Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

DPR Sahkan RUU Minerba, Bahlil Ungkap Sejumlah Perubahan Krusial

RUU Minerba yang disampaikan DPR kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto diusulkan perubahan sebanyak 14 pasal dan selanjutnya pemerintah membuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 256 DIM.

19 Februari 2025 | 07.28 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat ditemui di Fairmont Hotel Jakarta pada Hari Selasa, 11 Februari 2025. Tempo/Dani Aswara.
material-symbols:fullscreenPerbesar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat ditemui di Fairmont Hotel Jakarta pada Hari Selasa, 11 Februari 2025. Tempo/Dani Aswara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) resmi disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ke-13 Masa Persidangan II di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 18 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, RUU Minerba yang disampaikan DPR kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto diusulkan perubahan sebanyak 14 pasal dan selanjutnya pemerintah membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) sebanyak 256 DIM. "Dalam pembahasan yang lebih terperinci terdapat kesepakatan untuk menyempurnakan Undang-Undang baik mengubah Pasal yang telah ada maupun dengan menyisipkan pasal-pasal baru dengan hasil mengubah 20 Pasal dan penambahan 8 Pasal baru," ujarnya dalam keterangan resmi Selasa, 18 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Adapun perubahan atau penambahan pasal pada Undang-Undang Minerba yaitu sebagai berikut:

1. Tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengamanatkan beberapa penyesuaian dalam Undang-Undang terkait dengan pemaknaan jaminan ruang dan perpanjangan kontrak;

2. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), atau Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi penetapan tata ruang dan kawasan serta tidak ada perubahan tata ruang dan kawasan bagi pelaku usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR);

3. Pengutamaan Kebutuhan Batubara dalam Negeri sebelum dilakukan penjualan ke luar negeri (Domestic Market Obligation/DMO);

4. WIUP Mineral Logam atau Batubara diberikan kepada koperasi, badan usaha kecil dan menengah, dan badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi dengan cara pemberian prioritas;

5. Pemberian pendanaan bagi perguruan tinggi dari sebagian keuntungan pengelolaan WIUP dan WIUPK dengan cara prioritas kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta, dalam rangka meningkatkan kemandirian, layanan pendidikan, dan keunggulan Perguruan Tinggi;

6. Dalam rangka hilirisasi dan industrialisasi, pelaksanaan Pemberian WIUP/WIUPK dengan cara prioritas kepada BUMN atau Badan Usaha Swasta bagi peningkatan nilai tambah di dalam negeri;

7. Pemerintah dapat melakukan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek pada wilayah penugasan;

8. Pelayanan perizinan berusaha melalui sistem pelayanan perizinan berusaha pertambangan Mineral dan Batubara melalui sistem Online Single Submission (OSS);

9. Pelaksanaan audit lingkungan sebagai persyaratan perpanjangan Kontrak Karya/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan diperpanjang menjadi IUPK sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;

10. Pengembalian lahan yang tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUP-nya kepada negara;

11. Peningkatan komitmen pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan penegasan perlindungan terkait hak masyarakat dan/atau masyarakat adat; dan

12. Memberikan waktu kepada Pemerintah dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan untuk menyelesaikan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengklaim, Undang-Undang ini bertujuan memperbaiki tata kelola pertambangan, memberikan kepastian hukum dan berusaha, serta mendorong hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus