendiri, pun di bidang kepenulisan. Masyarakat urban yang kerap dilihat dari bagaimana mereka menghabiskan waktu dan apa yang mereka pikirkan sering menjadi aktor di banyak novel populer. Novel merupakan medium efektif yang digunakan penulis untuk menceritakan budaya urban pada zamannya.
Ada sedikitnya tiga hal yang bisa digunakan penulis dalam mendeskripsikan gambaran budaya urban dalam karyanya. Pertama, dengan membawa kemeriahan lanskap kota, seperti yang gemar Illana Tan lakukan pada novel-novelnya (Summer in Seoul dan lain-lain). Kedua, dengan menggiring pembaca ke dalam laju mobilitas kota yang serba cepat. Seperti deskripsi Lauren Weisberger tentang satu profesi yang hanya ada di kota urban, yaitu asisten editor majalah fashion, dalam novelnya. The Devil Wears Prada. Hal ketiga, faktor paling mencolok yang menjadi penanda masyarakat urban, yaitu perkara gaya hidup yang digunakan sebagai identitas pengenal dalam strata sosial. Sophie Kinsella dengan sangat baik menerapkannya dalam serial novelnya, Shopaholic.
Kemudian, Ika Natassa mengeksekusi ketiganya di Critical Eleven.
Ika Natassa adalah satu dari sekian banyak orang yang percaya di samping normalitas, terdapat banyak abnormalitas dalam kehidupan urban saat ini. Dengan membawa tema tentang kehidupan pasca-pernikahan-seperti tema dalam novel-novel Ika sebelumnya-kita akan dibawa masuk ke dalam kehidupan orang-orang dewasa, membicarakan karier, bermacam pemikiran, serta pilihan mereka masing-masing. Bagaimana mereka menghabiskan waktu dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka dan sekitar.
Dengan mengambil latar di Jakarta, Ika dengan gaya narasinya yang kuat menjelaskan tentang betapa icon kota urban tersebut mempunyai andil yang besar dalam mempengaruhi pola hidup, gaya, selera, bahkan karakter seseorang. Penulis mencoba menjelaskan betapa kuatnya pengaruh Jakarta terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga siapa pun yang bersentuhan dengannya tidak akan pernah menjadi orang yang sama lagi. Jakarta membuat semua individu meredefinisikan diri mereka sendiri. Meredefinisikan makna rumah, makna keluarga, hubungan, waktu, dan sebagainya.
Jika diibaratkan dalam sebuah hubungan, Jakarta adalah seperti pasangan yang abusive, yang selalu menyiksa, yang membuat kita berulang kali mempertanyakan arti kasih sayang, yang menguji kesabaran setiap kali dia memukul kita berulang-ulang, tetapi kita tetap tinggal, bertahan, dan tidak pergi. Jakarta mengingatkan betapa kita sebenarnya bisa sangat kuat (halaman 143).
Kehidupan urban tidak lepas dari masyarakat yang dengan keberagamannya bisa terkumpul dalam satu kota utama (metropolis). Setiap anggota masyarakat itu mempunyai ambisi mempertinggi kualitas, berinteraksi, dan lalu berkompetisi. Karena hal itu juga, wanita dituntut hadir dalam dunia kerja. Dalam novel ini, Ika Natassa mengusung kehidupan seorang management consultant wanita, Tanya Letitia Baskoro (Anya), yang disandingkan dengan seorang petroleum engineer, Aldebaran Risjad (Ale).
Hadirnya wanita dalam dunia kerja mempunyai peran besar dalam membentuk, bahkan mengubah, karakter masyarakat urban. Karena wanita selalu menganggap penampilan sebagai hal yang sangat penting, pun di dunia kerja. Selain berpengaruh pada interaksinya dengan lawan jenis, penampilan menjadi salah satu faktor bermetamorfosisnya pola dan gaya hidup. Dari fashion, gadget, sampai hal-hal remeh-temeh lain.
Ika Natassa adalah satu dari banyak penulis Indonesia yang mengurusi hal-hal remeh-temeh tersebut. Dan barangkali, jika penulis tidak sedetail itu, Critical Eleven tidak akan "senyata" sebagaimana jadinya, paling tidak mampu membuat pembacanya merasa dekat dengan tokoh-tokohnya. Sebut saja tentang selera mobil para tokohnya, pilihan sepatu-sepatu mahal, tempat makan kesenangan, gadget yang tengah dipakai, sampai dengan mainan pilihan. Semuanya benar-benar ada dan sesuai dengan zaman sekarang. Nilai barang yang disebutkan sesuai dengan kenyataan saat ini. Dan kesesuaian tersebut bisa jadi menular dan mempengaruhi para pembacanya. Benar bukan, hal-hal remeh-temeh sekalipun memang penting untuk diperhatikan.
Sebagaimana novel populer kebanyakan, Critical Eleven hadir sebagai sebuah rekaman tertulis atas hal-hal yang tengah terjadi dan berlaku saat ini. Yakni perihal pola hidup dan gaya hidup, istilah-istilah yang menjadi tren sekarang, serta pandangan para tokoh terhadap peristiwa saat ini. Rekaman tertulis tersebut, pada masa selanjutnya saya percayai akan menjadi dokumen sosial di mana kita bisa membaca masa lalu dengan lebih menyenangkan.
DATA BUKU
Judul : Critical Eleven
Penulis: Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetak: Pertama, Agustus 2015
Tebal: 344 halaman
ISBN: 978-602-03-1892-9
Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan
Editor: Akhmad Sahal dan Munawir Aziz
Penerbit : Mizan, 2015
Tebal: 344 Halaman
Sejak Presiden Joko Widodo menyinggung soal Islam Nusantara dalam acara Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Jakarta, Juni lalu, istilah "Islam Nusantara" populer sekaligus menjadi polemik bagi para pendukung dan yang menentang. Dengan latar belakang polemik itulah, buku ini membedah wacana Islam Nusantara dari perspektif doktrinal maupun sejarah Islam Nusantara itu sendiri.
Di dalamnya memuat beberapa tulisan para tokoh lintas organisasi, terutama NU dan Muhammadiyah. Penulis memberikan pandangan masing-masing tentang rumusan hukum Islam, tradisi Islam, hingga konsep hubungan antara Islam dan nasionalisme. Beberapa penulis itu antara lain KH Abdurrahman Wahid, KH Sahal Mahfudh, KH Musthofa Bisri, KH Said Aqil Siroj, Prof Amin Abdullah, Prof Dr Azyumardi Azra, dan Prof Dr Din Syamsuddin. Selain mereka, ditampilkan pula tulisan beberapa peneliti muda yang mengusung tema Islam Nusantara melalui riset-risetnya.
Ayah : Sebuah Novel
Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: Bentang Pustaka, 2015
Tebal: 415 Halaman
Sabari menjadi gila saat anaknya dibawa lari oleh Lena, istri yang menceraikannya. Lena, wanita yang dicintainya sejak SMP, pergi meninggalkan Sabari ke negeri seberang dengan membawa Zorro, anak mereka. Kedua sahabat Sabari, Ukun dan Tamat, merasa kasihan kepada nasib Sabari. Mereka menolong Sabari melintasi pulau mencari Lena untuk membawa anaknya kembali.
Walaupun tokoh utama Sabari sebagai ayah yang kehilangan anaknya, novel ini lebih banyak menceritakan kisah masa kecil Sobari bersama tiga sahabatnya, Ukun, Tamat, dan Toharun hingga lulus sekolah. Mirip novel Andrea sebelumnya, Laskar Pelangi, masing-masing tokoh punya karakter yang unik. Novel ini masih menggunakan Belitong sebagai setting cerita utama. Kisah tersebut diceritakan dengan gaya bahasa "renyah", khas Andrea Hirata. DANNI M | PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo