Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Sejarah yang Dihilangkan

Buku yang berbicara tentang menghilangnya sejarah pemikiran politik khas Indonesia.

6 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Golkar: Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran dan Dinamika
Judul asli: Golkar of Indonesia: an Alternative to the Party System
Penulis: David Reeve
Penerbit: Komunitas Bambu, Juli 2013
Ketebalan: xxviii + 420 hlm

Cukup membingungkan melihat judul Golkar of Indonesia: an Alternative to the Party System tiba-tiba menjadi Golkar: Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran dan Dinamika.

Judul dalam terjemahan itu seolah-olah menunjukkan sejarah Golkar yang hilang. Namun, sesudah dibaca secara keseluruhan, yang sesungguhnya menghilang adalah sejarah pemikiran politik khas Indonesia, cikal-bakal munculnya Golkar itu sendiri. Secara evolutif, ini terjadi dalam fase-fase politik selama tujuh dekade terakhir di Indonesia.

Adalah menarik, David Reeve sendiri yang menambahkan bagian khusus dengan subjudul "70 tahun Pemikiran Golkar" pada edisi Indonesia. Dengan begitu, segera pembaca dapat memasuki inti isi bukunya sekaligus meng-update sepak terjang Golkar hingga pasca-reformasi. Alhasil, buku ini hadir sebagai "versi" lain dari karya awal yang meletakkan fondasi riset tentang pemikiran alternatif partai politik di Indonesia.

Seperti diakui penulisnya, buku ini tak melulu memberi penjelasan otoritatif dan komprehensif atas sejarah organisasi Golkar, tapi juga ulasan sejarah pendokumentasian pemikiran-pemikiran politik Indonesia yang ditarik sejauh mungkin ke belakang. Kerapnya buku ini dijadikan rujukan studi kultur politik Indonesia selama ini menunjukkan pengakuan bahwa inilah karya klasik untuk memahami perkembangan pemikiran politik asli dan khas Indonesia yang mulanya sulit diselami oleh pengamat dan sarjana Barat. Bagi pembaca Indonesia, terjemahan ini jelas akan melengkapi deskripsi kritis buku-buku sejenis mengenai penyelewengan politik rezim Orde Baru di bawah Soeharto.

Tumbuhnya Golkar sebagai kekuatan politik sepanjang 1962-1965 memperlihatkan bagaimana proses pencarian untuk mengelola negara Indonesia yang ideal itu dimulai. Bingkainya, debat hebat yang berlangsung selama krisis Demokrasi Parlementer periode 1956-1959 mengenai keinginan pencarian kembali kepribadian nasional berdasarkan visi kelompok fungsional dan partai-partai politik.

Detail pengungkapan dinamika itu mampu menangkap imajinasi publik pembaca mengenai cikal-bakal Golkar. Dida­sari perdebatan pemikiran politik dari empat tokoh Indonesia, penulis memperlihatkan alasan-alasan mengapa Golkar lahir sebagai bentuk alternatif dari sistem politik Indonesia yang mampu membedakan dengan sistem politik gaya Barat yang lebih dilandasi oleh semangat individualisme. ­Adalah menarik dibuat pembahasan pemikiran tokoh-tokoh politik utama yang berbeda dan berseberangan, tapi cukup kohesif, seperti Ki Hadjar Dewantara dan Supomo serta nasionalis Sukarno dan Hatta. Dua yang pertama dikenal dengan pemikiran kolektivisme dan nilai-nilai kekeluargaannya. Sedangkan dua yang terakhir menawarkan konsep negara dan prinsip-prinsip koperasi. Dari sinilah awal mula suatu sistem alternatif dimulai.

Dengan menarik mundur sampai 1920-an, penulis menyadari bahwa pembentukan Golkar merupakan bagian dari pemikiran-pemikiran Sukarno yang bertujuan membendung kekuatan Partai Komunis Indonesia. Namun Golkar kemudian berubah sejak dijadikan alat mobilisasi penduduk selama periode 1966-1971 oleh rezim Orde Baru. Dengan menempatkan kembali ideologi tersebut dalam konteks politik, terminologi, dan perdebatan yang menyertainya, dapat dimengerti mengapa Golkar selanjutnya pada 1971-1983 kemudian lebih menjadi mesin politik—meski gagal memahami intisari pemikiran untuk mengambil hati orang Indonesia. Golkar diketahui berubah menjadi kekuatan represif dan otoritarian karena kekuatannya terlalu dimanipulasi, terutama sejak pertengahan 1970.

Saat itulah cita-cita awal Golkar semakin jauh dari tujuan semula yang diharapkan sebagai alternatif untuk merefleksikan masyarakat Indonesia. Kini ahli waris Golkar tampaknya malah semakin jauh lagi membawa masa depan Golkar dari cita-cita sebagai ideologi pilihan sistem paling pas dalam sistem politik Indonesia.

Iskandar P. Nugraha, sejarawan di UNSW, Australia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus