Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR telah membuka pendaftaran anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK RI sejak tanggal 19 Juni 2024. Hingga batas akhir pendaftaran, 4 Juli 2024 pukul 15.00 WIB, sebanyak 76 orang telah mengajukan diri sebagai calon auditor keuangan negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para peminat berasal dari berbagai kalangan, ada akademikus, politikus, jaksa, hingga wiraswasta. Sesuai aturan yang ditetapkan, anggota BPK terdiri dari 9 orang. Sebelumnya telah dipilih untuk masa jabatan 2023-2028, namun ada 5 anggota BPK yang akan berakhir masa jabatannya sehingga diperlukan penggantian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyarankan pada pemilihan anggota kali ini diambil dari profesional dengan tes yang ketat termasuk dalam psikotes, agar mendapat calon yang punya integritas. “Kalau perlu tidak ada dari partai politik (yang terpilih sebagai anggota BPK),” ujarnya kepada Tempo, Jumat, 5 Juli 2024.
Ia berharap DPR dapat mengambil contoh putusan Mahkamah Konstitusi yang mengisyaratkan Jaksa Agung tidak boleh dari pengurus partai, atau minimal telah berhenti dari partai selama lima tahun. Menurut Boyamin, calon dari partai rawan kepentingan politik. Apa lagi BPK memiliki tugas penting dalam pengawasan keuangan negara.
Calon anggota BPK seharusnya bersih dari keanggotaan partai karena terbukti beberapa kasus menyeret anggota BPK dari parpol. Contohnya Achsanul Qosasi, mantan Anggota III BPK, yang baru-baru ini terbukti menerima suap Rp 40 miliar dalam proyek pembangunan Base Transceiver Station, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Achsanul dulunya merupakan politisi dan mantan anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat.
Saat ini KPK juga tengah mendalami kasus korupsi yang diduga melibatkan anggota BPK dan Komisi XI DPR. “Rekrutmennya menjadi super jelek akhirnya, karena orang-orang yang profesional menjadi susah masuk,” ujar Boyamin.
Hal senada dipaparkan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang memaparkan bahwa pembenahan BPK perlu dimulai sejak tahapan seleksi pimpinan. Persyaratan dan metode seleksi anggota BPK terlalu memberi peluang besar bagi politisi menjadi pimpinan badan audit tersebut, tanpa batasan masa jeda atau cooling-off period. “Dalam Undang-Undang nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK juga tidak ada persyaratan calon anggota tidak berstatus anggota partai,” demikian dipaparkan Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya dikutip dari laman resmi ICW, 7 Juli 2024.
Sehubungan dengan momentum seleksi anggota BPK kali ini, ICW menyerukan pentingnya menjaga independensi BPK sejak pemilihan pimpinan. Kesempatan besar bagi politisi untuk menjadi pimpinan lembaga ini akan mengurangi independensi BPK atas kepentingan dan jejaring politik. Terlebih, anggota BPK diseleksi oleh Komisi XI DPR RI.
Tempo mencoba mengkonfirmasi beberapa nama anggota partai yang ikut mendaftar namun tidak direspons, ada pula yang enggan berkomentar. Sementara itu, Laode Muhamad Syarif, Dosen Fakultas Hukum UNHAS dan Direktur Eksekutif Kemitraan mengaku mengundurkan diri dari pendaftaran, meski demikian ia enggan menyebutkan alasan batal mendaftar.