Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang -Empat mantan bos atau petinggi PT Bukit Asam (PTBA) dan bekas Direktur Utama PT SBS atau PT Satria Bahana Sarana divonis bebas oleh majelis hakim tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Palembang, Senin, 1 April 2024. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum, meminta hakim menghukum para terdakwa mulai dari 18-19 tahun penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim meyakini bahwa proses akuisisi saham yang dilakukan oleh PTBA tidak ada unsur tindak pidana. Oleh sebab itu, majelis hakim sepakat bahwa kelima terdakwa harus dibebaskan dari segala macam tuntutan pidana serta memulihkan harkat dan martabat para terdakwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua majelis hakim Pitriadi menjelaskan bahwa para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwan Jaksa primer maupun subsider. “Membebaskan para terdakwa oleh karena itu memerintahkan para terdakwa dibebaskan dari tahanan ketika putusan ini diucapkan dan memulihkan hak para terdakwa,” kata Pitriadi.
Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Saiful Islam (SI), Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtima Tobing (NT), dan pemilik PT Satria Bahana Sarana atau SBS Tjahyono Imawan.
Ditemui usai mendengarkan vonis hakim, Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma tampak memeluk sejumlah anggota keluarga yang turut hadir memberikan dukungan moril. Pada wartawan dia pun tidak memberikan banyak komentar atas putusan tersebut. “Tidak banyak yang bisa saya komentari selain mengucap Alhamdulillah,” katanya.
Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa, Soesilo Aribowo SH MH mengatakan berdasarkan fakta persidangan dan kesaksian sejumlah ahli tidak ada dakwaan penuntut umum yang membuktikan kalau tindakan yang dilakukan menyebabkan kerugian negara.
Justru yang terjadi kondisi yang sebaliknya, penekanan biaya produksi batubara memberikan manfaat pada peningkatan laba bagi PT BA yakni Rp 1,8 triliun. Sedangkan bagi PT SBS peningkatan laba senilai Rp 110,3 miliar."Investasi berupa akuisisi PT SBS tidak terbukti mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 162 miliar. Karena penuntut umum tidak bisa membuktikan hal tersebut ," katanya.
Oleh karena itulah ia meminta para terdakwa harusnya dibebaskan dari semua dakwaan penuntut umum. Penuntut umum katanya telah mengabaikan semua fakta-fakta yang terungkap di persidangan baik yang disampaikan oleh para saksi, saksi a de charge dan para ahli. Hal ini menunjukkan bahwa penuntut umum telah gagal dalam membuktikan dakwaan.
Selanjutnya: Tanda Kebebasan...
Tanda Kebebasan
Sidang dugaan korupsi akuisisi kontraktor tambang PT Bukit Asam (PTBA ) berlanjut di pengadilan tindak pidana korupsi, Palembang, Senin 26 Februari 2024. Dalam sidang ini, hadir saksi Ulil Fahri yang merupakan pensiunan investigator BPKP perwakilan Sumatera Selatan.
Dalam sidang, Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma menganggap aneh sikap penyidik dari Kejaksaan Tinggi Sumsel karena telah mencabut permintaan perhitungan kerugian Negara pada pihak Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sumsel. Pernyataan ini disampaikan Mila di persidangan Senin petang ketika diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk bertanya pada saksi. Dia menghentikan pertanyaannya melihat fakta dan pengakuan saksi bila bara pertama kalinya permintaan tersebut dicabut
“Dapat disimpulkan selama bapak (saksi) berkarir di BPKP baru kali ini ada permintaan pencabutan penghitungan kerugian Negara oleh Kajati,” kata Milawarma. Dalam persidangan, saksi Ulil Fahri menjelaskan bahwa BPKP sudah melakukan kerjasama dengan pihak Kejaksaan Tinggi selama puluhan tahun namun baru kali adanya permintaan pencabutan permintaan penghitungan kerugian Negara.
“Saya tidak paham (kenapa penyidik mencabut permintaan penghitungan). Saya baru tahu bahwa kawan-kawan (penyidik Kejati) pengen cepat. Kalau saran kami diikuti memang (oleh penyidik) perlu waktu,” kata Ulil. Kata Ulil, pihaknya mendapatkan surat dari penyidik untuk melakukan penghitungan kerugian Negara atas kasus akuisisi PT SBS oleh PTBA melalui anak perusahaannya yaitu PT BMI.
Menjawab surat tersebut kata Ulil maka diadakanlah ekspose secara bersama antara penyidik Kejati dan para investigator BPKP. Dalam ekspose yang terjadi pad 12 Januari 2023 itu, penyidik melakukan paparan. Kemudian penyidik menyimpulkan tiga hal penting: telah terjadi perbuatan melawan hukum, dengan diakuisisinya PT SBS maka PTBA menanggung hutang per Juni 2014 sebesar Rp 300 milaran dan setahun kemudian kerugian membengkak hingga Rp 400 milar, akuisisi PT SBS berpotensi merugikan keuangan Negara.
Atas kesimpulan penyidik itu, BPKP kata Ulil memberikan 7 hal penting yang dicatat sebagai risalah. Ke tujuh risalah itu diantaranya: para investigator menganggap lazim adanya telaah awal sebelum akuisisi tanpa menunggu SK tim akuisisi, akuisisi sebuah perusahaan tidak hanya dilihat dari sisi hutangnya saja melainkan juga asset dan modal, BPKP menyarankan penyidik minta pendapat ahli akuisisi.
“Ekspose menyimpulkan pertama BPKP belum dapat menerbitkan SK karena perbuatan melawan hukumnya belum jelas dan indikasi atau potensi kerugian negaranya belum pasti,” ujar Ulil. Kesimpulan berikutnya, BPKP akan melakukan permintaan pendapat pada pihak BPKP. “BPKP pusat meminta kami untuk lakukan ekpsose ke dua.”
Para terdakwa diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp 162 miliar dalam akuisisi tersebut. Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menyebut bahwa dalam proses akuisisi PT SBS oleh PTBA melalui PT BMI pada 2015 tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).