Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Daftar Tujuh Tuntutan Serikat Pekerja yang Tidak Diakomodir dalam Perpu Cipta Kerja

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) menolak Perpu Cipta Kerja.

3 Januari 2023 | 04.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat di Bandung, 15 November 2022. Buruh menuntut kenikan upah 2023 sebesar 13 persen dan menolak pembahasan upah menggunakan PP 36. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) mengungkapkan penolakannya terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. Perpu tersebut akan menggantikan UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinilai cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aspek Indonesia menilai isi Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tidak mengakomodir tuntutan serikat pekerja," ujar Presiden Aspek Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis pada Senin, 1 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan pihaknya telah mempelajari isi salinan Perpu Cipta Kerja yang beredar di masyarakat sejak semalam. "Ternyata isinya hanya copy paste dari isi UU Cipta Kerja, yang ditolak oleh masyarakat termasuk serikat pekerja. Kalaupun ada perbedaan redaksi, isinya justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh serikat pekerja," ujarnya.

Berikut tujuh poin tuntutan serikat pekerja yang dinilai tidak terakomodir dalam Perpu Cipta Kerja:

1. Sistem kerja outsourcing tetap dimungkinkan diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas. 
2. Sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap. 
3. Sistem upah yang tetap murah, karena tidak secara tegas menetapkan upah minimum harus berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak. 

Selanjutnya: rakyat Indonesia hanya dijadikan obyek pemodal ...

4. Masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.
5. Tetap dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan. 
6. Berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja.
7. Kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia. 

Mirah menuturkan terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja ini hanya semakin menegaskan bahwa rakyat Indonesia hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal, yang memanfaatkan DPR selaku legislatif dan Pemerintah selaku eksekutif.

Aspek pun mendesak pemerintah mengganti Perpu Cipta Kerja dengan penerbitan Perpu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, serta memberlakukan kembali Undang Undang yang ada sebelum adanya Undang Undang Cipta Kerja. 

"Ini demi menjamin hak kesejahteraan rakyat Indonesia dan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum," tuturnya.

RIANI SANUSI PUTRI 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus